A. SISTEM INFORMASI BERBASIS KOMPUTER
1. Pengertian
Suatu sistem didalam suatu organisasi yang mempertemukan kebutuhan pengolahan transaksi harian, mendukung operasi yang bersifat manajerial dan kegiatan strategi dari suatu organisasi dan pihak luar tertentu dengan laporan yang diperlukan.
2. Jenis jenis Sistem Informasi
a. Transaction Processing Systems (TPS)
TPS/Sistem Pemrosesan Transaksi adalah sistem informasi yang terkomputerisasi yang dikembangkan untuk memproses data dalam jumlah berfungsi pada level organisasi yang memungkinkan organisasi bisa berinteraksi dengan lingkungan eksternal. Data yang dihasilkan oleh TPS dapat dilihat atau digunakan oleh manajer yang berupa laporan laporan yang lebih rinci. TPS juga memperbaharui database yang digunakan perusahaan untuk diproses lebih lanjut oleh SIM.
Contoh: Aplikasi Inventaris Desa, Aplikasi data Penduduk, Sistem Penggajian, Transaksi penjualan, reservasi hotel, dan lain-lain.
b. Office Automation Systems (OAS) dan Knowledge Work Systems (KWS) OAS dan KWS bekerja pada level knowledge.
Office Automation System (OAS) mendukung pekerja data, yang biasanya tidak menciptakan pengetahuan baru melainkan hanya menganalisis informasi sedemikian rupa untuk mentransformasikan data atau memanipulasikannya dengan cara-cara tertentu sebelum menyebarkannya secara keseluruhan kedalam suatu organisasi dan kadang-kadang diluar organisasi. Aspek-aspek OAS yang sudah kita kenal seperti word proessing, spreadsheets, destop, publishing, electronic scheduling dan komunikasi melalui voice mail, email, dan video confrencing., penjadwalan produksi, dan analisis biaya.
contoh : Menangani pekerjaan manajemen (word processing, digital filling, desktop publishing), penjadwalan (electronic calender), dan komunikasi (email, voice mail, video-conferencing)
c. Knowledge Work Systems (KWS)
Sistem Informasi yang dapat membantu meningkatkan kreativitas karyawan serta mampu mengintegrasikan pengetahuan baru dalam suatu organisasi.
Knowledge Work Systems mendukung para pekerja profesional seperti ilmuwan, insinyur dan doktor dengan membantu menciptakan pengetahuan baru dan memungkinkan mereka mengkontribusikannya ke organisasi atau masyarakat. Sistem Komputer seperti word processing , sistem e-mail dan sistem penjadwalan yang dirancang untuk meningkatkan produktivitas karyawan khususnya data worker di perusahaan tersebut.
Contoh: Engineering workstation, Graphics Workstation (desain promosi produk).
d. Sistem Informasi Manajemen (SIM)
Sistem Informasi Manajemen (Management Information System) tidak akan menggantikan Sistem Pemrosesan Transaksi (Transaction Processing Systems), tetapi mendukung spektrum tugas-tugas organisasional yang lebih luas dari Sistem Pemrosesan Transaksi (Transaction Processing Systems), termasuk analisis keputusan dan pembuat keputusan. SIM menghasilkan informasi yang digunakan untuk membuat keputusan, dan juga dapat membatu menyatukan beberapa fungsi informasi bisnis yang sudah terkomputerisasi (basis data).
Contoh : manajemen penjualan, pengendalian persediaan, dan analisis investasi.
e. Sistem Pendukung Keputusan (Decision Support Systems)
Decision Support System (DSS) adalah Kelas sistem informasi terkomputerisasi pada level yang lebih tinggi. DSS hampir sama dengan SIM tradisional kerena keduanya sama-sama tergantung pada basis data sebagai sumber data. DSS berangkat dari SIM tradisional kerena menekankan pada fungsi mendukung pembuatan keputusan di seluruh tahap-tahapnya, meskipun keputusan aktual masih wewenang eklusif pembuat keputusan.
Sistem Pendukung Keputusan lebih sesuai untuk orang-orang atau kelompok yang menggunakannya daripada SIM tradisional. DSS atau Sistem Pendukung Keputusan Sistem Informasi pada level manajemen yang menggabungkan antara data dan model analisis mutakhir atau peralatan untuk menganalisis data yang mendukung proses pengambilan keputusan semi-terstruktur maupun tidak terstruktur.
Contoh : analisis wilayah penjualan, penjadwalan produksi, analisis biaya.
f. Sistem Ahli/Sistem Pakar (Expert System) dan Kecerdasan Buatan (Artificial Intelligence/AI)
Kecerdasan buatan dimaksudkan untuk mengembangkan mesin-mesin yang berfungsi secara cerdas. Dua cara untuk melakukan riset kecerdasan buatan adalah memahami bahasa alamiahnya dan menganalisis kemampuannya untuk berfikir melalui problem sampai kesimpulan logiknya. Sistem ahli menggunakan pendekatan-pendekatan pemikiran kecerdasan buatan untuk menyelesaikan masalah serta memberikannya lewat pengguna bisnis.
Sistem ahli yang disebut juga dengan (knowledge based systems) secara efektif menangkap dan menggunakan pengetahuan seorang ahli untuk menyelesaikan masalah yang dialami dalam suatu organisasi.
Berbeda dengan sistem pendukung keputusan (decision support systems), sistem ini meninggalkan keputusan terakhir bagi pembuat keputusan sedangkan sistem ahli menyeleksi solusi terbaik terhadap suatu masalah.
Contoh: Game Playing, General Problem Solving, Natural Language Recognition, Speech Recognition,Visual Recognition, Robotics Dan Sistem Pakar.
g. Sistem Pendukung Keputusan Kelompok (Group Decision Support Systems) Sistem Kerja Kolaborasi Dukungan Komputer (Computer-Support Collaborative Work Systems).
Bila kelompok, perlu bekerja bersama-sama untuk membuat keputusan semi-terstruktur dan tak terstruktur, maka group Decision support systems (DSS) menjadi suatu solusinya.
Contoh:
• Sistem Pendukung Keputusan Untuk Sistem Persediaan Menggunakan Metode Economic Order Quantity Dan Service Level
• Sistem Pendukung Keputusan (SPK) Untuk Memilih Mobil Bekas Terbaik Pada Situs Mobil Bekas Dengan Menggunakan Metode Fuzzy Multi Criteria Decision Making (MCDM)
• Sistem Pendukung Keputusan Analisis Investasi Dan Perluasan Usaha Peternakan Berbasis Web (Studi Kasus Peternak Lobster)
• Sistem Pendukung Keputusan Analisis Investasi Hotel Dengan Metode Fuzzy Tsukamoto
• Sistem Pendukung Keputusan Analisis Investasi Laundry Dengan Metode Fuzzy Tsukamoto
h. Executive Support Systems (ESS)
Executive Support System ( ESS ) adalah sistem informasi yang ditujukan untuk tingkatan teratas perusahaan yaitu manajemen senior untuk mendukung keputusan senior menajemen dalam aktivitas perencanaan jangka panjang perusahaan.
Contoh : Ramalan/Rencana perusahaan di masa yang akan datang.
B. ARTIFICIAL INTELLIGENCE (AI) ATAU KECERDASAN BUATAN
1. Pengertian
Kecerdasan Buatan atau yang dikenal dalam bahasa inggris dengan Artificial Intelligence atau AI didefinisikan sebagai kecerdasan entitas ilmia atau kegiatan memberikan kemampuan pada mesin komputer untuk menampilkan prilaku yang dianggap cerdas
Definisi Kecerdasan Buatan menurut tokoh :
a. H. A. Simon [1987] :
“ Kecerdasan buatan (artificial intelligence) merupakan kawasan penelitian, aplikasi dan instruksi yang terkait dengan pemrograman komputer untuk melakukan sesuatu hal yang -dalam pandangan manusia adalah- cerdas”
b. Rich and Knight [1991]:
“Kecerdasan Buatan (AI) merupakan sebuah studi tentang bagaimana membuat komputer melakukan hal-hal yang pada saat ini dapat dilakukan lebih baik oleh manusia.”
c. Encyclopedia Britannica:
“Kecerdasan Buatan (AI) merupakan cabang dari ilmu komputer yang dalam merepresentasi pengetahuan lebih banyak menggunakan bentuk simbol-simbol daripada bilangan, dan memproses informasi berdasarkan metode heuristic atau dengan berdasarkan sejumlah aturan”
Ada 3 tujuan dari kecerdasan buatan yaitu :
a. Tujuan utama, yaitu membuat mesin menjadi lebih pintar
b. Tujuan ilmiah, yaitu memahami apa itu kecerdasan.
c. Tujuan enterpreneurial, yaitu membuat mesin jadi lebih bermanfaat.
Sistem pakar
Sebuah program komputer yang dirancang untuk memodelkan kemampuan menyelesaikan masalah seperti layaknya seorang pakar
Sistem pakar adalah suatu program komputer yang mengandung pengetahuan dari satu atau lebih pakar manusia mengenai suatu bidang spesifik. Jenis program ini pertama kali dikembangkan oleh periset kecerdasan buatan pada dasawarsa 1960-an dan 1970-an dan diterapkan secara komersial selama 1980-an. Bentuk umum sistem pakar adalah suatu program yang dibuat berdasarkan suatu set aturan yang menganalisis informasi (biasanya diberikan oleh pengguna suatu sistem) mengenai suatu kelas masalah spesifik serta analisis matematis dari masalah tersebut. Tergantung dari desainnya, sistem pakar juga mampu merekomendasikan suatu rangkaian tindakan pengguna untuk dapat menerapkan koreksi. Sistem ini memanfaatkan kapabilitas penalaran untuk mencapai suatu simpulan.
1. Ciri-Ciri Sistem Pakar
Sistem pakar yang baik harus memenuhi ciri-ciri sebagai berikut :
• Memiliki informasi yang handal.
• Mudah dimodifikasi.
• Dapat digunakan dalam berbagai jenis komputer.
• Memiliki kemampuan untuk belajar beradaptasi.
2. CONTOH APLIKASI KECERDASAN BUATAN (ARTIFICIAL INTELEGENCE)
Berikut ini beberapa contoh peneran kecerdasan buatan yaitu :
a. Contoh penerapan dalam industri otomotif. Adanya teknologi komputer yang mampu mengolah data dengan cepat atau alat yang dipakai untuk memberikan peringatan pada pengemudi mobil untuk menghindari terjadinya tabrakan.
b. Sebuah sistem keamanan yang dapat mengenali wajah orang yang boleh memasuki gedung. Pendekatan ini sudah mengalami cukup banyak sukses.
c. Sebuah kendaraan otomatis yang dapat menjelajah ruang angkasa.
3. KESIMPULAN
Kecerdasan Buatan (artificial intelligent) adalah penggunaan komputer, yang mana meniru atau menduakan fungsi otak manusia. Sistem Kecerdasan dapat membantu dan mempermudah pekerjaan manusia.
Sumber
http://blog.uin-malang.ac.id/sharfina/2010/09/26/sistem-pakar-dan-kecerdasan-buatan-serta-perbedaannya/
http://id.wikipedia.org/wiki/Kecerdasan_buatan
http://yuwono.himatif.or.id/download/Pengantar%20AI.pdf
http://buahilmu.wordpress.com/2011/04/13/pengertian-artificial-intelligence-kecerdasan-buatan/
http://www.psychologymania.com/2011/10/artificial-intelligence-kecerdasan.html
http://elib.unikom.ac.id/files/disk1/483/jbptunikompp-gdl-ianpermana-24119-9-12.uniko-i.pdf
http://komunikasi.us/index.php/mata-kuliah/media-convergence/12-response-paper-ptk-2012/385-artifical-intelligence-sudah-siapkah-anda
http://muhtarul12.blogspot.com/2010/02/sistem-pakar-dan-kecerdasan-buatan.html
http://psikology09b.blogspot.com/2011/06/kecerdasan-buatan.html
http://id.wikipedia.org/wiki/Sistem_pakar
http://informatika-unkris.ac.id/img/buku/sistem-pakar-5.pdf
http://shaky-nez.blogspot.com/2010/02/sistem-pakar-dan-kecerdasan-buatan.html
http://sosial-ranggapratama.blogspot.com/2010/11/kecerdasa-buatan-dengan-sistem-pakar.html
Senin, 11 November 2013
Senin, 14 Oktober 2013
Arsitektur Komputer dan Struktur Kognitif Manusia
1. Arsitektur Komputer
Ada beberapa definis mengenai arsitektur komputer, yaitu :
a. Arsitektur Komputer adalah suatu konsep perencanaan dan struktur pengoperasian dasar dari suatu sistem komputer. s Arsitektur komputer adalah konsep perencanaan dan struktur pengoperasian dasar dari suatu sistem komputer.
b. Arsitektur komputer didefinisikan dan dikategorikan sebagai ilmu dan sekaligus seni mengenai cara interkoneksi komponen-komponen perangkat keras untuk dapat menciptakan sebuah komputer yang memenuhi kebutuhan fungsional, kinerja, dan target biayanya.
c. Arsitektur Komputer adalah kajian atribut-atribut sistem komputer yang terkait dengan seorang programmer.
Arsitektur komputer meliputi spesifikasi sekumpulan instruksi dan unit hardware yang melaksanakan instruksi tersebut. Disini dibahas pula banyak aspek pemrograman dan komponensoftware dalam sistem komputer. Sangatlah penting mempertimbangkan aspek hardware dan software pada desain berbagai komponen komputer guna mencapai pemahaman yang baik pada suatu sistem komputer. Memperkenalkan sejumlah konsep hardware dan software, menampilkan beberapa istilah umum, dan memberikan pandangan umum tentang aspek dasar subjek tersebut.
Menurut (Jimmy, 2008) arsitektur komputer mempunyai unit-unit perangkat yang menyusun antara lain:
a. Unit masukan (Input Unit)
b. Unit kontrol (Control Unit)
c. Unit logika dan aritmatika (Arithmetic & Logical Unit / ALU)
d. Unit memori/penyimpanan (Memory / Storage Unit)
e. Unit keluaran (Output Unit)
Control Unit dan ALU membentuk suatu unit tersendiri yang disebut Central Processing Unit (CPU). Hubungan antar masing-masing unit yang membentuk suatu sistem komputer dapat dilihat pada gambar berikut:
Data diterima melalui Input Device dan dikirim ke Memory. Di dalam Memory data disimpan dan selanjutnya diproses di ALU. Hasil proses disimpan kembali ke Memory sebelum dikeluarkan melalui Output Device. Kendali dan koordinasi terhadap sistem ini dilakukan oleh Control Unit
2. Struktur Kognitif Manusia
Ausubel merupakan seorang tokoh yang mengemukakan bahwa struktur kognitif dapat disebut sebagai pengetahuan. Struktur kognitif seseorang tidak lain adalah organisasi pengetahuan faktual yang diperoleh dari lingkungan. Struktur kognitif terbentuk dari informasi lingkungan sebagai suatu stimulus dari lingkungan yang selalu berubah, maka struktur kognitif atau pengetahuan pun akan terus berkembang.
Menurut Piaget (1896) struktur kognitif merupakan mental framework yang dibangun seseorang dengan mengambil informasi dari lingkungan dan menginterpretasikannya, mereorganisasikannya serta mentransformasikannya. Sedangkan menurut tokoh yang bernama Ausabel ia mengemukakan bahwa struktur kognitif merupakan organisasi pengetahuan atau dengan kata lain bahwa struktur kognitif dapat disebut sebagai pengetahuan. Struktur kognitif seseorang tidak lain adalah organisasi pengetahuan faktual yang diperoleh dari lingkungan.
3. Kesimpulan
Secara singkat perbedaan mendasar antara kognisi manusia dan komputer adalah komputer tidak dapat berfungsi secara manual, adapun komputer yang bersifat mandiri tentu sudah diprogramkan terlebih dahulu agar bisa berfungsi sendiri, sedangkan kognisi manusia pada dasarnya berjalan secara otomatis. Maka bisa dikatakan secanggih apapun suatu sistem pada komputer tidak akan berguna apabila digunakan oleh useryang tidak berkompeten.
Kognitif merupakan aspek-aspek struktur intelek yang digunakan untuk mengetahui sesuatu. Struktur kognitif meliputi sistem, skema, adaptasi, asimilasi dan akomodasi, dalam teori-teori kognisi mengandung struktur pengetahuan atau struktur kognisi yang terbangun sepanjang hidup seseorang, sebagai hasil dari pengalamannya dan kontak-kontak sosialnya. Pandangan kognitif dalam bidang informasi dianggap berbeda dari pandangan kognitif tentang kerja otak manusia. Dalam konteks informasi, pandangan kognitif menekankan pada pengembangan model pemrosesan informasi dalam kerja otak dan kesadaran manusia.
Kelebihannya :
a. Struktur kognisi lebih sistematis sehingga memiliki arah dan tujuan yang jelas
b. Banyak memberikan motivasi agar terjadi proses relajar
c. Mengoptimalisasikan kerja otak secara maksimal.
Kekurangannya :
a. Membutuhkan waktu yang lama.
Arsitektur komputer adalah konsep perencanaan dan struktur pengoperasian dasar dari suatu sistem komputer. Arsitektur komputer ini merupakan rencana cetak-biru dan deskripsi fungsional dari kebutuhan bagian perangkat keras yang didesain (kecepatan proses dan sistem interkoneksinya). Dalam hal ini, implementasi perencanaan dari masingâmasing bagian akan lebih difokuskan terutama, mengenai bagaimana CPU akan bekerja, dan mengenai cara pengaksesan data dan alamat dari dan ke memori cache, RAM, ROM, cakram keras, dll).
Kelebihannya :
a. Memiliki processor yang berjumlah lebih dari satu,
b. Bisa digunakan oleh banyak pengguna (multi user)
c. Bisa membuka beberapa aplikasi dalam waktu bersamaan
Kekurangannya :
a. Interface dengan pengguna masih menggunakan teks
b. Kerjanya sangat lama
c. Membutuhkan daya listrik yang sangat besar
d. Harganya sangat mahal
Daftar Pustaka
Nurmianto, E. (2004). Ergonomi, Konsep Dasar dan Aplikasinya 2ed. Surabaya : Guna Widya
http://jengfitri-ajah.blogspot.com/2012/03/analisa-perbedaan-sruktur-kognisi.html
Schultz, D. Sydney Ellen Schultz. (1994). Psychology & Work Today. New Jersey : Prentice Hall Inc
http://rischa-sweetrischa.blogspot.com/2012/03/analisa-perbedaan-struktur-kognisi.html
http://ichasajablogspotcom.blogspot.com/…
http://loverboy.blogdetik.com/2012/11/14/analisa-perbedaan-struktur-kognitif-manusia-dan-arsitektur-komputer/
http://nurmalitaseptiani.wordpress.com/2009/12/13/resume-dasar-pemrosesan-komputer/
http://almavanxa.blogspot.com/2012/04/berbagai-teori-memori.html
Senin, 06 Mei 2013
Psikotherapy : Logotherapy
Logoterapy mempunyai arti terapi melalui pemaknaan. Merupakan suatu terapi yang bersifat direktif dan terus menerus yang bertujuan untuk memberikan bantuan kepada masyarakat secara spesifik pada situasi yang amat penting, dapat juga dilakukan oleh mereka sendiri secara mendalam atau secara tidak langsung dimana sasarannya yakni para pecandu obat bius, para pemabuk atau penderita depresi. Logoterapi juga menggunakan teknik tertentu untuk mengatasi phobia (rasa takut yang berlebihan), kegelisahan, obsesi tak terkendali dari pemakai obat-obatan terlarang. Selain itu juga termasuk untuk mengatasi kenakalan remaja, konsultasi terhadap masalah memilih pekerjaan dan membantu semua masalah dalam kehidupan.
Jika dikaitkan dengan konseling maka Konseling logoterapi suatupendekatan yang digunakan untuk membantu individu mengatasi masalah ketidakjelasan makna dan tujuan hidup, yang sering menimbulkan kehampaan dan hilangnya gairah hidup. Konseling logoterapi berorientasi pada masa depan (future oriented) dan berorientasi pada makna hidup (meaning oriented). Relasi yang dibangun antara konselor dengan konseli adalah encounter, yaitu hubungan antar pribadi yang ditandai oleh keakraban dan keterbukaan, serta sikap dan kesediaan untuk saling menghargai, memahami dan menerima sepenuhnya satu sama lain.
1. Teori yang Mendasari Logoterapi
a. Ekstensialisme
Merupakan keberadaan orang hidup yang pada hakikatnya kebebasan dari hasrat/ambisi dan pertanggung jawaban. Yang terpenting bagaimana memaknai kehidupan itu. Whilst Freud menyatakan bahwa manusia mempunyai hasrat untuk senang, dan Adler mengatakan hasrat sebagai kekuatan, Frankl mengatakan kita harus mempunyai hasrat yang bermakna. Seandainya terjadi frustrasi, kerja saraf berhenti “neogenik” Frankl mengemukakan bahwa dimensi spiritual (neotik) dari manusia seharusnya diikutsertakan kepada dimensi pisik dan kejiwaan. Frankl akhirnya memaknai adanya sisi positif yang khas pada setiap orang dalam suatu keadaan. Setiap peristiwa menawarkan situasi yang berubah-ubah terus menerus dan juga memberikan sebuah makna khusus yang penuh dengan tantangan. Maknanya tidak dapat dibuat-buat tetapi harus dihayati sendiri.
b. Stoicisisme (tenang/sabar/tabah)
Sikap ketabahan/sabar/tenang juga harus dimiliki, karena tidak ada masalah yang tidak ada dalam dunia ini. Kita selalu dapat menentukan sikap menolong diri sendiri. Manusia yang berpendirian dan berkeyakinan selalu dapat berubah tetapi juga tergantung pada penafsiran mereka terhadap masalah. Bahkan dalamalam kematian dan penderitaan, dengan menujukkan keteguhan hati kita dapat memposisikan diri dalam situasi yang bermakna.
2. Tujuan Konseling Logotherapy Frankl
Tujuan dari konseling dalam pendekatan logoterapi ini diantaranya ialah mengajarkan bahwa setiap kehidupan individu mempunyai maksud, tujuan, makna yang harus diupayakan untuk ditemukan dan dipenuhi. Hidup kita
tidak lagi kosong jika kita menemukan suatu sebab dan sesuatu yang dapat
mendedikasikan eksistensi kita. Namun kalaulah hidup diisi dengan
penderitaaan pun, itu adalah kehidupan yang bermakna, karena keberanian
menanggung tragedi yang tak tertanggungkan merupakan pencapaian atau
prestasi dan kemenangan. Diharapkan agar klien bisa menemukan dan memenuhi makna serta tujuan hidupnya dengan jalan lebih menyadari sumber-sumber makna hidup, mengaktualisasi potensi diri, meningkatkan keakraban hubungan antarpribadi, berpikir dan bertindak positif, menunjukkan prestasi dan kualitas kerja optimal, mendalami nilai-nilai kehidupan, mengambil sikap tepat atas musibah yang dialami, serta memantabkan ibadah kepada tuhan.
Logoterapi membantu klien agar lebih sehat secara emosional, dan salah satu cara untuk mencapainya adalah memperkenalkan filsafat hidup yang lebih sehat, yaitu mengajak untuk menemukan makna hidupnya. Ada tiga asas utama logoterapi yang menjadi inti dari terapi ini, yaitu:
• Hidup itu memiliki makna (arti) dalam setiap situasi, bahkan dalam penderitaan dan kepedihan sekalipun. Makna adalah sesuatu yang dirasakan penting, benar, berharga dan didambakan serta memberikan nilai khusus bagi seseorang dan layak dijadikan tujuan hidup.
• Setiap manusia memiliki kebebasan – yang hampir tidak terbatas – untuk menentukan sendiri makna hidupnya. Dari sini kita dapat memilih makna atas setiap peristiwa yang terjadi dalam diri kita, apakah itu makna positif atupun makna yang negatif. Makna positif ini lah yang dimaksud dengan hidup bermakna.
• Setiap manusia memiliki kemampuan untuk mangambil sikap terhadap peristiwa tragis yang tidak dapat dielakkan lagi yang menimpa dirinya sendiri dan lingkungan sekitar. Contoh yang jelas adalah seperti kisah Imam Ali, ia jelas-jelas mendapatkan musibah yang tragis, tapi ia mampu memaknai apa yang terjadi secara positif sehingga walaupun dalam keadaan yang seperti itu Imam tetap bahagia.
“(Langit kota Kufah 19 Ramadhan tahun 40 Hijriyah sudah mulai menampakkan cahaya kekuningan. Baru saja Imam Ali ibn Abi Thalib as. mulai mengimami sholat shubuh. Seketika, ketika ia baru saja mengangkat kepalanya dari sujud, pedang beracun Ibnu Muljam langsung menghantam kepala sang Imam. Dengan senyuman, Imam Ali langsung mengusapkan darah yang membasahi janggut kepada wajahnya. Dengan wajah tenang, mulutnya berucap: “Fuztu wa Rabbil Ka’bah. demi Tuhan yang memelihara Ka’bah, sungguh aku bahagia!”. Kisah ini sengaja di kutip sebagai pengantar agar lebih dapat memahami logoterapi. Kisah Imam Ali diatas jelas-jelas merupakan sebuah kemalangan, jelas-jelas apa yang dialami Amirul Mukminin adalah sebuah musibah, jelas-jelas sebuah bencana yang mengantarkannya kepada kematian. Tapi apa yang terjadi? Apa yang diucapkan Imam Ali? “Fuztu wa Rabbil Ka’bah. demi Tuhan yang memelihara Ka’bah, sungguh aku bahagia!”. Luar biasa. Sikap Imam Ali inilah sebenarnya yang menjadi tujuan dari Logoterapi).”
3. Langkah-langkah dalam Proses Terapi
Langkah-langkah dalam proses terapi menurut Semiun (2006), adalah sebagai berikut:
a. Menghadapi Situasi tersebut
Diagnosis yang tepat merupakan langkah pertama dalam terapi dan merupakan sesuatu yang penting. Seluruh gangguan fisik klien merupakan faktor-faktor fisik, psikologis, dan spiritual. Tidak ada neurosis somatogenik, psikogenik, atau noogenik saja. Tujuan diagnosis adalah menentukan sifat dari setiap faktor dan mengidentifikasi faktor manakah yang dominan. Apabila faktor fisik yang dominan, maka kondisi itu disebut psikosis, dan apabila faktor psikologis yang dominan maka kondisi tersebut adalah neurosis. Sebaliknya apabila faktor spiritual yang dominan maka kondisi tersebut adalah neurosis noogenik.
b. Kesadaran akan Simtom
Dalam menangani reaksi-reaksi neurosis psikogenik, logotherapydiarahkan bukan pada simtom-simtom dan bukan juga pada penyebab psikis, melainkan sikap klien terhadap simtom-simtom tersebut.dalam mengubahh sikap klien terhadap simtom-simtom-simtom itu, logotherapy benar-benar merupakan suatu terapi personalitik.
c. Mencari Penyebab
Logotherapy adalah suatu terapi khusus bagi frustasi eksistensial (kehampaan eksistenasial) atau frustasi terhadap keinginan akan makna. Kondisi-kondisi ini jika menghasilkan simtom-simtom neurotik, maka disebut neurosis noogenik.
Logotherapy berurusan dengan penyadarab manusia terhadap tanggung jawabnya karena tanggung jawab merupakan dasar yang hakiki bagi keberadaan manusia. Tanggung jawab berarti kewajiban, dan kewajiban tersebut hanya dapat dipahami dalam kaitannya dengan makna, yakni makna hidup.
Jadi, logotherapy berkenaan dengan makna dalam berbagai aspek dan bidangnya. Makna keberadaan itu dapat berupa makna hidup dan mati, makna pendeitaan, makna pekerjaan dan makna mati.
d. Menemukan Hubungan antara Penyebab dan Simtom
Neurosis kecemasan dan keadaan fobia ditandai oleh kecemasan antisipatori yang menimbulkan kondisi yang ditakutu klien. Terjadinya kondisi tersebut kemudian memperkuat kecemasan antisipatori yang mengakibatkan lingkaran setan sehingga sehingga klien menghindar atau menarik diri dari situasi-situasi tersebut, di mana ia merasakan bahwa kecemasannya akan terjadi. Dalam kasus-kasus yang menyangkut kecemasan antisipatori, teknik logotherapy yang disebut intensi paradoksikal (paradoxical intention) sangat berguna.
Sebaliknya, perhatian dan observasi diri yang berlebih-lebihan ditangani dengan teknik logotherapy lain, yakni derefleksi (dereflexion). Dengan teknik tersebut, klien diberi kemungkinan untuk mengabaikan neurosisnya dan memusatkan perhatian pada sesuatu yang terlepas dari dirinya.
Di lain pihak, klien yang mengalami kasus yang tidak bisa disembuhkan dan nasib buruk yang tidak dapat diubah, maka perhatian klien diarahkan kepada unsur rohani dan di dorong supaya klien menemui nilai bersikap. Teknik logotherapy ini dinamakan bimbingan rohani (spiritual ministry).
4. Teknik Logotherapy
Frankl dengan logotherapy-nya tidak hanya menyumbang teori, tetapi juga teknik-teknik terapi yang khusus kepada dunia psikoterapi. Menurut Semiun (2006) teknik-teknik logotherapy yang terkenal adalah intensi paradoksikal, derefleksi, dan bimbingan rohani.
a. Intensi Paradoksikal
Teknik intensi paradoksikal adalah teknik dimana klien diajak melakukan sesuatu yang paradoks dengan sikap klien terhadap situasi yang dialami. Jadi klien diajak mendekati dan mengejek sesuatu (gejala) dan bukan menghindarinya atau melawannya. Teknik ini pada dasarnya bertujuan lebih daripada perubahan pola-pola tingkah laku. Lebih baik dikatakan suatu reorientasi eksistensial. Menurut logotherapy disebut antagonisme psikonoetik yang mengacu pada kapasitas manusia untuk melepaskan atau memisahkan dirinya tidak hanya dari dunia, tetapi juga dari dirinya sendiri.
Teknik ini diarahkan pada penghapusan gejala melalui cara yang paradoks, yakni meminta kepada klien agar ia dengan sengaja menampilkan gejala yang dialaminya, tetapi dengan melebih-lebihkan dan mengejek atau berhumor atas gejala itu. Landasan dari intensi paradoksikal ini adalah kesanggupan manusia untuk bebas bersikap dan mengambil jarak terhadap dirinya sendiri. Mengambil jarak terhadap diri sendiri berarti melampaui diri sendiri, dan inilah yang dinamakan humor. Frankl (dalam Semiun, 2006) mengemukakan bahwa humor tehadap diri sendiri atau menertawakan gejala-gejalanya sendiri bagi individu memiliki pengaruh kuratif.
b. Derefleksi
Frankl (dalam Semiun, 2006) percaya bahwa sebagian besar persoalan kejiwaan berasal dari perhatian yang terlalu fokus pada diri sendiri. Dengan mengalihkan perhatian dari diri sendiri dan mengarahkannya pada orang lain, persoalan-persoalan itu akan hilang dengan sendirinya. Dengan teknik tersebut, klien diberi kemungkinan untuk mengabaikan neurosisnya dan memusatkan perhatian pada sesuatu yang terlepas dari dirinya.
c. Bimbingan Rohani
Bimbingan rohani adalah metode yang khusus digunakan terhadap pada penanganan kasus dimana individu berada pada penderitaan yang tidak dapat terhindarkan atau dalam suatu keadaan yang tidak dapat dirubahnya dan tidak mampu lagi berbuat selain menghadapinya. Pada metode ini, individu didorong untuk merealisasikan nilai bersikap dengan menunjukkan sikap positif terhadap penderitaanya dalam rangka menemukan makna di balik penderitaan tersebut.
5. Existensi manusia menurut pandangan logotherapy
a. Freedom of will (memiliki kebebasan berkendak)
Dalam pandangan logotherapy manusia memilki kebebasan untuk menentukan sikap terhadap kondisi-kondisi psikologis, sosiokultural dan kesejarahannya. Kemampuan inilah yang menyebabkan manusia memiliki kebebasan untuk menentukan apa yang dianggap penting dan baik bagi dirinya. Kebebasan ini dalam pandangan logoterapi harus diimbangi dengan tanggung jawab agar tidak berkembang menjadi kesewenangan.
b. Will to meaning (Memiliki kehendak untuk hidup bermakna)
Hasrat untuk dapat hidup inilah yang memotivasi individu untuk bekerja, berkarya dan melakukan kegiatan-kegiatan penting dengan tujuan agar hidupnya menjadi berharga dan dihayati secara bermakna. Sebagai motivasi utama manusia, hasrat untuk hidup bermakna, mendambakan seseorang menjadi pribadi yang berharga dan berarti dengan kehidupan yang sarat dengan kegiatan bermakna.
c. Meaning of life (Memiliki makna hidup)
Makna hidup adalah sesuatu yang dianggap penting, benar dan didambakan serta memberikan nilai khusus bagi seseorang ( Bastaman, 1996 ). Untuk tujuan praktis maknahidup dianggap identik dengan tujuan hidup. Makna hidup bisa berbeda antara manusia satudengan yang lainya dan berbeda setiap hari, bahkan setiap jam. Karena itu, yang pentingbukan makna hidup secara umum, melainkan makna khusus dari hidup seseorang pada suatusaat tertentu. Setiap manusia memiliki pekerjaan dan misi untuk menyelesaikan tugas khusus.Dalam kaitan dengan tugas tersebut dia tidak bisa digantikan dan hidupnya tidak bisa diulang.Karena itu, manusia memiliki tugas yang unik dan kesempatan unik untuk menyelesaikantugasnya ( Frankl, 2004).
Daftar Pustaka
Christia, Mellia. (2011). Meraih Hidup Bermakna. Seminar. Universitas Indonesia: Depok.
Kimble, A Melvin, dan Ellor, W James. (2000). Logotherapy: An Overview. Journal of Religious Gerontology. Vol. 11.
Semiun, Yustinus. (2006). Kesehatan Mental 3. Ebook. Yogyakarta: Kanisius
Widyarini, Nilam M.M. (2000). PsikologiPopuler: Kunci Pengembangan Diri. Ebook. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo.
Borders, B. Communication Modernity & History. Hal 302-305.books.google.com/books?isbn=9791583056. Diakses tanggal 15 April 2013.
Gunarsa, Singgih. D. Konseling dan Psikoterapi. Hal 177. books.google.com/books?isbn=9794159239. Diakses tanggal 16 April 2013.
Tasmara, Toto. (2002). Membudayakan Etos Kerja Islam. Halaman 188.books.google.com/books?isbn=9795617680. Diakses tanggal 21 April 2013
Senin, 29 April 2013
Behavioral Therapy (Carl Rogers)
NI KETUT BUDIARTINI
3PA01/14510946
A. Pengertian Behavioral Therapy
Terapi tingkah laku adalah pendekatan penerapan aneka ragam teknik dan prosedur yang berlandaskan pada berbagai teori tentang belajar dalam usaha melakukan pengubahan tingkah laku. Dalam penyelesaian masalah, kondisi masalah harus dispesifikkan. Saat ini, bentuk pendekatan ini banyak di gunakan karena penekanannya pada perubahan tingkah laku dimana tingkah laku tersebut bisa didefinisikan secara operasional, diamati dan diukur.
B. Tujuan Behavioral Therapy
Menghapus pola tingkah laku maladaptive atau maladjustment, membantu balajar tingkah laku konstruktif, merubah tingkah laku.
C. Fungsi dan Peran Terapis
Terapis merumuskan tujuan pengobatan awal dan desain dan mengimplementasikan rencana perawatan untuk mencapai tujuan tersebut. Para terapis menggunakan strategi behavior yang memiliki dukungan penelitian untuk digunakan dengan jenis tertentu dari masalah. Strategi-strategi ini digunakan untuk kemajuan generalisasi dan pemeliharaan perubahan perilaku. Terapis mengevaluasi keberhasilan rencana perubahan dengan mengukur kemajuan menuju tujuan sepanjang durasi pengobatan. Ukuran hasil yang diberikan kepada klien pada awal pengobatan dan dikumpulkan lagi secara periodik selama dan setelah perawatan untuk menentukan apakah rencana strategi dan pengobatan bekerja. Jika tidak, penyesuaian dilakukan dalam strategi yang digunakan. Tugas utama terapis adalah untuk melakukan tindak lanjut penilaian untuk melihat apakah perubahan yang tahan lama dari waktu ke waktu. Klien belajar bagaimana mengidentifikasi dan mengatasi kemunduran potensial. Penekanannya adalah pada membantu klien mempertahankan perubahan dari waktu ke waktu dan memperoleh keterampilan mengatasi perilaku dan kognitif untuk mencegahnya kambuh.
D. Hubungan Klien dalam Terapi
Bukti klinis dan penelitian menunjukkan bahwa hubungan terapeutik, bahkan dalam konteks orientasi perilaku, dapat memberikan kontribusi yang signifikan terhadap proses perubahan perilaku. Kebanyakan praktisi behavior menekankan nilai membangun hubungan kerja kolaboratif. Para terapis behavior terampil mengkonseptualisasikan masalah perilaku dan memanfaatkan hubungan klien-terapis dalam memfasilitasi perubahan. Sebagian besar praktisi behavior berpendapat bahwa faktor-faktor seperti kehangatan, empati, keaslian, permisif, dan penerimaan diperlukan, tetapi tidak cukup, untuk perubahan perilaku terjadi. Terapis behavior berasumsi bahwa klien membuat kemajuan terutama karena teknik perilaku khusus yang digunakan bukan karena hubungan dengan terapis.
E. Penerapan Terapi : Teknik dan Prosedur
1. Training Relaksasi, merupakan teknik untuk menanggulangi stress yang dialami dalam kehidupan sehari-hari, yang mana seringnya dimanifestasikan dengan simtom psikosomatik, tekanan darah tinggi dan masalah jantung, migrain, asma dan insomnia. Tujuan metode ini sebagai relaksasi otot dan mental. Dalam teknik ini, klien diminta rileks dan mengambil posisi pasif dalam lingkungannya sambil mengerutkan dan merilekskan otot secara bergantian. Hal tersebut dapat dilakukan dengan menarik nafas yang dalam dan teratur sambil membanyangkan hal-hal yang menyenangkan.
2. Desensitisasi Sistemik, merupakan teknik yang cocok untuk menangani fobia-fobia, tetapi juga dapat diterapkan pada penanganan situasi penghasil kecemasan seperti situasi interpersonal, ketakutan menghadapi ujian, ketakutan-ketakutan yang digeneralisasi, kecemasan-kecemasan neurotik serta impotensi dan frigiditas seksual. Teknik ini melibatkan relaksasi dimana klien dilatih untuk santai dan keadaan-keadaan santai dengan pengalaman-pengalaman pembangkit kecemasan yang dibayangkan atau yang divisualisasi. Situasi-situasi dihadirkan dalam suatu rangkaian dari yang sangat tidak mengancam kepada yang sangat mengancam. Tingkatan stimulus-stimulus penghasil kecemasan dipasangkan secara berulang-ulang dengan stimulus-stimulus penghasil keadaan santai sampai kaitan antara stimulus-stimulus penghasil kecemasan dan respons kecemasan tersebut terhapus.
3. Latihan Asertif, merupakan teknik terapi yang menggunakan prosedur-prosedur permainan peran dalam terapi. Latihan asertif ini akan membantu bagi orang-orang yang:
• Tidak mampu mengungkapkan kemarahan/perasaan tersinggung
• Menunjukkan kesopanan yang berlebihan dan selalu mendorong orang lain untuk mendahuluinya.
• Memiliki kesulitan untuk mengatakan ‘tidak’.
• Mengalami kesulitan untuk mengungkapkan afeksi dan respon-respon positif lainnya.
• Merasa tidak punya hak untuk memiliki perasaan-perasaan dan pikiran-pikiran sendiri.
Fokus terapi ini adalah mempraktekkan kecakapan-kecakapan bergaul yang diperoleh melalui permainan peran sehingga individu-individu diharapkan mampu mengatasi ketidakmemadaiannya dan belajar mengungkapkan perasaan-perasaan dan pikiran-pikiran mereka secara terbuka disertai kenyakinan bahwa mereka berhak untuk menunjukkan reaksi-reaksi yang terbuka itu.
4. Pencontohan (modelling methods), melalui proses pembelajaran observasi, para klien dapat belajar untuk melakukan tindakan-tindakan yang diinginkan tanpa proses belajar trial-and-error. Teknik dapat dilakukan untuk memodifikasi perilaku. Contohnya, seseorang yang takut ular, maka ketakutannya dapat dihilangkan atau direduksi dengan melihat orang lain yang tidak takut menghadapi ular.
5. Self-Management Programs, Teknik ini mencoba menyatukan unsur kognitif dalam proses perubahan perilaku, dengan asumsi bahwa klienlah yang paling tau apa yang mereka butuhkan. Konselor yang mempertimbangkan apakah sesi terapi berjalan baik atau tidak, disini konselor merupakan mediator.
- Self-Directed Behavior, merupakan teknik dimana perubahan perilaku diarahkan pada diri klien itu sendiri. Klienlah harus merasa bahwa terapi ini penting untuk mengatasi masalahnya. Contohnya, dalam masalah obesitas. Hal yang dapat dilakukan yaitu misalnya meminta klien untuk menuliskan program perubahan dirinya dalam diari. Jam berapa dan berapa kali ia akan makan. Jika ia tidak berhasil, ia harus menuliskan perasaan dan sebab-sebab hal tersebut didalam diarinya. Atau jika program telah dijalankan, klien dapat memberikan hadiah untuk dirinya sendiri misalnya pergi shopping.
6. Multimodal Terapi, didasarkan pada asumsi bahwa semakin banyak pengetahuan yang didapatkan klien selama terapi maka akan semakin sedikit kemungkinan klien akan mengalami masalah lamanya. Teknik ini menggunakan pendekatan BASIC ID (behavior, affective respons, sensations, images, cognitions, interpersonal relationships, dan drugs/biology).
F. Kelebihan Behavioral Therapy
1. Pembuatan tujuan terapi antara konselor dan konseli di awal konseli dan itu dijadikan acuan keberhasilan proses terapi
2. Memiliki berbagai macam teknik konseling yang teruji dan selalu diperbaharui
3. Waktu konseling relatif singkat
4. Kolaborasi yang baik antara konselor dan konseli dalam penetapan tujuan dan pemilihan teknik
G. Kekurangan Behavioral Therapy
1. Dapat mengubah perilaku tetapi tidak mengubah perasaan
2. Mengabaikan faktor relasional penting dalam terapi
3. Tidak memberikan wawasan
4. Mengobati gejala dan bukan penyebab
5. Melibatkan kontrol dan manipulasi oleh konselor
Kritikan untuk terapi tingkah laku:
1. Terapi tingkah laku tidak menangani penyebab-penyebab, tetapi lebih manangani ke gejala-gejala.
2. Terapi tingkah laku tidak diterapkan pada orang yang taraf berfungsinya relatif tinggi.
3. Terapi tingkah laku bisa diterapkan hanya pada kecemasan-kecemasan yang spesifik, fobia-fobia dan masalah-masalah yang terbatas.
4. Modifikasi tingkah laku tidak berfungsi.
5. Modifikasi tingkah laku bekerja “terlalu baik”.
6. Terapi tingkah laku bisa mengubah tingkah laku, tetapi tidak mengubah perasaan-perasaan.
7. Terapi tingkah laku mengabaikan pentingnya hubungan terapis klien dalam terapis.
8. Terapi tingkah laku tidak memberikan insight. Karena seringnya, terapi perilaku tidak fokus pada masa lalu klien sehingga seringnya terapis tidak membahasnya meskipun sebenarnya terapis mengetahui masalah tersebut.
9. Terapi tingkah laku mengabaikan penyebab-penyebab historis dari tingkah laku sekarang.
Referensi :
Corey G. (2009). Theory and Practice of Counseling and Psychotherapy (8th ed.). Belmont, CA: Brooks/Cole.
W.S. Winkel, Bimbingan Konseling di Institusi Pendidikan,(Yogyakarta: PT. Grasindo Persada, 1988), h. 87
Gerald Corey, Konseling dan Psikoterapi, (Bandung: Refika Aditama, 1997), h. 196
3PA01/14510946
A. Pengertian Behavioral Therapy
Terapi tingkah laku adalah pendekatan penerapan aneka ragam teknik dan prosedur yang berlandaskan pada berbagai teori tentang belajar dalam usaha melakukan pengubahan tingkah laku. Dalam penyelesaian masalah, kondisi masalah harus dispesifikkan. Saat ini, bentuk pendekatan ini banyak di gunakan karena penekanannya pada perubahan tingkah laku dimana tingkah laku tersebut bisa didefinisikan secara operasional, diamati dan diukur.
B. Tujuan Behavioral Therapy
Menghapus pola tingkah laku maladaptive atau maladjustment, membantu balajar tingkah laku konstruktif, merubah tingkah laku.
C. Fungsi dan Peran Terapis
Terapis merumuskan tujuan pengobatan awal dan desain dan mengimplementasikan rencana perawatan untuk mencapai tujuan tersebut. Para terapis menggunakan strategi behavior yang memiliki dukungan penelitian untuk digunakan dengan jenis tertentu dari masalah. Strategi-strategi ini digunakan untuk kemajuan generalisasi dan pemeliharaan perubahan perilaku. Terapis mengevaluasi keberhasilan rencana perubahan dengan mengukur kemajuan menuju tujuan sepanjang durasi pengobatan. Ukuran hasil yang diberikan kepada klien pada awal pengobatan dan dikumpulkan lagi secara periodik selama dan setelah perawatan untuk menentukan apakah rencana strategi dan pengobatan bekerja. Jika tidak, penyesuaian dilakukan dalam strategi yang digunakan. Tugas utama terapis adalah untuk melakukan tindak lanjut penilaian untuk melihat apakah perubahan yang tahan lama dari waktu ke waktu. Klien belajar bagaimana mengidentifikasi dan mengatasi kemunduran potensial. Penekanannya adalah pada membantu klien mempertahankan perubahan dari waktu ke waktu dan memperoleh keterampilan mengatasi perilaku dan kognitif untuk mencegahnya kambuh.
D. Hubungan Klien dalam Terapi
Bukti klinis dan penelitian menunjukkan bahwa hubungan terapeutik, bahkan dalam konteks orientasi perilaku, dapat memberikan kontribusi yang signifikan terhadap proses perubahan perilaku. Kebanyakan praktisi behavior menekankan nilai membangun hubungan kerja kolaboratif. Para terapis behavior terampil mengkonseptualisasikan masalah perilaku dan memanfaatkan hubungan klien-terapis dalam memfasilitasi perubahan. Sebagian besar praktisi behavior berpendapat bahwa faktor-faktor seperti kehangatan, empati, keaslian, permisif, dan penerimaan diperlukan, tetapi tidak cukup, untuk perubahan perilaku terjadi. Terapis behavior berasumsi bahwa klien membuat kemajuan terutama karena teknik perilaku khusus yang digunakan bukan karena hubungan dengan terapis.
E. Penerapan Terapi : Teknik dan Prosedur
1. Training Relaksasi, merupakan teknik untuk menanggulangi stress yang dialami dalam kehidupan sehari-hari, yang mana seringnya dimanifestasikan dengan simtom psikosomatik, tekanan darah tinggi dan masalah jantung, migrain, asma dan insomnia. Tujuan metode ini sebagai relaksasi otot dan mental. Dalam teknik ini, klien diminta rileks dan mengambil posisi pasif dalam lingkungannya sambil mengerutkan dan merilekskan otot secara bergantian. Hal tersebut dapat dilakukan dengan menarik nafas yang dalam dan teratur sambil membanyangkan hal-hal yang menyenangkan.
2. Desensitisasi Sistemik, merupakan teknik yang cocok untuk menangani fobia-fobia, tetapi juga dapat diterapkan pada penanganan situasi penghasil kecemasan seperti situasi interpersonal, ketakutan menghadapi ujian, ketakutan-ketakutan yang digeneralisasi, kecemasan-kecemasan neurotik serta impotensi dan frigiditas seksual. Teknik ini melibatkan relaksasi dimana klien dilatih untuk santai dan keadaan-keadaan santai dengan pengalaman-pengalaman pembangkit kecemasan yang dibayangkan atau yang divisualisasi. Situasi-situasi dihadirkan dalam suatu rangkaian dari yang sangat tidak mengancam kepada yang sangat mengancam. Tingkatan stimulus-stimulus penghasil kecemasan dipasangkan secara berulang-ulang dengan stimulus-stimulus penghasil keadaan santai sampai kaitan antara stimulus-stimulus penghasil kecemasan dan respons kecemasan tersebut terhapus.
3. Latihan Asertif, merupakan teknik terapi yang menggunakan prosedur-prosedur permainan peran dalam terapi. Latihan asertif ini akan membantu bagi orang-orang yang:
• Tidak mampu mengungkapkan kemarahan/perasaan tersinggung
• Menunjukkan kesopanan yang berlebihan dan selalu mendorong orang lain untuk mendahuluinya.
• Memiliki kesulitan untuk mengatakan ‘tidak’.
• Mengalami kesulitan untuk mengungkapkan afeksi dan respon-respon positif lainnya.
• Merasa tidak punya hak untuk memiliki perasaan-perasaan dan pikiran-pikiran sendiri.
Fokus terapi ini adalah mempraktekkan kecakapan-kecakapan bergaul yang diperoleh melalui permainan peran sehingga individu-individu diharapkan mampu mengatasi ketidakmemadaiannya dan belajar mengungkapkan perasaan-perasaan dan pikiran-pikiran mereka secara terbuka disertai kenyakinan bahwa mereka berhak untuk menunjukkan reaksi-reaksi yang terbuka itu.
4. Pencontohan (modelling methods), melalui proses pembelajaran observasi, para klien dapat belajar untuk melakukan tindakan-tindakan yang diinginkan tanpa proses belajar trial-and-error. Teknik dapat dilakukan untuk memodifikasi perilaku. Contohnya, seseorang yang takut ular, maka ketakutannya dapat dihilangkan atau direduksi dengan melihat orang lain yang tidak takut menghadapi ular.
5. Self-Management Programs, Teknik ini mencoba menyatukan unsur kognitif dalam proses perubahan perilaku, dengan asumsi bahwa klienlah yang paling tau apa yang mereka butuhkan. Konselor yang mempertimbangkan apakah sesi terapi berjalan baik atau tidak, disini konselor merupakan mediator.
- Self-Directed Behavior, merupakan teknik dimana perubahan perilaku diarahkan pada diri klien itu sendiri. Klienlah harus merasa bahwa terapi ini penting untuk mengatasi masalahnya. Contohnya, dalam masalah obesitas. Hal yang dapat dilakukan yaitu misalnya meminta klien untuk menuliskan program perubahan dirinya dalam diari. Jam berapa dan berapa kali ia akan makan. Jika ia tidak berhasil, ia harus menuliskan perasaan dan sebab-sebab hal tersebut didalam diarinya. Atau jika program telah dijalankan, klien dapat memberikan hadiah untuk dirinya sendiri misalnya pergi shopping.
6. Multimodal Terapi, didasarkan pada asumsi bahwa semakin banyak pengetahuan yang didapatkan klien selama terapi maka akan semakin sedikit kemungkinan klien akan mengalami masalah lamanya. Teknik ini menggunakan pendekatan BASIC ID (behavior, affective respons, sensations, images, cognitions, interpersonal relationships, dan drugs/biology).
F. Kelebihan Behavioral Therapy
1. Pembuatan tujuan terapi antara konselor dan konseli di awal konseli dan itu dijadikan acuan keberhasilan proses terapi
2. Memiliki berbagai macam teknik konseling yang teruji dan selalu diperbaharui
3. Waktu konseling relatif singkat
4. Kolaborasi yang baik antara konselor dan konseli dalam penetapan tujuan dan pemilihan teknik
G. Kekurangan Behavioral Therapy
1. Dapat mengubah perilaku tetapi tidak mengubah perasaan
2. Mengabaikan faktor relasional penting dalam terapi
3. Tidak memberikan wawasan
4. Mengobati gejala dan bukan penyebab
5. Melibatkan kontrol dan manipulasi oleh konselor
Kritikan untuk terapi tingkah laku:
1. Terapi tingkah laku tidak menangani penyebab-penyebab, tetapi lebih manangani ke gejala-gejala.
2. Terapi tingkah laku tidak diterapkan pada orang yang taraf berfungsinya relatif tinggi.
3. Terapi tingkah laku bisa diterapkan hanya pada kecemasan-kecemasan yang spesifik, fobia-fobia dan masalah-masalah yang terbatas.
4. Modifikasi tingkah laku tidak berfungsi.
5. Modifikasi tingkah laku bekerja “terlalu baik”.
6. Terapi tingkah laku bisa mengubah tingkah laku, tetapi tidak mengubah perasaan-perasaan.
7. Terapi tingkah laku mengabaikan pentingnya hubungan terapis klien dalam terapis.
8. Terapi tingkah laku tidak memberikan insight. Karena seringnya, terapi perilaku tidak fokus pada masa lalu klien sehingga seringnya terapis tidak membahasnya meskipun sebenarnya terapis mengetahui masalah tersebut.
9. Terapi tingkah laku mengabaikan penyebab-penyebab historis dari tingkah laku sekarang.
Referensi :
Corey G. (2009). Theory and Practice of Counseling and Psychotherapy (8th ed.). Belmont, CA: Brooks/Cole.
W.S. Winkel, Bimbingan Konseling di Institusi Pendidikan,(Yogyakarta: PT. Grasindo Persada, 1988), h. 87
Gerald Corey, Konseling dan Psikoterapi, (Bandung: Refika Aditama, 1997), h. 196
Selasa, 23 April 2013
Rational Emotive Therapy atau Teori Rasional Emotif
Nama : Ni Ketut Budiartini
Kelas : 3PA01
NPM : 14510946
1. Pengertian Terapi
Istilah Terapi Emotif Rasional (TRE / RET---Rational Emotion Therapy) sukar digantikan dengan istilah bahasa Indonesia yang mengena; paling-paling dapat dideskripsikan dengan mengatakan: corak konseling yang menekankan kebersamaan dan interaksi antara berpikir dan akal sehat (rational thingking, berperasaan (emoting), dan berperilaku (acting), serta sekaligus menekankan bahwa suatu perubahan yang mendalam dalam cara berpikir dapat menghasilkan perubahan yang berarti dalam cara berperasaan dan berperilaku. Maka, orang yang mengalami gangguan dalam alam perasaannya, harus dibantu untuk meninjau kembali cara berpikir dan memanfaatkan akal sehat.
Pelopor dalam sekaligus promoter utama corak konseling ini adalah Albert Ellis, yang telah banyak menerbitkan banyak karangan dan buku, antara lain buku yang berjudul Reason and Emotion in Psychotherapy (1962), A New Guide to Rational Living (1975), serta karangan Burks Theories of Counselling yang berjudul The Rational Emotive Approach to Counselling dalam buku Burks Theories of Counselling (1979).
Menurut pengakuannya Ellis sendiri, corak konseling Rational Emotive Terapi (disingkat RET) berasal dari aliran pendekatan Kognitif Behavioristik. Banyak buku yang telah terbit mengenai tata cara memberikan konseling kepada diri sendiri, mengambil inspirasi dari gerakan RET, misalnya J. Lembo, Help Yourself, yang telah disadur pula kedalam bahasa Indonesia dengan judul Berusahalah Sendiri (1980).
Corak konseling RET berpangkal pada beberapa keyakinan tentang martabat manusia dan tentang proses manusia dapat mengubah diri, yang sebagian bersifat filsafat dan sebagian lagi bersifat psikologis, yaitu:
a. Manusia adalah mahluk yang manusiawi, artinya dia bukan superman dan juga bukan mahluk yang kurang dari seorang manusia. Manusia mempunyai kekurangan dan keterbatasan, yang mereka atasi sampai taraf tertentu. Selama manusia hidup di dunia ini, dia harus berusaha untuk menikmatinya sebaik mungkin.
b. Perilaku manusia sangat dipengaruhi oleh bekal keturunan atau pembawaan, tetapi sekaligus juga tergantung dari pilihan-pilihan yang dibuat sendiri. Nilai-nilai kehidupan (values) untuk sebagian ditentukan baginya.
c. Hidup secara rasional berarti berpikir, berperasaan, dan berperilaku sedemikian rupa, sehingga kebahagiaan hidup dapat dicapai secara efisien dan efektif. Bilamana orang berpikir, berperasaan dan berperilaku sedemikian rupa, sehingga segala tujuan yang dikejar tidak tercapai, mereka ini hidup secara tidak rasional. Dengan demikian berpikir rasional menunjuk pada akal sehat, sehingga sungguh-sungguh membantu mencapai kebahagiaan di hidup ini. Orang yang tidak mencapai kebahagian itu harus mempersalahkan dirinya sendiri karena tidak menggunakan akal sehatnya secara semestinya.
d. Manusia memiliki kecenderungan yang kuat untuk hidup secara rasional dan sekaligus untuk hidup secara tidak rasional. Dia dapat berpikir dengan akal sehat, tetapi dapat juga berpikir salah.
e. Orang kerap berpegang pada setumpuk keyakinan yang sebenarnya kurang masuk akal atau irrasional (irationalbeliefs), yang ditanamkan sejak kecil dalam lingkungan kebudayaan atau diciptakan sendiri. Mungkin juga keyakinan-keyakinan itu merupakan gabungan dari pengaruh lingkungan sosial dan gagasannya sendiri. Tumpukan keyakinan irasional cenderung untuk bertahan lama, bahkan orang cenderung memperkuatnya sendiri dengan berbagai dalih. Albert Ellis sendiri mengakui mula-mula merumuskan 11 keyakinan irasional yang dianggapnya dipegang oleh banyak orang, tetapi kemudian ditinjau kembali. Jumlah itu dikurangi sampai tiga keyakinan dasar yang irasional, yaitu tiga keharusan yang disampaikan oleh orang kepada dirinya sendiri:
Teapi Emotif Rasional yang dikembangkan oleh Albert Ellis merupakan bagian dari terapi CBT (cognitive behavioral therapy) lebih banyak kesamaannya dengan terapi-terapi yang berorientasi kognitif-tingkah laku-tindakan dalam arti menitik beratkan pada proses berpikir, menilai, memuuskan, menganalisa dan bertindak. Konsep-konsep Teapi Emotif Rasional membangkitkan sejumlah pertanyaan yang sebaiknya, seperti: Apakah pada dasarnya psikoterapi merupakan proses reduksi? Apakah sebaiknya terapis berfungsi terutama sebagai guru? Apakah pantas para terapis menggunakan propaganda, persuasi, dan saran-saran yang sangat direktif? Sampai mana membebaskan keefektifan usaha membebaskan para klien dari “keyakinan-keyakinan irasional” nya dengan menggunakan logika, nasihat, informasi, dan penafsiran-penafsiran.
Teapi Emotif Rasional adalah aliran psikoterapi yang berlandaskan asumsi bahwa manusia dilahirkan dengan potensi, baik untuk berpikir rasional dan jujur maupun untuk berpikir irasional dan jahat. Manusia memiliki kecenderungan –kecenderungan untuk memelihara diri, berbahagia, berpikir dan mengatakan, mencintai, bergabung dengan orang lain, serta tumbuh dan mengaktualkan diri. Akan tetapi manusia juga memiliki kecenderungan-kecenderungan ke arah menghancurkan diri, menghindari pemikiran, berlambat-lambat, menyesali kesalahan-kesalahan yang tidak berkesudahan, takhayul, intoleransi, perfeksionisme dan mencela diri serta menghindari pertumbuhan dan aktualisasi diri. Manusia pun berkecenderungan untuk terpaku pada pola-pola tingkah laku lama yang disfungional dan mencari berbagai cara untuk terlibat dalam sabotase diri.
Pandangan pendekatan rasional emotif tentang kepribadian dapat dikaji dari konsep-konsep kunci teori Albert Ellis : ada tiga pilar yang membangun tingkah laku individu, yaitu Antecedent event, Belief, dan Emotional consequence. Kerangka pilar ini yang kemudian dikenal dengan konsep atau teori ABC.
Antecedent event (A) yaitu segenap peristiwa luar yang dialami atau memapar individu. Peristiwa pendahulu yang berupa fakta, kejadian, tingkah laku, atau sikap orang lain. Perceraian suatu keluarga, kelulusan bagi siswa, dan seleksi masuk bagi calon karyawan merupakan antecendent event bagi seseorang.
Belief (B) yaitu keyakinan, pandangan, nilai, atau verbalisasi diri individu terhadap suatu peristiwa. Keyakinan seseorang ada dua macam, yaitu keyakinan yang rasional (rational belief atau rB) dan keyakinan yang tidak rasional (irrasional belief atau iB). Keyakinan yang rasional merupakan cara berpikir atau system keyakinan yang tepat, masuk akal, bijaksana, dan kerana itu menjadi prosuktif. Keyakinan yang tidak rasional merupakan keyakinan ayau system berpikir seseorang yang salah, tidak masuk akal, emosional, dan keran itu tidak produktif.
Emotional consequence (C) merupakan konsekuensi emosional sebagai akibat atau reaksi individu dalam bentuk perasaan senang atau hambatan emosi dalam hubungannya dengan antecendent event (A). Konsekuensi emosional ini bukan akibat langsung dari A tetapi disebabkan oleh beberapa variable antara dalam bentuk keyakinan (B) baik yang rB maupun yang iB.
2. Tujuan Terapi Emotif Rasional
Tujuan utama dari terapi ini yaitu meminimalkan pandangan yang mengalahkan diri dari klien dan membantu klien untuk memperoleh filsafat hidup yang lebih realistik. Terapi ini mendorong suatu reevaluasi filosofis dan ideologis berlandaskan asumsi bahwa masalah-masalah manusia berakar secara filosofis, dengan demikian Terapi Emotif Rasional tidak diarahkan semata-mata pada penghapusan gejala (Ellis, 1967, hlm, 85;1973a, hlm. 172), tetapi untuk mendorong klien agar menguji secara kritis nilai-nilai dirinya yang paling dasar. Jika masalah yang dihadirkan oleh klien adalah ketakutan atas kegagalan dalam perkawinan misalnya, maka sasaran yang dituju oleh seorang terapis bukan hanya pengurangan ketakutan yang spesifik itu, melainkan penanganan atas rasa takut gagal pada umumnya. TRE bergerak ke seberang penghapusan gejala, dalam arti tujuan utama.
Ringkasnya, proses terapeutik utama TRE dilaksanakan dengan suatu maksud utama yaitu: membantu klien untuk membebaskan diri dari gagasan-gagasan yang tidak logis dan untuk belajar gagasan-gagasan yang logis sebagai penggantinya. Sasarannya adalah menjadikan klien menginternalisasikan suatu filsafat hidup yang rasional sebagaimana dia menginternalisasikan keyakinan-keyakinan dogmatis yang irasional dan takhayul yang berasal dari orang tuanya maupun dari kebudayaannya.
Untuk mencapai tujuan-tujuan diatas, terapis memiliki tugas-tugas yang spesifik. Langkah pertama adalah menunjukkan kepada klien bahwa masalah yang dihadapinya berkaitan dengan keyakinan-keyakinan irasionalnya, menunjukkan bagaimana klien mengembangkan nilai-nilai dan sikap-sikapnya, dan menunjukkan secara kognitif bahwa klien telah memasukan banyak “keharusan”, “sebaiknya”, dan “semestinya”. Klien harus belajar memisahkan keyakinan-keyakinannya yang rasional dari keyakinan-keyakinan irasionalnya. Agar klien mencapai kesadaran, terapis berfungsi sebagai kontrapropogandis yang menentang propaganda yang mengalahkan diri yang oleh klien pada mulanya diterima tanpa ragu sebagai kebenaran. Terapis mendorong, membujuk, dan suatu saat bahkan memerintah klien agar agar terlibat dalam kegiatan-kegiatan yang akan bertindak sebagai agen-agen kontra propoganda.
Langkah kedua adalah membawa klien ke-seberang tahap kesadaran dengan menunjukkan bahwa dia sekarang mempertahankan gangguan-gangguan emosional untuk tetap aktif dengan terus menerus berpikir secara tidak logis dan dengan mengulang-ulang kalimat-kalimat yang mengalahkan diri dan yang mengekalkan pengaruh masa kanak-kanak. Dengan perkataan lain, karena klien tetap mereindoktrinasi diri, maka dia bertanggung jawab atas masalah-masalahnya sendiri. Terapis tidak hanya cukup menunjukkan kepada klien bahwa Dia memiliki proses-proses yang tidak logis, sebab klien cenderung mengatakan, ”sekarang saya mengerti bahwa saya memiliki ketakutan akan kegagalan dan bahwa ketakutan ini berlebihan dan tidak realistis”.
Untuk melangkah ke seberang pengakuan klien atas pikiran-pikiran dan perasaan-perasaan irasionalnya, terapis mengambil langkah ketiga, yakni berusaha agar klien memperbaiki pikiran-pikirannya dan meninggalkan gagasan-gagasan irasionalnya. TRE berasumsi bahwa keyakinan-keyakinan yang tidak logis itu berakar dalam sehingga biasanya klien tidak bersedia mengubahnya sendiri. Terapis harus membantu klien untuk memahami hubungan antara gagasan-gagasan yang mengalahkan diri dan filsafat-filsafatnya yang tidak realistis yang menjurus pada lingkaran setan proses penyalahan diri. Jadi langkah terakhir dari proses terapeutik adalah menantang klien untuk mengembangkan filsafat-filsafat hidup yang rasional sehingga dia bisa menghindari kemungkinan menjadi korban keyakinan-keyakinan yang irasional.
Menangani masalah-maslah atau gejala-gejala yang spesifik saja tidak menjamin bahwa masalah-masalah lain tidak akan muncul. Yang kemudian diharapkan adalah terapis menyerang inti pikiran irasional dan mengajari klien bagaimana menggantikan keyakinan-keyakinan dan sikap-sikap yang irasional dengan yang rasional.
Terapis yang bekerja dalam kerangka TRE fungsinya berbeda dengan kebanyakan terapis yang lebih konvensional. Karena TRE pada dasarnya adalah suatu proses terapeutik kognitif dan behavioral yang aktif dan direktif. TRE adalah suatu proses edukatif, dan tugas utama terapis adalah mengajari klien cara-cara memahami dan mengubah diri. Terapis terutama menggunakan metodologi yang gencar, sangat direktif, dan persuasif yang menekankan aspek-aspek kognitif. Rllis (1973ÂŞ,hlm.185) memberikan suatu gambaran tentang apa yang dilakukan oleh terapis TRE sebagai berikut:
a. Mengajak klien untuk berpikir tentang beberapa gagasan dasar yang irasional yang telah memotivasi banyak gangguan tingkah laku;
b. Menantang klien untuk menguji gagasan-gagasanya;
c. Menunjukkkan kepada klien ketidaklogisan pemikirannya;
d. Menggunakan suatu analisis logika untuk meminimalkan keyakinan-keyakinan irasional klien;
e. Menunjukkan bahwa keyakinan-keyakinan itu tidak ada gunanya dan bagaimana keyakinan akan mengakibatkan gangguan-gangguan emosional dan tingkah laku di masa depan;
f. Menggunakan absurditas dan humor untuk menghadapi irasionalitas pikiran klien;
g. Menerangkan bagaimana gagasan-gagasan yang irasional bisa diganti dengan gagasan-gagasan yang rasional yang memiliki landasan empiris;
h. Mengajari klien bagaimana menerapkan pendekatan ilmiah pada cara berpikir sehingga klien bisa mengamati dan meminimalkan gagasan-gagasan yang irasional dan kesimpulan-kesimpulan yang tidak logis sekarang maupun pada masa yang akan datang, yang telah mengekalkan cara-cara merasa dan berperilaku yang dapat merusak diri.
3. Penerapan Teknik-Teknik Dan Prosedur-Prosedur Terapeutik Rasional Emotif
TRE memberikan keleluasaan kepada pempraktek untuk menjadi eklektik. Sebagian besar sistem psikoterapi mengandaikan suatu kondisi tunggal yang diperlukan bagi pengubahan kepribadian. Ellis (1976, hlm 89), berpendapat bahwa mungkin tidak ada kondisi tunggal atau sekumpulan kondisi yang memadai dan yang esensial bagi terjadinya suatu perubahan. TRE menandaskan bahwa orang-orang bisa mengalami perubahan melalui banyak jalan yang berbeda seperti memiliki pengalaman-pengalaman hidup yang berarti, belajar tentang pengalaman-pengalaman, orang lain, memasuki hubungan dengan terapis, menonton film, mendengarkan rekaman-rekaman, mempraktekkan pekerjaan rumah yang spesifik, melibatkan diri dalam korespondensi melalui saluran-saluran TRE, menghabiskan waktu sendirian untuk berpikir dan meditasi, dan dengan banyak cara lain untuk menentukan perubahan kepribadian yang tahan lama.
Teknik TRE yang esensial adalah mengajar secara aktif-direktif. Segera setelah terapi dimulai, terapis memainkan peran sebagai pengajar yang aktif untuk mereeduksi klien. Dalam hal ini teknik-teknik yang dapat digunakan dalam terapi ini meliputi diantaranya: pelaksanaan pekerjaan rumah (home task/work) dimana pada pelaksnaannya klien diajarkan dan disuruh untuk melaksanakan pekerjaan-pekerjaan rumah yang dapat dilakukannya seperti kedisiplinan waktu, merapihkan tempat tidur, melaksanakan komunikasi dan relasi yang positif (produktif), desensitiasi, pengkondisian operan, hipnoterapi dan latihan asertif.
4. Penerapan TRE pada Terapi Individual
Ellis (1973ÂŞ, hlm. 192) menyatakan bahwa pada penanganan terapi individual pada pelaksanaannya diharapkan memiliki satu sesi dalam setiap minggunya dengan jumlah antara lima sampai lima puluh sesi. Dimana pada pelaksanaan terapi ini klien diharapkan mulai dengan mendiskusikan masalah-masalah yang paling menekan dan menjabarkan perasaan-perasaan yang paling membingungkan dirinya. Kemudian terapis juga mengajak klien untuk melihat keyakinan-keyakinan irasional yang diasosiasikan dengan kejadian-kejadian pencetus dan mengajak klien untuk mengatasi keyakinan-keyakinan irasionalnya dengan menugaskan kegiatan pekerjaan rumah yang akan membantu klien untuk cecara langsung melumpuhkan gagasan-gagasan irasionalnya itu serta membantu klien dalam mempraktekkan cara-cara hidup yang lebih rasional.
Setiap minggu terapis memerikasa kemajuan kliennya dan klien secara sinambung belajar mengatasi keyakinan-keyakinan irasionalnya sampai ia lebih dari sekedar menghilangkan gejala-gejala, yakni sampai mereka belajar cara-cara hidup yang lebih toleran dan rasional.
5. Teknik-Teknik Terapi Emotif Rasional (Emotif)
a. Assertive adaptive
Teknik yang digunakan untuk melatih, mendorong, dan membiasakan klien untuk secara terus-menerus menyesuaikan dirinya dengan tingkah laku yang diinginkan. Latihan-latihan yang diberikan lebih bersifat pendisiplinan diri klien.
b. Bermain peran
Teknik untuk mengekspresikan berbagai jenis perasaan yang menekan (perasaan-perasaan negatif) melalui suatu suasana yang dikondisikan sedemikian rupa sehingga klien dapat secara bebas mengungkapkan dirinya sendiri melalui peran tertentu.
c. Imitasi
Teknik untuk menirukan secara terus menerus suatu model tingkah laku tertentu dengan maksud menghadapi dan menghilangkan tingkah lakunya sendiri yang negatif.
Tokoh dalam teori ini adalah Albert Ellis yang dikenal dengan Rational Emotive Therapy (R.E.T). Salah satu teori utama mengenai kepribadian yang ditemukan oleh Albert Ellis dan para penganut Rational Emotive therapy dikenal dengan “Teori A-B-C-D-E). teori ini merupakan sentral dari teori dan praktek RET. Secara umum dijelaskan dalam bagan sebagai berikut :
Komponen Proses
A Activity / action / agent
Hal-hal, situasi, kegiatan atau peristiwa yang mengawaliatau yang mengerakkan individu. (antecedent or activating event) External event
Kejadian diluar atau sekitar individu
iB
Rb Irrational Beliefs, yakni keyakinan-keyakinan irasional atau tidak layak terhadap kejadian eksternal (A)
Rational Beliefs, yakni keyakinan-keyakinan yang rasional atau layak dan secara empirik mendukung kejadian eksternal (A) Self verbalization
Terjadi dalam diri individu, yakni apa yang terus mnenerus ia katakan berhubungan dengan A terhadap dirinya
iC
Rc Irrational Consequences, yaitu konsekuensi-konsekuensi yang tidak layak yang berasal dari (A)
Rational or reasonable Consequences, yakni konsekuensi-konsekuensi rasional atau layak yang dianggap berasal dari rB=keyakinan yang rasional Rational Beliefs, yakni keyakinan-keyakinan yang rasional atau layak secara empirik mendukung kejadian-kejadian eksternal (A)
D Dispute irrational beliefs, yakni keyakinan-keyakinan irasional dalam diri individu saling bertentangan (disputing) Validate or invalidate self-verbalization : yakni suatu proses self-verbalization dalam diri individu, apakah valid atau tidak.
CE Cognitive Effect of Disputing,yakni efek kognitif yang terjadi dari pertentangan (dispating) dalam keyakinan-keyakinan irasional. Change self-verbalization, terjadinya perubahan dalam verbalisasi dari pada individu.
BE Behavioral Effect of Disputing yakni efek dalam perilaku yang terjadi dalam pertentangan dalam keyakinan-keyakinan irasional diatas. Change Behavior, yakni terjadinya perubahan perilaku dalam diri individu
REFERENSI :
Corey, Gerald. (2009). Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi. Bandung: Refika Aditama.
Gunarsa, Singgih D. (2000). Konseling Dan Psikoterapi. Jakarta: BPK Gunung Mulia.
http://fromapieceofdiary.blogspot.com/2012/04/rational-emotive-therapy-atau-teori.html
Kelas : 3PA01
NPM : 14510946
1. Pengertian Terapi
Istilah Terapi Emotif Rasional (TRE / RET---Rational Emotion Therapy) sukar digantikan dengan istilah bahasa Indonesia yang mengena; paling-paling dapat dideskripsikan dengan mengatakan: corak konseling yang menekankan kebersamaan dan interaksi antara berpikir dan akal sehat (rational thingking, berperasaan (emoting), dan berperilaku (acting), serta sekaligus menekankan bahwa suatu perubahan yang mendalam dalam cara berpikir dapat menghasilkan perubahan yang berarti dalam cara berperasaan dan berperilaku. Maka, orang yang mengalami gangguan dalam alam perasaannya, harus dibantu untuk meninjau kembali cara berpikir dan memanfaatkan akal sehat.
Pelopor dalam sekaligus promoter utama corak konseling ini adalah Albert Ellis, yang telah banyak menerbitkan banyak karangan dan buku, antara lain buku yang berjudul Reason and Emotion in Psychotherapy (1962), A New Guide to Rational Living (1975), serta karangan Burks Theories of Counselling yang berjudul The Rational Emotive Approach to Counselling dalam buku Burks Theories of Counselling (1979).
Menurut pengakuannya Ellis sendiri, corak konseling Rational Emotive Terapi (disingkat RET) berasal dari aliran pendekatan Kognitif Behavioristik. Banyak buku yang telah terbit mengenai tata cara memberikan konseling kepada diri sendiri, mengambil inspirasi dari gerakan RET, misalnya J. Lembo, Help Yourself, yang telah disadur pula kedalam bahasa Indonesia dengan judul Berusahalah Sendiri (1980).
Corak konseling RET berpangkal pada beberapa keyakinan tentang martabat manusia dan tentang proses manusia dapat mengubah diri, yang sebagian bersifat filsafat dan sebagian lagi bersifat psikologis, yaitu:
a. Manusia adalah mahluk yang manusiawi, artinya dia bukan superman dan juga bukan mahluk yang kurang dari seorang manusia. Manusia mempunyai kekurangan dan keterbatasan, yang mereka atasi sampai taraf tertentu. Selama manusia hidup di dunia ini, dia harus berusaha untuk menikmatinya sebaik mungkin.
b. Perilaku manusia sangat dipengaruhi oleh bekal keturunan atau pembawaan, tetapi sekaligus juga tergantung dari pilihan-pilihan yang dibuat sendiri. Nilai-nilai kehidupan (values) untuk sebagian ditentukan baginya.
c. Hidup secara rasional berarti berpikir, berperasaan, dan berperilaku sedemikian rupa, sehingga kebahagiaan hidup dapat dicapai secara efisien dan efektif. Bilamana orang berpikir, berperasaan dan berperilaku sedemikian rupa, sehingga segala tujuan yang dikejar tidak tercapai, mereka ini hidup secara tidak rasional. Dengan demikian berpikir rasional menunjuk pada akal sehat, sehingga sungguh-sungguh membantu mencapai kebahagiaan di hidup ini. Orang yang tidak mencapai kebahagian itu harus mempersalahkan dirinya sendiri karena tidak menggunakan akal sehatnya secara semestinya.
d. Manusia memiliki kecenderungan yang kuat untuk hidup secara rasional dan sekaligus untuk hidup secara tidak rasional. Dia dapat berpikir dengan akal sehat, tetapi dapat juga berpikir salah.
e. Orang kerap berpegang pada setumpuk keyakinan yang sebenarnya kurang masuk akal atau irrasional (irationalbeliefs), yang ditanamkan sejak kecil dalam lingkungan kebudayaan atau diciptakan sendiri. Mungkin juga keyakinan-keyakinan itu merupakan gabungan dari pengaruh lingkungan sosial dan gagasannya sendiri. Tumpukan keyakinan irasional cenderung untuk bertahan lama, bahkan orang cenderung memperkuatnya sendiri dengan berbagai dalih. Albert Ellis sendiri mengakui mula-mula merumuskan 11 keyakinan irasional yang dianggapnya dipegang oleh banyak orang, tetapi kemudian ditinjau kembali. Jumlah itu dikurangi sampai tiga keyakinan dasar yang irasional, yaitu tiga keharusan yang disampaikan oleh orang kepada dirinya sendiri:
Teapi Emotif Rasional yang dikembangkan oleh Albert Ellis merupakan bagian dari terapi CBT (cognitive behavioral therapy) lebih banyak kesamaannya dengan terapi-terapi yang berorientasi kognitif-tingkah laku-tindakan dalam arti menitik beratkan pada proses berpikir, menilai, memuuskan, menganalisa dan bertindak. Konsep-konsep Teapi Emotif Rasional membangkitkan sejumlah pertanyaan yang sebaiknya, seperti: Apakah pada dasarnya psikoterapi merupakan proses reduksi? Apakah sebaiknya terapis berfungsi terutama sebagai guru? Apakah pantas para terapis menggunakan propaganda, persuasi, dan saran-saran yang sangat direktif? Sampai mana membebaskan keefektifan usaha membebaskan para klien dari “keyakinan-keyakinan irasional” nya dengan menggunakan logika, nasihat, informasi, dan penafsiran-penafsiran.
Teapi Emotif Rasional adalah aliran psikoterapi yang berlandaskan asumsi bahwa manusia dilahirkan dengan potensi, baik untuk berpikir rasional dan jujur maupun untuk berpikir irasional dan jahat. Manusia memiliki kecenderungan –kecenderungan untuk memelihara diri, berbahagia, berpikir dan mengatakan, mencintai, bergabung dengan orang lain, serta tumbuh dan mengaktualkan diri. Akan tetapi manusia juga memiliki kecenderungan-kecenderungan ke arah menghancurkan diri, menghindari pemikiran, berlambat-lambat, menyesali kesalahan-kesalahan yang tidak berkesudahan, takhayul, intoleransi, perfeksionisme dan mencela diri serta menghindari pertumbuhan dan aktualisasi diri. Manusia pun berkecenderungan untuk terpaku pada pola-pola tingkah laku lama yang disfungional dan mencari berbagai cara untuk terlibat dalam sabotase diri.
Pandangan pendekatan rasional emotif tentang kepribadian dapat dikaji dari konsep-konsep kunci teori Albert Ellis : ada tiga pilar yang membangun tingkah laku individu, yaitu Antecedent event, Belief, dan Emotional consequence. Kerangka pilar ini yang kemudian dikenal dengan konsep atau teori ABC.
Antecedent event (A) yaitu segenap peristiwa luar yang dialami atau memapar individu. Peristiwa pendahulu yang berupa fakta, kejadian, tingkah laku, atau sikap orang lain. Perceraian suatu keluarga, kelulusan bagi siswa, dan seleksi masuk bagi calon karyawan merupakan antecendent event bagi seseorang.
Belief (B) yaitu keyakinan, pandangan, nilai, atau verbalisasi diri individu terhadap suatu peristiwa. Keyakinan seseorang ada dua macam, yaitu keyakinan yang rasional (rational belief atau rB) dan keyakinan yang tidak rasional (irrasional belief atau iB). Keyakinan yang rasional merupakan cara berpikir atau system keyakinan yang tepat, masuk akal, bijaksana, dan kerana itu menjadi prosuktif. Keyakinan yang tidak rasional merupakan keyakinan ayau system berpikir seseorang yang salah, tidak masuk akal, emosional, dan keran itu tidak produktif.
Emotional consequence (C) merupakan konsekuensi emosional sebagai akibat atau reaksi individu dalam bentuk perasaan senang atau hambatan emosi dalam hubungannya dengan antecendent event (A). Konsekuensi emosional ini bukan akibat langsung dari A tetapi disebabkan oleh beberapa variable antara dalam bentuk keyakinan (B) baik yang rB maupun yang iB.
2. Tujuan Terapi Emotif Rasional
Tujuan utama dari terapi ini yaitu meminimalkan pandangan yang mengalahkan diri dari klien dan membantu klien untuk memperoleh filsafat hidup yang lebih realistik. Terapi ini mendorong suatu reevaluasi filosofis dan ideologis berlandaskan asumsi bahwa masalah-masalah manusia berakar secara filosofis, dengan demikian Terapi Emotif Rasional tidak diarahkan semata-mata pada penghapusan gejala (Ellis, 1967, hlm, 85;1973a, hlm. 172), tetapi untuk mendorong klien agar menguji secara kritis nilai-nilai dirinya yang paling dasar. Jika masalah yang dihadirkan oleh klien adalah ketakutan atas kegagalan dalam perkawinan misalnya, maka sasaran yang dituju oleh seorang terapis bukan hanya pengurangan ketakutan yang spesifik itu, melainkan penanganan atas rasa takut gagal pada umumnya. TRE bergerak ke seberang penghapusan gejala, dalam arti tujuan utama.
Ringkasnya, proses terapeutik utama TRE dilaksanakan dengan suatu maksud utama yaitu: membantu klien untuk membebaskan diri dari gagasan-gagasan yang tidak logis dan untuk belajar gagasan-gagasan yang logis sebagai penggantinya. Sasarannya adalah menjadikan klien menginternalisasikan suatu filsafat hidup yang rasional sebagaimana dia menginternalisasikan keyakinan-keyakinan dogmatis yang irasional dan takhayul yang berasal dari orang tuanya maupun dari kebudayaannya.
Untuk mencapai tujuan-tujuan diatas, terapis memiliki tugas-tugas yang spesifik. Langkah pertama adalah menunjukkan kepada klien bahwa masalah yang dihadapinya berkaitan dengan keyakinan-keyakinan irasionalnya, menunjukkan bagaimana klien mengembangkan nilai-nilai dan sikap-sikapnya, dan menunjukkan secara kognitif bahwa klien telah memasukan banyak “keharusan”, “sebaiknya”, dan “semestinya”. Klien harus belajar memisahkan keyakinan-keyakinannya yang rasional dari keyakinan-keyakinan irasionalnya. Agar klien mencapai kesadaran, terapis berfungsi sebagai kontrapropogandis yang menentang propaganda yang mengalahkan diri yang oleh klien pada mulanya diterima tanpa ragu sebagai kebenaran. Terapis mendorong, membujuk, dan suatu saat bahkan memerintah klien agar agar terlibat dalam kegiatan-kegiatan yang akan bertindak sebagai agen-agen kontra propoganda.
Langkah kedua adalah membawa klien ke-seberang tahap kesadaran dengan menunjukkan bahwa dia sekarang mempertahankan gangguan-gangguan emosional untuk tetap aktif dengan terus menerus berpikir secara tidak logis dan dengan mengulang-ulang kalimat-kalimat yang mengalahkan diri dan yang mengekalkan pengaruh masa kanak-kanak. Dengan perkataan lain, karena klien tetap mereindoktrinasi diri, maka dia bertanggung jawab atas masalah-masalahnya sendiri. Terapis tidak hanya cukup menunjukkan kepada klien bahwa Dia memiliki proses-proses yang tidak logis, sebab klien cenderung mengatakan, ”sekarang saya mengerti bahwa saya memiliki ketakutan akan kegagalan dan bahwa ketakutan ini berlebihan dan tidak realistis”.
Untuk melangkah ke seberang pengakuan klien atas pikiran-pikiran dan perasaan-perasaan irasionalnya, terapis mengambil langkah ketiga, yakni berusaha agar klien memperbaiki pikiran-pikirannya dan meninggalkan gagasan-gagasan irasionalnya. TRE berasumsi bahwa keyakinan-keyakinan yang tidak logis itu berakar dalam sehingga biasanya klien tidak bersedia mengubahnya sendiri. Terapis harus membantu klien untuk memahami hubungan antara gagasan-gagasan yang mengalahkan diri dan filsafat-filsafatnya yang tidak realistis yang menjurus pada lingkaran setan proses penyalahan diri. Jadi langkah terakhir dari proses terapeutik adalah menantang klien untuk mengembangkan filsafat-filsafat hidup yang rasional sehingga dia bisa menghindari kemungkinan menjadi korban keyakinan-keyakinan yang irasional.
Menangani masalah-maslah atau gejala-gejala yang spesifik saja tidak menjamin bahwa masalah-masalah lain tidak akan muncul. Yang kemudian diharapkan adalah terapis menyerang inti pikiran irasional dan mengajari klien bagaimana menggantikan keyakinan-keyakinan dan sikap-sikap yang irasional dengan yang rasional.
Terapis yang bekerja dalam kerangka TRE fungsinya berbeda dengan kebanyakan terapis yang lebih konvensional. Karena TRE pada dasarnya adalah suatu proses terapeutik kognitif dan behavioral yang aktif dan direktif. TRE adalah suatu proses edukatif, dan tugas utama terapis adalah mengajari klien cara-cara memahami dan mengubah diri. Terapis terutama menggunakan metodologi yang gencar, sangat direktif, dan persuasif yang menekankan aspek-aspek kognitif. Rllis (1973ÂŞ,hlm.185) memberikan suatu gambaran tentang apa yang dilakukan oleh terapis TRE sebagai berikut:
a. Mengajak klien untuk berpikir tentang beberapa gagasan dasar yang irasional yang telah memotivasi banyak gangguan tingkah laku;
b. Menantang klien untuk menguji gagasan-gagasanya;
c. Menunjukkkan kepada klien ketidaklogisan pemikirannya;
d. Menggunakan suatu analisis logika untuk meminimalkan keyakinan-keyakinan irasional klien;
e. Menunjukkan bahwa keyakinan-keyakinan itu tidak ada gunanya dan bagaimana keyakinan akan mengakibatkan gangguan-gangguan emosional dan tingkah laku di masa depan;
f. Menggunakan absurditas dan humor untuk menghadapi irasionalitas pikiran klien;
g. Menerangkan bagaimana gagasan-gagasan yang irasional bisa diganti dengan gagasan-gagasan yang rasional yang memiliki landasan empiris;
h. Mengajari klien bagaimana menerapkan pendekatan ilmiah pada cara berpikir sehingga klien bisa mengamati dan meminimalkan gagasan-gagasan yang irasional dan kesimpulan-kesimpulan yang tidak logis sekarang maupun pada masa yang akan datang, yang telah mengekalkan cara-cara merasa dan berperilaku yang dapat merusak diri.
3. Penerapan Teknik-Teknik Dan Prosedur-Prosedur Terapeutik Rasional Emotif
TRE memberikan keleluasaan kepada pempraktek untuk menjadi eklektik. Sebagian besar sistem psikoterapi mengandaikan suatu kondisi tunggal yang diperlukan bagi pengubahan kepribadian. Ellis (1976, hlm 89), berpendapat bahwa mungkin tidak ada kondisi tunggal atau sekumpulan kondisi yang memadai dan yang esensial bagi terjadinya suatu perubahan. TRE menandaskan bahwa orang-orang bisa mengalami perubahan melalui banyak jalan yang berbeda seperti memiliki pengalaman-pengalaman hidup yang berarti, belajar tentang pengalaman-pengalaman, orang lain, memasuki hubungan dengan terapis, menonton film, mendengarkan rekaman-rekaman, mempraktekkan pekerjaan rumah yang spesifik, melibatkan diri dalam korespondensi melalui saluran-saluran TRE, menghabiskan waktu sendirian untuk berpikir dan meditasi, dan dengan banyak cara lain untuk menentukan perubahan kepribadian yang tahan lama.
Teknik TRE yang esensial adalah mengajar secara aktif-direktif. Segera setelah terapi dimulai, terapis memainkan peran sebagai pengajar yang aktif untuk mereeduksi klien. Dalam hal ini teknik-teknik yang dapat digunakan dalam terapi ini meliputi diantaranya: pelaksanaan pekerjaan rumah (home task/work) dimana pada pelaksnaannya klien diajarkan dan disuruh untuk melaksanakan pekerjaan-pekerjaan rumah yang dapat dilakukannya seperti kedisiplinan waktu, merapihkan tempat tidur, melaksanakan komunikasi dan relasi yang positif (produktif), desensitiasi, pengkondisian operan, hipnoterapi dan latihan asertif.
4. Penerapan TRE pada Terapi Individual
Ellis (1973ÂŞ, hlm. 192) menyatakan bahwa pada penanganan terapi individual pada pelaksanaannya diharapkan memiliki satu sesi dalam setiap minggunya dengan jumlah antara lima sampai lima puluh sesi. Dimana pada pelaksanaan terapi ini klien diharapkan mulai dengan mendiskusikan masalah-masalah yang paling menekan dan menjabarkan perasaan-perasaan yang paling membingungkan dirinya. Kemudian terapis juga mengajak klien untuk melihat keyakinan-keyakinan irasional yang diasosiasikan dengan kejadian-kejadian pencetus dan mengajak klien untuk mengatasi keyakinan-keyakinan irasionalnya dengan menugaskan kegiatan pekerjaan rumah yang akan membantu klien untuk cecara langsung melumpuhkan gagasan-gagasan irasionalnya itu serta membantu klien dalam mempraktekkan cara-cara hidup yang lebih rasional.
Setiap minggu terapis memerikasa kemajuan kliennya dan klien secara sinambung belajar mengatasi keyakinan-keyakinan irasionalnya sampai ia lebih dari sekedar menghilangkan gejala-gejala, yakni sampai mereka belajar cara-cara hidup yang lebih toleran dan rasional.
5. Teknik-Teknik Terapi Emotif Rasional (Emotif)
a. Assertive adaptive
Teknik yang digunakan untuk melatih, mendorong, dan membiasakan klien untuk secara terus-menerus menyesuaikan dirinya dengan tingkah laku yang diinginkan. Latihan-latihan yang diberikan lebih bersifat pendisiplinan diri klien.
b. Bermain peran
Teknik untuk mengekspresikan berbagai jenis perasaan yang menekan (perasaan-perasaan negatif) melalui suatu suasana yang dikondisikan sedemikian rupa sehingga klien dapat secara bebas mengungkapkan dirinya sendiri melalui peran tertentu.
c. Imitasi
Teknik untuk menirukan secara terus menerus suatu model tingkah laku tertentu dengan maksud menghadapi dan menghilangkan tingkah lakunya sendiri yang negatif.
Tokoh dalam teori ini adalah Albert Ellis yang dikenal dengan Rational Emotive Therapy (R.E.T). Salah satu teori utama mengenai kepribadian yang ditemukan oleh Albert Ellis dan para penganut Rational Emotive therapy dikenal dengan “Teori A-B-C-D-E). teori ini merupakan sentral dari teori dan praktek RET. Secara umum dijelaskan dalam bagan sebagai berikut :
Komponen Proses
A Activity / action / agent
Hal-hal, situasi, kegiatan atau peristiwa yang mengawaliatau yang mengerakkan individu. (antecedent or activating event) External event
Kejadian diluar atau sekitar individu
iB
Rb Irrational Beliefs, yakni keyakinan-keyakinan irasional atau tidak layak terhadap kejadian eksternal (A)
Rational Beliefs, yakni keyakinan-keyakinan yang rasional atau layak dan secara empirik mendukung kejadian eksternal (A) Self verbalization
Terjadi dalam diri individu, yakni apa yang terus mnenerus ia katakan berhubungan dengan A terhadap dirinya
iC
Rc Irrational Consequences, yaitu konsekuensi-konsekuensi yang tidak layak yang berasal dari (A)
Rational or reasonable Consequences, yakni konsekuensi-konsekuensi rasional atau layak yang dianggap berasal dari rB=keyakinan yang rasional Rational Beliefs, yakni keyakinan-keyakinan yang rasional atau layak secara empirik mendukung kejadian-kejadian eksternal (A)
D Dispute irrational beliefs, yakni keyakinan-keyakinan irasional dalam diri individu saling bertentangan (disputing) Validate or invalidate self-verbalization : yakni suatu proses self-verbalization dalam diri individu, apakah valid atau tidak.
CE Cognitive Effect of Disputing,yakni efek kognitif yang terjadi dari pertentangan (dispating) dalam keyakinan-keyakinan irasional. Change self-verbalization, terjadinya perubahan dalam verbalisasi dari pada individu.
BE Behavioral Effect of Disputing yakni efek dalam perilaku yang terjadi dalam pertentangan dalam keyakinan-keyakinan irasional diatas. Change Behavior, yakni terjadinya perubahan perilaku dalam diri individu
REFERENSI :
Corey, Gerald. (2009). Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi. Bandung: Refika Aditama.
Gunarsa, Singgih D. (2000). Konseling Dan Psikoterapi. Jakarta: BPK Gunung Mulia.
http://fromapieceofdiary.blogspot.com/2012/04/rational-emotive-therapy-atau-teori.html
Senin, 15 April 2013
Psikoterapi Pendekatan Analisis Transaksional (AT)
Eric Berne (1910- 1970) adalah psikiater kelahiran Kanada. Dengan latihan psikoanalitis, Eric Berne menentang terhadap apa yang dilihat yaitu kekomplekan psikoanalisa. Berne mengerjakan terapi yang gampang untuk dipahami dan dimengerti oleh orang awam. Hasilnya ialah “transactional analysis” atau TA (analisis transaksional).
Berne merumuskan bahwa kepribadian manusia disusun dari “keadaan ego”, yang merupakan susunan intelek dan emosi saling bertalian. Keadaan ego “Orang Tua” terdiri dari nilai dan nasehat (yang baik) orang tua. Keadaan ego “Orang Dewasa” dibentuk oleh kontak obyektif dengan lingkungan. Dan keadaan ego “Anak” berisi aspek kepribadian spontan yang kekanak- kanakan. Kritik dan kekolotan bertalian dengan orang tua.
Berikut Merupakan Konsep-Konsep Utama Analisis Transaksional :
1) Pandangan tentang sifat manusia
AT berakar pada suatu filsafat yang anti deterministik serta menekankan bahwa manusia sanggup melampaui pengondisia dan pemrograman awal. Disamping AT berpijak pada asumsi-asumsi bahwa orang-orang sanggup memahami putusan-putusan masa lampaunya dan bahwa orang-orang mampu memilih untuk memutuskan ulang. AT meletakkan kepercayaan pada kesanggupan individu untuk tampil diluar pola-pola kebiasaan dan menyeleksi tujuan-tujuan dan tingkah laku baru. Hal ini tidak menyiratkan orangorang terbebas dari pengaruh kekuatan- kekuatan sosial, juga tidak berarti bahwa orang-orang sampai pada putusan hidupnya yang penting itu sepenuhnya oleh dirinya sendiri, tetapi berarti bahwa, bagaimanapun, orang-orang dipengaruhi oleh pengharapanpengharapan dan tuntutan-tuntutan dari orang-orang lain yang berarti, dan putusan-putusan dininyapun dibuat ketika hidup mereka sangat bergantung pada orang lain, tetapi putusan-putusan itu bisa ditinjau dan ditantang dan serta, jika putusan-putusan dininya tidak laik lagi. Bisa dibuat putusan-putusan baru.
2) Perwakilan-perwakilan Ego
Keadaan ego setiap orang mempunyai pembuangan repertoire yang terbatas dari keadaan ego yang dibagi kedalam tiga jenis: yaitu keadaan Orang Tua dipinjam dari figur Orang Tua dan memproduksi kembali perasaan, sikap, tingkah laku, serta tanggapan dari figur tersebut. Keadaaan ego Orang Dewasa berhubungan dengan mengumpulkan dan memproses, serta perkiraan kemungkinan sebagai dasar atas tindakan. Keadaan ego Anak merupaka peninggalan dari masa kanak-kanak individu dan menghasilkan kembali tingkah laku, serta keadaan pikirannya pada keadaan tertentu atau jangka waktu tertentu dari perkembangannya, memakai fasilitas yang ditingkatkan pada pembuangan pada saat dewasa.
3) Skenario-skenario kehidupan dan posisi-posisi psikologis dasar
Skenario-skenario kehidupan adalah ajaran-ajaran orang tua yang kita pelajari dan putusan-putusan awal dibuat oleh kita sebagai anak, yang selanjutnya dibawa oleh kita sebagai orang dewasa. Kita menerima pesanpesan dan dengan demikian kita belajar dan menetapkan – tentang bagaimana kita usia dini. Pesan-pesan verbal dan nonverbal orang tua mengkomunikasika bagaimana mereka melihat kita dan bagaimana mereka merasaka diri kita. Kita membuat putusan-putusan dini yang memberikan andil pada perasaan sebagai pemenang (perasaan “OK”) atau perasaan sebagai orang yang kalah (perasaan “tidak OK”).
Perintah orang tua adalah bagian dari skenario kehidupan kita yang mencakup “harus”, “semestinya”, “lakukan”, “jangan dilakukan”, dan pengharapan-pengharapan orang tua. Kita mempelajari perintah-perintah itu pada usia dini, dan kita juga membuat putusan-putusan tentang bagaimana kita akan merespon orang lain dan bagaiman kita merasakan harga diri kita. Dalam kehidupan dewasa banyak tingkah laku kita yang tumbuh dari bagaimana kita “diskenariokan” dan dari hasil putusan-putusan ini yang kita buat.
Berkaitan dengan konsep-konsep skenario kehidupan, pesan-pesan dan perintah-perintah orang tua, dan putusan-putusan dini itu, adalah konsep dalam AT tentang empat posisi dasar dalam hidup: 1). “Saya OK dan anda OK” 2). “Saya OK dan anda tidak OK” 3). “Saya tidak OK dan anda OK”. 4). “Saya tidak OK dan anda tidak OK”. Masing-masing posisi itu berlandaskan putusan-putusan orang yang dibuat sebagai hasil dari pengalaman dini di masa kanak-kanak. Jika seseorang telah membuat suatu putusan, maka dia pada umumnya akan bertahan pada putusannya itu kecuali jika ada campur tangan (terapi atau kejadian tertentu) yang mengubahnya. Posisi yang sehat adalah dengan perasaan sebagai pemenang atau posisi Saya Ok dan Anda OK. Dalam posisi tersebut dua orang merasa seperti pemenang dan bisa menjalin hubungan langsung yang terbuka. Saya OK dan Anda tidak OK adalah posisi orang-orang yang memproyeksikan masalah-masalahnya kepada orang lain dan mempersalahkan kepada orang lain. Ia adalah posisi yang arogan yang menjauhkan seseorang dari orang lain dan mempertahankan seseorang dari penyingkiran diri.
Saya tidak OK dan Anda OK adalah posisi orang yang mengalami depresi, yang merasa tak kuasa dibanding dengan orang lain, dan yang cenderung menarik diri atau lebih suka memenuhi keinginan orang lain ketimbang keinginannya sendiri. Saya tidak OK dan Anda tidak OK adalah posisi orang-orang yang menyingkirkan semua harapan, yang kehilangan minat hidup, dan melihat hidup sebagai tidak mengandung harapan.
4) Kebutuhan manusia akan belaian
Model aslinya adalah bahwa orang tua yang secara fisik membelai bayinya. Dalam teori AT sebuah belaian merupakan bagian dari suatu perhatian yang melengkapi stimulasi yang optimal kepada individu. Belaian ini merupakan kebutuhan dalam setiap interaksi sosial dan menyehatkan. Belaian ini tidak hanya dibutuhkan dan terjadi pada anak akan tetapi juga pada masa dewasa dan belaian yang diterima atau yang diberiakn akan menguatkan posisi hidup seseorang dan lebih jauh akan memperkuat naskah, fungsi ego, transaksi dan permainanpermainannya.
5) Permainan-permainan yang kita mainkan.
Para pendukung AT mendorong orang-orang untuk mengenali dan memahami perwakilan-perwakilan ego-nya. Alasannya adalah dengan mengakui ketiga perwakilan ego itu, orang-orang bisa membebaskan diri dari putusan-putusan Anak yang telah usang dan dari pesan-pesan Orang Tua yang irasional yang menyulitkan kehidupan mereka. AT mengajari orang bagaimana yang sebaiknya digunakan untuk membuat putusanputusan yang penting bagi kehidupannya. Di samping itu, para tokoh AT mengungkapkan bahwa orang-orang bisa memahami dialog internalnya antara Orang Tua dan Anak. Mereka juga bisa mendengar dan memahamihubungn mereka dengan orang lain. Mereka bisa sadar akan kapan mereka harus terus terang dan kapan mereka harus berbohong pada orang lain.
Dengan menggunakan prinsip-prinsip AT, orang-orang bisa sadar akan jenis belaian yang diperolehnya, dan mereka bisa merubah respon-respon belaian di negatif kepada positif. Mereka juga bisa memberi belaian yang juga mereka butuhkan. Dan jika mereka enggan melakukannya, mereka bisa memastikan bahwa Orang Tua pengritik mereka mendikte mereka agar mereka “jangan” tergila-gila pada diri sendiri. Pendek kata, salah satu sasaran AT adalah membantu orang-orang agar memahami sifat transaksitransaksi mereka dengan orang lain, sehingga mereka bisa merespon orang lain secara langsung, meyeluruh dan akrab. Dari situ kecenderungan kepada permainan bisa dikurangi.
AT memandang permainan-permainan sebagai penukaran belaianbelaian yang mengakibatkan berlarut-larutnya perasaan-perasaan tidak enak.
Permainan-permainan boleh jadi memperlihatkan keakraban. Akan tetapi, orang-orang yang terlibat dalam transaksi-transaksi memainkan permainan menciptakan jarak diantara mereka sendiri dengan menginpersonalkan pasangannya. Transaksi itu sekurang-kurangnya melibatkan dua orang memainka peranan. Transaksi-transaksi permainan akan batal jika salah seorang menjadi sadar bahwa dirinya berada dalam permaianan dan kemudian memutuskan untuk tidak lagi memainkannya. Jadi, langkah pertama untuk membatalkan transaksi permainan adalah menyadari sifat halus permainan. Permainan-permainan yang umum meliputi “Saya yang malang”, “Pahlawan”, “Ya, tapi”, “Jika bukan untuk kamu”, “Lihat apa yang kamu lakukan sehingga aku berbuat !”, “Terganggu”, “Kegaduhan”, dan “Si Tolol”. Para orang tua sering mengunakan serangkaian permainan untuk mengendalikan anaknya, dan anak membalas dengan permainanpermainan yang bahkan lebih berkembang; buktinya, anak-anak sangat ahli dalam menemukan permainan-permainan guna mengindari tugas-tugas. Masalah yang ditimbulkan oleh permainan-permainan itu adalah motif yang tersembunyi tetap terpendam, dan para pemain memperoleh perasaan tidak OK.
Berikut bentuk-bentuk analisis transaksional
Setiap apa yang dikerjakan dan apa yang dikatakan inividu yang satu denga yang lain disebut transaksi. Transaksi dapat terjadi secara verbal (transaksional) dan transaksi non verbal (transaksi psikologik) yang terjadi dalam transaksi yang terselubung.
Ada tiga bentuk transaksi dalam kaitannya denga interaksi yang terjadi antara dua individu, yaitu:
a. Transaksi-transaksi komplementer (saling mengisi)
Transaksi ini dapat terjadi jika antara stimulus dan respon cocok, tepat dan memang yang diharapkan, sehingga transaksi ini akan berjalan lancar.
b. Transaksi silang
Transaksi itu terjadi jika antara stimulus dan respon tidak cocok atau tidak sebagaimana yang diharapkan dan biasanya komunikasi atau interaksi ini akan terganggu.
c. Transaksi terselubung
Transaksi ini terjadi jika antara dua status ego beroperasi bersamasama. Biasanya dapat dirasakan meliputi dewasa diarahkan ke dewasa, akan tetapi meyembunyikan suatu pesan yang sebenarnya. Misalnya dewasa ke anak, atau orang tua ke anak.34
Berikut merupakan dasar dan tujuan terapi
Dasar tujuan dari AT adalah membantu pihak klien dalam rangka membuat keputusan baru. Yaitu tentang tingkah lakunya sekarang yang diarahkan pada kehidupannya, caranya dengan jalan membantu klien untuk mendapatkan kesadaran tentang bagaimana klien menghadapi masalahnya yang berkaitan dengan kebebasan memilih dan memberikan pilihan untuk menentukan cara hidupnya.
Berikut teknik-teknik terapi analisis transaksional
1) Analisis strutural
Analisis struktural adalah suatu cara yang dapat menjadikan individu sadar tentang isi dan fungsi dari status egonya (orang tuadewasa dan anak). Di dalam AT, klien belajar bagaimana mengidentifikasi status egonya. AT di sini membantu klien untuk menyelesaikan kembali pola-pola yang individu rasakan mengganggu, kemudian klien disuruh untuk menyatakan keluar status egonya.
2) Metode belajar
Oleh karena AT mendasarkan pada aspek kognitif, maka proses belajar mengajar merupakan dasar dari pendekatannya. Anggota kelompok AT diharapkan akan kenal dengan analisis strukural dan menguasai dasar dari status ego orang tua, dewasa dan anak.
3) Kursi kosong
Kursi kosong adalah suatu prosedur yang sesuai analisi struktural. Bagaimana kursi kosong itu dijalankan ? Umpamanya seorang klien mengalami kesulitan dalam menghadapi boss-nya (ego Orang Tua). Klien diminta untuk membayangkan bahwa seseorang tengah duduk di sebuah kursi dihadapannya dan mengajaknya berdialog. Prosedur ini memberikan kesempatan pada klien untuk menyatakan pikiran-pikiran, perasaan-perasaan dan sikap-sikapnya selama ia menjalankan peran-peran perwakilan-perwakilan egonya. Klien tidak hanya mempertajam kesadarannya, dalam kasus ini ego Orang Tuanya, tetapi juga kedua ego lainnya (Anak dan Orang Dewasa) yang biasanya memiliki ciri-ciri tertentu dalam hubungannya dengan keadaan yang dibayangkan. Teknik kursi kosong bisa digunakan oleh orang-orang yang mengalami konflikkonflik internal yang hebat guna memperoleh fokus yang tajam dan pegangan yang konkret bagi upaya pemecahan.
4) Permainan peran
Prosedur AT dapat juga digunakan dengan teknik-teknik psikodrama atau role playing. Di dalam terapi kelompok situasi-situasi di dalam role playing dapat melibatkan anggota yang lain. Kemungkinan yang terjadi anggota kelompok yang lain menggunakan status ego tertentu yang berkaitan dengan masalah dengan klien dan klien berbicara dengan anggota tersebut. Kemungkinan dalam psikodrama ada anggota yang menggunakan status ego tertentu dan tidak mau berubah, maka dalam situasi ini klien dapat memberikan reaksinya dalam tingkah laku yang ditampakkan dalam kelompok
5) Family Modelling
Ini merupakan suatu teknik lain yang dapat digunakan untuk analisis struktural, terutama bagi klien yang selalu menggunakan status ego tertentu. Didalam teknik ini klien disuruh untuk membayangkan yang melibatkan banyak individu, mungkin yang berhubungan dengan pengalaman masa lalu atau dirinya; misalnya dirinya sebagai direktur, produser atau aktor. Klien menetapkan situasi dan menggunakan anggota lain dari kelompoknya sebagai anggota keluarga. Kemudian dari analisis didiskusikan dan dievaluasi dengan kesadaran yang penuh atas situasi yang spesifik dan arti dirinya.
6) Analysis of Ritual and Past Time
Analisis permainan merupakan aspek yang penting dalam mengetahui transaksi yang sebenarnya dengan orang lain. Di dalam hal ini perlu diobervasi dan diketahui bagaimana permainan dimainkan dan belaian apa yang diterima, bagaimana keadaan permainan itu, apakah ada jarak dan apa diiringi dengan keakraban.
sumber :
http://library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/10/jtptiain-gdl-s1-2005-mahfudzfau-484-BAB2_410-1.pdf
Berne merumuskan bahwa kepribadian manusia disusun dari “keadaan ego”, yang merupakan susunan intelek dan emosi saling bertalian. Keadaan ego “Orang Tua” terdiri dari nilai dan nasehat (yang baik) orang tua. Keadaan ego “Orang Dewasa” dibentuk oleh kontak obyektif dengan lingkungan. Dan keadaan ego “Anak” berisi aspek kepribadian spontan yang kekanak- kanakan. Kritik dan kekolotan bertalian dengan orang tua.
Berikut Merupakan Konsep-Konsep Utama Analisis Transaksional :
1) Pandangan tentang sifat manusia
AT berakar pada suatu filsafat yang anti deterministik serta menekankan bahwa manusia sanggup melampaui pengondisia dan pemrograman awal. Disamping AT berpijak pada asumsi-asumsi bahwa orang-orang sanggup memahami putusan-putusan masa lampaunya dan bahwa orang-orang mampu memilih untuk memutuskan ulang. AT meletakkan kepercayaan pada kesanggupan individu untuk tampil diluar pola-pola kebiasaan dan menyeleksi tujuan-tujuan dan tingkah laku baru. Hal ini tidak menyiratkan orangorang terbebas dari pengaruh kekuatan- kekuatan sosial, juga tidak berarti bahwa orang-orang sampai pada putusan hidupnya yang penting itu sepenuhnya oleh dirinya sendiri, tetapi berarti bahwa, bagaimanapun, orang-orang dipengaruhi oleh pengharapanpengharapan dan tuntutan-tuntutan dari orang-orang lain yang berarti, dan putusan-putusan dininyapun dibuat ketika hidup mereka sangat bergantung pada orang lain, tetapi putusan-putusan itu bisa ditinjau dan ditantang dan serta, jika putusan-putusan dininya tidak laik lagi. Bisa dibuat putusan-putusan baru.
2) Perwakilan-perwakilan Ego
Keadaan ego setiap orang mempunyai pembuangan repertoire yang terbatas dari keadaan ego yang dibagi kedalam tiga jenis: yaitu keadaan Orang Tua dipinjam dari figur Orang Tua dan memproduksi kembali perasaan, sikap, tingkah laku, serta tanggapan dari figur tersebut. Keadaaan ego Orang Dewasa berhubungan dengan mengumpulkan dan memproses, serta perkiraan kemungkinan sebagai dasar atas tindakan. Keadaan ego Anak merupaka peninggalan dari masa kanak-kanak individu dan menghasilkan kembali tingkah laku, serta keadaan pikirannya pada keadaan tertentu atau jangka waktu tertentu dari perkembangannya, memakai fasilitas yang ditingkatkan pada pembuangan pada saat dewasa.
3) Skenario-skenario kehidupan dan posisi-posisi psikologis dasar
Skenario-skenario kehidupan adalah ajaran-ajaran orang tua yang kita pelajari dan putusan-putusan awal dibuat oleh kita sebagai anak, yang selanjutnya dibawa oleh kita sebagai orang dewasa. Kita menerima pesanpesan dan dengan demikian kita belajar dan menetapkan – tentang bagaimana kita usia dini. Pesan-pesan verbal dan nonverbal orang tua mengkomunikasika bagaimana mereka melihat kita dan bagaimana mereka merasaka diri kita. Kita membuat putusan-putusan dini yang memberikan andil pada perasaan sebagai pemenang (perasaan “OK”) atau perasaan sebagai orang yang kalah (perasaan “tidak OK”).
Perintah orang tua adalah bagian dari skenario kehidupan kita yang mencakup “harus”, “semestinya”, “lakukan”, “jangan dilakukan”, dan pengharapan-pengharapan orang tua. Kita mempelajari perintah-perintah itu pada usia dini, dan kita juga membuat putusan-putusan tentang bagaimana kita akan merespon orang lain dan bagaiman kita merasakan harga diri kita. Dalam kehidupan dewasa banyak tingkah laku kita yang tumbuh dari bagaimana kita “diskenariokan” dan dari hasil putusan-putusan ini yang kita buat.
Berkaitan dengan konsep-konsep skenario kehidupan, pesan-pesan dan perintah-perintah orang tua, dan putusan-putusan dini itu, adalah konsep dalam AT tentang empat posisi dasar dalam hidup: 1). “Saya OK dan anda OK” 2). “Saya OK dan anda tidak OK” 3). “Saya tidak OK dan anda OK”. 4). “Saya tidak OK dan anda tidak OK”. Masing-masing posisi itu berlandaskan putusan-putusan orang yang dibuat sebagai hasil dari pengalaman dini di masa kanak-kanak. Jika seseorang telah membuat suatu putusan, maka dia pada umumnya akan bertahan pada putusannya itu kecuali jika ada campur tangan (terapi atau kejadian tertentu) yang mengubahnya. Posisi yang sehat adalah dengan perasaan sebagai pemenang atau posisi Saya Ok dan Anda OK. Dalam posisi tersebut dua orang merasa seperti pemenang dan bisa menjalin hubungan langsung yang terbuka. Saya OK dan Anda tidak OK adalah posisi orang-orang yang memproyeksikan masalah-masalahnya kepada orang lain dan mempersalahkan kepada orang lain. Ia adalah posisi yang arogan yang menjauhkan seseorang dari orang lain dan mempertahankan seseorang dari penyingkiran diri.
Saya tidak OK dan Anda OK adalah posisi orang yang mengalami depresi, yang merasa tak kuasa dibanding dengan orang lain, dan yang cenderung menarik diri atau lebih suka memenuhi keinginan orang lain ketimbang keinginannya sendiri. Saya tidak OK dan Anda tidak OK adalah posisi orang-orang yang menyingkirkan semua harapan, yang kehilangan minat hidup, dan melihat hidup sebagai tidak mengandung harapan.
4) Kebutuhan manusia akan belaian
Model aslinya adalah bahwa orang tua yang secara fisik membelai bayinya. Dalam teori AT sebuah belaian merupakan bagian dari suatu perhatian yang melengkapi stimulasi yang optimal kepada individu. Belaian ini merupakan kebutuhan dalam setiap interaksi sosial dan menyehatkan. Belaian ini tidak hanya dibutuhkan dan terjadi pada anak akan tetapi juga pada masa dewasa dan belaian yang diterima atau yang diberiakn akan menguatkan posisi hidup seseorang dan lebih jauh akan memperkuat naskah, fungsi ego, transaksi dan permainanpermainannya.
5) Permainan-permainan yang kita mainkan.
Para pendukung AT mendorong orang-orang untuk mengenali dan memahami perwakilan-perwakilan ego-nya. Alasannya adalah dengan mengakui ketiga perwakilan ego itu, orang-orang bisa membebaskan diri dari putusan-putusan Anak yang telah usang dan dari pesan-pesan Orang Tua yang irasional yang menyulitkan kehidupan mereka. AT mengajari orang bagaimana yang sebaiknya digunakan untuk membuat putusanputusan yang penting bagi kehidupannya. Di samping itu, para tokoh AT mengungkapkan bahwa orang-orang bisa memahami dialog internalnya antara Orang Tua dan Anak. Mereka juga bisa mendengar dan memahamihubungn mereka dengan orang lain. Mereka bisa sadar akan kapan mereka harus terus terang dan kapan mereka harus berbohong pada orang lain.
Dengan menggunakan prinsip-prinsip AT, orang-orang bisa sadar akan jenis belaian yang diperolehnya, dan mereka bisa merubah respon-respon belaian di negatif kepada positif. Mereka juga bisa memberi belaian yang juga mereka butuhkan. Dan jika mereka enggan melakukannya, mereka bisa memastikan bahwa Orang Tua pengritik mereka mendikte mereka agar mereka “jangan” tergila-gila pada diri sendiri. Pendek kata, salah satu sasaran AT adalah membantu orang-orang agar memahami sifat transaksitransaksi mereka dengan orang lain, sehingga mereka bisa merespon orang lain secara langsung, meyeluruh dan akrab. Dari situ kecenderungan kepada permainan bisa dikurangi.
AT memandang permainan-permainan sebagai penukaran belaianbelaian yang mengakibatkan berlarut-larutnya perasaan-perasaan tidak enak.
Permainan-permainan boleh jadi memperlihatkan keakraban. Akan tetapi, orang-orang yang terlibat dalam transaksi-transaksi memainkan permainan menciptakan jarak diantara mereka sendiri dengan menginpersonalkan pasangannya. Transaksi itu sekurang-kurangnya melibatkan dua orang memainka peranan. Transaksi-transaksi permainan akan batal jika salah seorang menjadi sadar bahwa dirinya berada dalam permaianan dan kemudian memutuskan untuk tidak lagi memainkannya. Jadi, langkah pertama untuk membatalkan transaksi permainan adalah menyadari sifat halus permainan. Permainan-permainan yang umum meliputi “Saya yang malang”, “Pahlawan”, “Ya, tapi”, “Jika bukan untuk kamu”, “Lihat apa yang kamu lakukan sehingga aku berbuat !”, “Terganggu”, “Kegaduhan”, dan “Si Tolol”. Para orang tua sering mengunakan serangkaian permainan untuk mengendalikan anaknya, dan anak membalas dengan permainanpermainan yang bahkan lebih berkembang; buktinya, anak-anak sangat ahli dalam menemukan permainan-permainan guna mengindari tugas-tugas. Masalah yang ditimbulkan oleh permainan-permainan itu adalah motif yang tersembunyi tetap terpendam, dan para pemain memperoleh perasaan tidak OK.
Berikut bentuk-bentuk analisis transaksional
Setiap apa yang dikerjakan dan apa yang dikatakan inividu yang satu denga yang lain disebut transaksi. Transaksi dapat terjadi secara verbal (transaksional) dan transaksi non verbal (transaksi psikologik) yang terjadi dalam transaksi yang terselubung.
Ada tiga bentuk transaksi dalam kaitannya denga interaksi yang terjadi antara dua individu, yaitu:
a. Transaksi-transaksi komplementer (saling mengisi)
Transaksi ini dapat terjadi jika antara stimulus dan respon cocok, tepat dan memang yang diharapkan, sehingga transaksi ini akan berjalan lancar.
b. Transaksi silang
Transaksi itu terjadi jika antara stimulus dan respon tidak cocok atau tidak sebagaimana yang diharapkan dan biasanya komunikasi atau interaksi ini akan terganggu.
c. Transaksi terselubung
Transaksi ini terjadi jika antara dua status ego beroperasi bersamasama. Biasanya dapat dirasakan meliputi dewasa diarahkan ke dewasa, akan tetapi meyembunyikan suatu pesan yang sebenarnya. Misalnya dewasa ke anak, atau orang tua ke anak.34
Berikut merupakan dasar dan tujuan terapi
Dasar tujuan dari AT adalah membantu pihak klien dalam rangka membuat keputusan baru. Yaitu tentang tingkah lakunya sekarang yang diarahkan pada kehidupannya, caranya dengan jalan membantu klien untuk mendapatkan kesadaran tentang bagaimana klien menghadapi masalahnya yang berkaitan dengan kebebasan memilih dan memberikan pilihan untuk menentukan cara hidupnya.
Berikut teknik-teknik terapi analisis transaksional
1) Analisis strutural
Analisis struktural adalah suatu cara yang dapat menjadikan individu sadar tentang isi dan fungsi dari status egonya (orang tuadewasa dan anak). Di dalam AT, klien belajar bagaimana mengidentifikasi status egonya. AT di sini membantu klien untuk menyelesaikan kembali pola-pola yang individu rasakan mengganggu, kemudian klien disuruh untuk menyatakan keluar status egonya.
2) Metode belajar
Oleh karena AT mendasarkan pada aspek kognitif, maka proses belajar mengajar merupakan dasar dari pendekatannya. Anggota kelompok AT diharapkan akan kenal dengan analisis strukural dan menguasai dasar dari status ego orang tua, dewasa dan anak.
3) Kursi kosong
Kursi kosong adalah suatu prosedur yang sesuai analisi struktural. Bagaimana kursi kosong itu dijalankan ? Umpamanya seorang klien mengalami kesulitan dalam menghadapi boss-nya (ego Orang Tua). Klien diminta untuk membayangkan bahwa seseorang tengah duduk di sebuah kursi dihadapannya dan mengajaknya berdialog. Prosedur ini memberikan kesempatan pada klien untuk menyatakan pikiran-pikiran, perasaan-perasaan dan sikap-sikapnya selama ia menjalankan peran-peran perwakilan-perwakilan egonya. Klien tidak hanya mempertajam kesadarannya, dalam kasus ini ego Orang Tuanya, tetapi juga kedua ego lainnya (Anak dan Orang Dewasa) yang biasanya memiliki ciri-ciri tertentu dalam hubungannya dengan keadaan yang dibayangkan. Teknik kursi kosong bisa digunakan oleh orang-orang yang mengalami konflikkonflik internal yang hebat guna memperoleh fokus yang tajam dan pegangan yang konkret bagi upaya pemecahan.
4) Permainan peran
Prosedur AT dapat juga digunakan dengan teknik-teknik psikodrama atau role playing. Di dalam terapi kelompok situasi-situasi di dalam role playing dapat melibatkan anggota yang lain. Kemungkinan yang terjadi anggota kelompok yang lain menggunakan status ego tertentu yang berkaitan dengan masalah dengan klien dan klien berbicara dengan anggota tersebut. Kemungkinan dalam psikodrama ada anggota yang menggunakan status ego tertentu dan tidak mau berubah, maka dalam situasi ini klien dapat memberikan reaksinya dalam tingkah laku yang ditampakkan dalam kelompok
5) Family Modelling
Ini merupakan suatu teknik lain yang dapat digunakan untuk analisis struktural, terutama bagi klien yang selalu menggunakan status ego tertentu. Didalam teknik ini klien disuruh untuk membayangkan yang melibatkan banyak individu, mungkin yang berhubungan dengan pengalaman masa lalu atau dirinya; misalnya dirinya sebagai direktur, produser atau aktor. Klien menetapkan situasi dan menggunakan anggota lain dari kelompoknya sebagai anggota keluarga. Kemudian dari analisis didiskusikan dan dievaluasi dengan kesadaran yang penuh atas situasi yang spesifik dan arti dirinya.
6) Analysis of Ritual and Past Time
Analisis permainan merupakan aspek yang penting dalam mengetahui transaksi yang sebenarnya dengan orang lain. Di dalam hal ini perlu diobervasi dan diketahui bagaimana permainan dimainkan dan belaian apa yang diterima, bagaimana keadaan permainan itu, apakah ada jarak dan apa diiringi dengan keakraban.
sumber :
http://library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/10/jtptiain-gdl-s1-2005-mahfudzfau-484-BAB2_410-1.pdf
Senin, 01 April 2013
PERSON-CENTERED THERAPY (CARL ROGERS)
Ni Ketut Budiartini
3PA01/14510946
PSIKOTERAPI
Carl Rogers terkenal sebagai seorang psikolog dengan pendekatan terapi klinis yang berpusat pada klien (client centered atau person-centered therapy ). Rogers kemudian menyusun teorinya dengan pengalamannya sebagai terapis selama bertahun-tahun. Teori Rogers mirip dengan pendekatan Freud, namun pada hakikatnya Rogers berbeda dengan Freud karena Rogers menganggap bahwa manusia pada dasarnya baik atau sehat. Dengan kata lain, Rogers memandang kesehatan mental sebagai proses perkembangan hidup alamiah, sementara penyakit jiwa, kejahatan, dan persoalan kemanusiaan lain dipandang sebagai penyimpangan dari kecenderungan alamiah..
Teori Rogers didasarkan pada suatu "daya hidup" yang disebut kecenderungan aktualisasi. Kecenderungan aktualisasi tersebut diartikan sebagai motivasi yang menyatu dalam setiap diri makhluk hidup dan bertujuan mengembangkan seluruh potensinya semaksimal mungkin. Jadi, makhluk hidup bukan hanya bertujuan bertahan hidup saja, tetapi ingin memperoleh apa yang terbaik bagi keberadaannya. Dari dorongan tunggal inilah, muncul keinginan-keinginan atau dorongan-dorongan lain yang disebutkan oleh psikolog lain, seperti kebutuhan untuk udara, air, dan makanan, kebutuhan akan rasa aman dan rasa cinta, dan sebagainya.
1. BIOGRAFI SINGKAT CARL ROGERS
Nama : Carl Rogers
Lahir : 8 Januari 1902 Oak Park, Illinois, Amerika Serikat
Wafat : 4 Februari 1987 San Diego, California, Amerika Serikat
Warga negara : Amerika Serikat
Bidang : Psikologi
Alma mater : Teachers College, Universitas Columbia
Penghargaan : Penghargaan untuk Distinguished Scientific Contributions to Psychology (1956, APA); Award for Distinguished Contributions to Applied Psychology as a Professional Practice (1972, APA); 1964 Humanist of the Year (American Humanist Association)
2. CIRI-CIRI PERSON-CENTERED THERAPY
Ciri-ciri person centered therapy atau client centered therapy Carl Rogers (dalam gunarsa,1996) dalam bukunya “Counseling and Psychotherapy” menjelaskan mengenai ciri-ciri dari client centered therapy sebagai berikut:
a. Perhatian diarahkan kepada pribadi klien dan bukan kepada masalahnya. Tujuannya bukan memecahkan suatu masalah tertentu tetapi membantu seseorang untuk tumbuh sehingga ia bisa mengatasi masalah baik masalah sekarng maupun masalah yang akan datang dengan cara yang lebih baik dan lebih tepat.
b. Hal yang kedua ialah penekanan lebih banyak terhadap faktor emosi daripada terhadap faktor intelektual. Dalam kenyataannya, banyak perbuatan yang dipengaruhi oleh emosi daripada oleh pikiran artinya seseorang bisa mengerathui bahwa suatu perbuatan sebenarnya tidak baikjadi secara rasional, intelektual, ia mengetahui itu dan tahu pula bahwa ia tidak boleh melakukan itu namun kenyataannya lain.
c. Hal yang ketiga memberikan tekanan yang lebih besar terhadap keadaan yang ada sekarang daripada terhadap apa yang sudah lewat atau terjadi.
d. Hal yang keempat ialah penekanan hubungan terapuetik itu sendiri sebagai tumbuhnya pengalaman. Di sini seseorang belajar memahami diri sendiri, membuat keputusan yang penting dengan bebas dan bisa sukses berhubungan dengan orang lain secara dewasa.
e. Proses terapi merupakan penyelarasian antara gambaran diri klien dengan keadaan dan pengalaman diri yang sesungguhnya
f. Klien memegang peranan aktif dalam konseling sedangkan konselor bersifat pasif-reflektif
3. TUJUAN PERSON-CENTERED THERAPY
Secara umum tujuan dari konseling ini adalah untuk memfokuskan diri klien pada pertanggungjawaban dan kapasitasnya dalam rangka menemukan cara yang tepat untuk menghadapi realitas yang dihadapi klien (Corey, 1986) atau dengan kata lain membantu klien agar berkembang secara optimal sehingga mampu menjadi manusia yang berguna. (Sukardi, 1984).
Sedangkan secara terinci tujuannya adalah sebagai berikut :
a. Membebaskan klien dari berbagai konflik psikologis yang dihadapinya.
b. Menumbuhkan kepercayaan pada diri klien, bahwa ia memiliki kemampuan untuk mengambil satu atau serangklaian keputusan yang terbaik bagi dirinya sendiri tanpa merugikan orang lain.
c. Memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada klien untuk belajar mempercayai orang lain, dan memiliki kesiapan secara terbuka untuk menerima berbagai pengalaman orang lain yang bermanfaat bagi dirinya sendiri.
d. Memberikan kesadaran kepada klien bahwa dirinya adalah merupakan bagian dari suatu lingkup sosial budaya yang luas, walaupun demikian ia tetap masih memiliki kekhasan atau keunikan tersendiri.
e. Menumbuhkan suatu keyakinan kepada klien bahwa dirinya terus tumbuh dan berkembang (Process of becoming). (Sukardi. 1984)
Tujuan dari pendekatan terapi secara personal mempunyai hasil berbeda-beda pada setiap orangnya tergantung pada pendekatan masing-masing. Tujuan dari pendekatan ini agar klien dapat mendapatkan tingkat kebebasan dari yang lebih tinggi dan integritas. Metode ini difokuskan pada satu orang, tidak dengan diskusi masalah secara berkelompok. Roger (1977) tidak percaya terapi ini dapat memecahkan masalah. Sebaliknya metode ini terapi ini untuk membimbing klien agar klien dapat meningkatkan kemampuannya agar dapat memecahkan masalah sekarang dan yangg akan datang.
Roger (1961) menulis bahwa manusia yang mengikuti psikoterapi selalu bertanya ''bagaimana saya bisa menemukan jati diri saya sendri, bagamana saya bisa menjadi sesuatu yng sangat saya inginkan, bagamana saya bisa melupakan masalalu saya dan menjadi diri saya sendiri''. Tujuan yang sudah ditekankan diatas adalah untuk mendisain suatu iklim yang kondusif agar dpt membantu individu menjadi orang yang beguna. Sebelum klien bergerak menuju tujuan terapi ini mereka harus melepas topengnya terlebih dahulu, hal ini dilakukan agar mereka dapat besosialisasi dengan masyarakat. Klien datang untuk mengetahui apa yang telah hilang dari kehidupannya dengan menggunakan facades. Agar sesion terapi menjadi suatu terapi yg aman mereka harus menyadari kemungkinan-kemungkinan lain baik atau buruk.
4. TEHNIK TERAPI
a. Penekanan awal pada refleksi perasaan
Roger menekankan pada pemahaman klien, ia juga berpendapat bahwa sikap relasional therapist dengan klien merupakan jantung atau pusat dari proses perubahan tersebut. Rogers beserta lainnya mengembangkan pendekatan the person centered yang pada dasarnya adalah pernyataan ulang yang sedrhana dari apa yang dikatakan klien.
b. Evolusi metode person centered
Filosofi the person centered di dasarkan pada asumsi bahwa klien memiliki akal untu bergerak positif tanpa bantuan konselor. Salah satu hal utama dimana person centered therapy berkembang adalah keragaman, inovasi, dan individualisasi dalam prakteknya ( cain, 2002a). cain (2002a, 2008) percaya bahwa penting bagi therapist untuk memodifikasi gaya terapi untuk mengakomodasikan kebutuhan spesifik setiap klien. Dalam jurnal yang ia tulis tentang person centered therapy, cain berkata “ pemikiran saya telah berkembang dan sekarang termasuk integrasi person centered, eksistensial, gestalt, dan konsep pengalaman serta respon terapi. Kgunaan diri saya adalah ketika saya dapat melahirkan aspek untuk memungkinkan adanya pertemeuan atauperjumpaan terhadap klien saya”. Dan hari ini yang mempraktekkan pendekatan person centered menunujukkan kemajuan baik dalam teori, prakte maupun gaya pribadi seseorang.
c. Peran penilaian
Penilaian sering di pandang sebagai prasyarat untuk proses tritmen. Beberapa kesehatan mental menggunakan berbagai procedure penilaian termasuk diagnostic, identifikasi kekuatan klien dan kewajiban pengerjaan test. Bukan lagi jadi pertanyaan tentang apakah penting penilaian dimasukkan dalam praktek terapi tetapi tentang bagaimana melibatkan klien semaksimal mungkin dalam proses penilaian tersebut.
d. Penerapan filosofi dari pendekatan the person centered
Pendekatan the person centered telah diterapkan untuk bekerja individu, kelompok maupun keluarga. Pendekatan the person cetered juga telah terbukti sebagai terapi yang layah dan lebih berorientasi, filosofi dasar dari the person centered memiliki penerapan untuk pendidikan SD hinga lulus.
e. Aplikasi untuk krisis intervensi
Pendekatan the person centered terutama berlaku dalam krisis intervensi seperti kehamilan yang tidak diinginkan, penyakit, peristiwa bencana dan kehilangan orang yang dicintai. Dalam krisis intervensi seseorang yang mengalaminya butuh dorongan motivasi dari orang-orang sekitarnya, kepedulian dan berusaha untuk menempatkan posisinya. Meskipun kehadira dan kontak psikologis dengan orang yang peduli dapat membawa banyak perubahan baik, namun dalam situasi tersebut seorang therapist perlu menyediakan struktur dan arah yang lebih baik.
f. Aplikasi untuk kelompok konseling
Pendekatan the person centered menekankan peran unik dari kelompok konselor sebagai fasilitator dan bukan pemimpin. Fasilitator harus menghindari membuat komentar nterpretatif karena komentar tersebut cenderungmembuat diri kelompok sadar dan memperlihatkan proses yang terjadi.
Referensi
Corey, G. (2009). Theoryand practice of counseling and psychotherapy. USA: Thomson Books.
Ivey, A. E., D'Andrea, M., Ivey, M. B., & Simek-Morgan, L. (2009). Theories of conseling dan psychotherapy. Canada: Pearson Education, Inc.
3PA01/14510946
PSIKOTERAPI
Carl Rogers terkenal sebagai seorang psikolog dengan pendekatan terapi klinis yang berpusat pada klien (client centered atau person-centered therapy ). Rogers kemudian menyusun teorinya dengan pengalamannya sebagai terapis selama bertahun-tahun. Teori Rogers mirip dengan pendekatan Freud, namun pada hakikatnya Rogers berbeda dengan Freud karena Rogers menganggap bahwa manusia pada dasarnya baik atau sehat. Dengan kata lain, Rogers memandang kesehatan mental sebagai proses perkembangan hidup alamiah, sementara penyakit jiwa, kejahatan, dan persoalan kemanusiaan lain dipandang sebagai penyimpangan dari kecenderungan alamiah..
Teori Rogers didasarkan pada suatu "daya hidup" yang disebut kecenderungan aktualisasi. Kecenderungan aktualisasi tersebut diartikan sebagai motivasi yang menyatu dalam setiap diri makhluk hidup dan bertujuan mengembangkan seluruh potensinya semaksimal mungkin. Jadi, makhluk hidup bukan hanya bertujuan bertahan hidup saja, tetapi ingin memperoleh apa yang terbaik bagi keberadaannya. Dari dorongan tunggal inilah, muncul keinginan-keinginan atau dorongan-dorongan lain yang disebutkan oleh psikolog lain, seperti kebutuhan untuk udara, air, dan makanan, kebutuhan akan rasa aman dan rasa cinta, dan sebagainya.
1. BIOGRAFI SINGKAT CARL ROGERS
Nama : Carl Rogers
Lahir : 8 Januari 1902 Oak Park, Illinois, Amerika Serikat
Wafat : 4 Februari 1987 San Diego, California, Amerika Serikat
Warga negara : Amerika Serikat
Bidang : Psikologi
Alma mater : Teachers College, Universitas Columbia
Penghargaan : Penghargaan untuk Distinguished Scientific Contributions to Psychology (1956, APA); Award for Distinguished Contributions to Applied Psychology as a Professional Practice (1972, APA); 1964 Humanist of the Year (American Humanist Association)
2. CIRI-CIRI PERSON-CENTERED THERAPY
Ciri-ciri person centered therapy atau client centered therapy Carl Rogers (dalam gunarsa,1996) dalam bukunya “Counseling and Psychotherapy” menjelaskan mengenai ciri-ciri dari client centered therapy sebagai berikut:
a. Perhatian diarahkan kepada pribadi klien dan bukan kepada masalahnya. Tujuannya bukan memecahkan suatu masalah tertentu tetapi membantu seseorang untuk tumbuh sehingga ia bisa mengatasi masalah baik masalah sekarng maupun masalah yang akan datang dengan cara yang lebih baik dan lebih tepat.
b. Hal yang kedua ialah penekanan lebih banyak terhadap faktor emosi daripada terhadap faktor intelektual. Dalam kenyataannya, banyak perbuatan yang dipengaruhi oleh emosi daripada oleh pikiran artinya seseorang bisa mengerathui bahwa suatu perbuatan sebenarnya tidak baikjadi secara rasional, intelektual, ia mengetahui itu dan tahu pula bahwa ia tidak boleh melakukan itu namun kenyataannya lain.
c. Hal yang ketiga memberikan tekanan yang lebih besar terhadap keadaan yang ada sekarang daripada terhadap apa yang sudah lewat atau terjadi.
d. Hal yang keempat ialah penekanan hubungan terapuetik itu sendiri sebagai tumbuhnya pengalaman. Di sini seseorang belajar memahami diri sendiri, membuat keputusan yang penting dengan bebas dan bisa sukses berhubungan dengan orang lain secara dewasa.
e. Proses terapi merupakan penyelarasian antara gambaran diri klien dengan keadaan dan pengalaman diri yang sesungguhnya
f. Klien memegang peranan aktif dalam konseling sedangkan konselor bersifat pasif-reflektif
3. TUJUAN PERSON-CENTERED THERAPY
Secara umum tujuan dari konseling ini adalah untuk memfokuskan diri klien pada pertanggungjawaban dan kapasitasnya dalam rangka menemukan cara yang tepat untuk menghadapi realitas yang dihadapi klien (Corey, 1986) atau dengan kata lain membantu klien agar berkembang secara optimal sehingga mampu menjadi manusia yang berguna. (Sukardi, 1984).
Sedangkan secara terinci tujuannya adalah sebagai berikut :
a. Membebaskan klien dari berbagai konflik psikologis yang dihadapinya.
b. Menumbuhkan kepercayaan pada diri klien, bahwa ia memiliki kemampuan untuk mengambil satu atau serangklaian keputusan yang terbaik bagi dirinya sendiri tanpa merugikan orang lain.
c. Memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada klien untuk belajar mempercayai orang lain, dan memiliki kesiapan secara terbuka untuk menerima berbagai pengalaman orang lain yang bermanfaat bagi dirinya sendiri.
d. Memberikan kesadaran kepada klien bahwa dirinya adalah merupakan bagian dari suatu lingkup sosial budaya yang luas, walaupun demikian ia tetap masih memiliki kekhasan atau keunikan tersendiri.
e. Menumbuhkan suatu keyakinan kepada klien bahwa dirinya terus tumbuh dan berkembang (Process of becoming). (Sukardi. 1984)
Tujuan dari pendekatan terapi secara personal mempunyai hasil berbeda-beda pada setiap orangnya tergantung pada pendekatan masing-masing. Tujuan dari pendekatan ini agar klien dapat mendapatkan tingkat kebebasan dari yang lebih tinggi dan integritas. Metode ini difokuskan pada satu orang, tidak dengan diskusi masalah secara berkelompok. Roger (1977) tidak percaya terapi ini dapat memecahkan masalah. Sebaliknya metode ini terapi ini untuk membimbing klien agar klien dapat meningkatkan kemampuannya agar dapat memecahkan masalah sekarang dan yangg akan datang.
Roger (1961) menulis bahwa manusia yang mengikuti psikoterapi selalu bertanya ''bagaimana saya bisa menemukan jati diri saya sendri, bagamana saya bisa menjadi sesuatu yng sangat saya inginkan, bagamana saya bisa melupakan masalalu saya dan menjadi diri saya sendiri''. Tujuan yang sudah ditekankan diatas adalah untuk mendisain suatu iklim yang kondusif agar dpt membantu individu menjadi orang yang beguna. Sebelum klien bergerak menuju tujuan terapi ini mereka harus melepas topengnya terlebih dahulu, hal ini dilakukan agar mereka dapat besosialisasi dengan masyarakat. Klien datang untuk mengetahui apa yang telah hilang dari kehidupannya dengan menggunakan facades. Agar sesion terapi menjadi suatu terapi yg aman mereka harus menyadari kemungkinan-kemungkinan lain baik atau buruk.
4. TEHNIK TERAPI
a. Penekanan awal pada refleksi perasaan
Roger menekankan pada pemahaman klien, ia juga berpendapat bahwa sikap relasional therapist dengan klien merupakan jantung atau pusat dari proses perubahan tersebut. Rogers beserta lainnya mengembangkan pendekatan the person centered yang pada dasarnya adalah pernyataan ulang yang sedrhana dari apa yang dikatakan klien.
b. Evolusi metode person centered
Filosofi the person centered di dasarkan pada asumsi bahwa klien memiliki akal untu bergerak positif tanpa bantuan konselor. Salah satu hal utama dimana person centered therapy berkembang adalah keragaman, inovasi, dan individualisasi dalam prakteknya ( cain, 2002a). cain (2002a, 2008) percaya bahwa penting bagi therapist untuk memodifikasi gaya terapi untuk mengakomodasikan kebutuhan spesifik setiap klien. Dalam jurnal yang ia tulis tentang person centered therapy, cain berkata “ pemikiran saya telah berkembang dan sekarang termasuk integrasi person centered, eksistensial, gestalt, dan konsep pengalaman serta respon terapi. Kgunaan diri saya adalah ketika saya dapat melahirkan aspek untuk memungkinkan adanya pertemeuan atauperjumpaan terhadap klien saya”. Dan hari ini yang mempraktekkan pendekatan person centered menunujukkan kemajuan baik dalam teori, prakte maupun gaya pribadi seseorang.
c. Peran penilaian
Penilaian sering di pandang sebagai prasyarat untuk proses tritmen. Beberapa kesehatan mental menggunakan berbagai procedure penilaian termasuk diagnostic, identifikasi kekuatan klien dan kewajiban pengerjaan test. Bukan lagi jadi pertanyaan tentang apakah penting penilaian dimasukkan dalam praktek terapi tetapi tentang bagaimana melibatkan klien semaksimal mungkin dalam proses penilaian tersebut.
d. Penerapan filosofi dari pendekatan the person centered
Pendekatan the person centered telah diterapkan untuk bekerja individu, kelompok maupun keluarga. Pendekatan the person cetered juga telah terbukti sebagai terapi yang layah dan lebih berorientasi, filosofi dasar dari the person centered memiliki penerapan untuk pendidikan SD hinga lulus.
e. Aplikasi untuk krisis intervensi
Pendekatan the person centered terutama berlaku dalam krisis intervensi seperti kehamilan yang tidak diinginkan, penyakit, peristiwa bencana dan kehilangan orang yang dicintai. Dalam krisis intervensi seseorang yang mengalaminya butuh dorongan motivasi dari orang-orang sekitarnya, kepedulian dan berusaha untuk menempatkan posisinya. Meskipun kehadira dan kontak psikologis dengan orang yang peduli dapat membawa banyak perubahan baik, namun dalam situasi tersebut seorang therapist perlu menyediakan struktur dan arah yang lebih baik.
f. Aplikasi untuk kelompok konseling
Pendekatan the person centered menekankan peran unik dari kelompok konselor sebagai fasilitator dan bukan pemimpin. Fasilitator harus menghindari membuat komentar nterpretatif karena komentar tersebut cenderungmembuat diri kelompok sadar dan memperlihatkan proses yang terjadi.
Referensi
Corey, G. (2009). Theoryand practice of counseling and psychotherapy. USA: Thomson Books.
Ivey, A. E., D'Andrea, M., Ivey, M. B., & Simek-Morgan, L. (2009). Theories of conseling dan psychotherapy. Canada: Pearson Education, Inc.
Minggu, 24 Maret 2013
TERAPI HUMANISTIK EKSISTENSIAL
Ni Ketut Budiartini
3PA01/14510946
PSIKOTERAPI
Teori Humanistik Eksistensial
1. Teori Abraham Maslow
Eksistensialisme sangat menekankan pada anggapan bahwa manusia memiliki kebebasan dan bertanggung jawab bagi tindakan-tindakannya, maka pandangan-pandangan eksistensialisme menarik bagi para ahli psikologi humanistik dan selanjutnya dijadikan landasan teori psikologi humanistik. Adapun pokok-pokok teori psikologi humanistik yang dikembangkan oleh Maslow adalah sebagai berikut (Koeswara, 19991 :.112-118 dan Alwisol 2005 : 252-270)
1) Prinsip holistik
Menurut Maslow, holisme menegaskan bahwa organisme selalu bertingkah laku sebagai kesatuan yang utuh, bukan sebagai rangkaian bagian atau komponen yang berbeda. Jiwa dan tubuh bukan dua unsur yang terpisah tetapi bagian dari suatu kesatuan, dan apa yang terjadi pada bagian yang satu akan mempengaruhi bagian yang lain. Pandangan holistik dalam kepribadian, yang terpenting adalah :
a. Kepribadian normal ditandai dengan unitas, integrasi, konsistensi, dan koherensi.Organisasi adalah keadaan normal dan disorganisasai adalah keadaan patologis (sakit).
b. Organisme dapat dianalisis dengan membedakan tiap bagiannya, tetapi tidak ada bagian yang dapat dipelajari dalam isolasi.
c. Organisme memiliki suatu dorongan yang berkuasa, yaitu aktualisasi diri.
d. Pengaruh lingkungan eksternal pada perkembangan normal bersifat minimal. Potensi organisme jika bisa terkuak di lingkungan yang tepat akan menghasilkan kepribadian yang sehat dan integral.
e. Penelitian yang komprehensif terhadap satu orang lebih berguna dari pada penelitian ekstensif terhadap banyak orang mengenai fungsi psikologis yang diisolasi.
2) Individu adalah penentu bagi tingkah laku dan pengalamannya sendiri. Manusia adalah agen yang sada, bebas memilih atau menentukan setiap tindakannya. Dengan kata lain manusia adalah makhluk yang bebas dan bertanggung jawab.
3) Manusia tidak pernah diam, tetapi selalu dalam proses untuk menjadi sesuatu yang lain dari sebelumnya (becoming). Namun demikian perubahan tersebut membutuhkan persyaratan, yaitu adanya lingkungan yang bersifat mendukung.
4) Individu sebagai keseluruhan yang integral, khas, dan terorganisasi.
5) Manusia pada dasarnya memiliki pembawaan yang baik atau tepatnya netral. Kekuatan jahat atau merusak pada diri manusia merupakan hasil atau pengaruh dari lingkungan yang buruk, dan bukan merupakan bawaan.
6) Manusia memiliki potensi kreatif yang mengarahkan manusia kepada pengekspresian dirinya menjadi orang yang memiliki kemampuan atau keistimewaan dalam bidang tertentu.
7) Self-fulfillment merupakan tema utama dalam hidup manusia.
8) Manusia memiliki bermacam-macam kebutuhan yang secara hirarki dibedakan menjadi sebagai berikut (Boeree, 2004)
a. kebutuhan-kebutuhan fisiologis (the physiological needs)
b. kebutuhan akan rasa aman (the safety and security needs)
c. kebutuhan akan cinta dan memiliki (the love and belonging needs)
d. kebutuhan akan harga diri (the esteem needs)
e. kebutuhan akan aktualisasi diri (the self-actualization needs)
Konsep Utama Pendekatan Humanistik Eksistensial
1. Kesadaran diri
Manusia memiliki kesanggupan untuk menyadari dirinya sendiri,suatu kesanggupan yang unik dan nyata yang memungkinkan manusia mampu berpikir dan memutuskan. Kesadaran diri membedakan manusia dengan mahluk-mahluk lain. Pada hakikatnya semakin tinggi kesadaran seseorang, semakin ia hidup sebagai pribadi. Meningkatkan kesadaran berarti meningkatkan kesanggupan seseorang untuk mengalami hidup secara penuh sebagai manusia.Peningkatan kesadaran diri yang mencakup kesadaran atas alternatif-alternatif, motivasi-motivasi, faktor-faktor yang membentuk pribadi, dan atas tujuan-tujuan pribadi, adalah tujuan segenap konseling. Kesadaran diri banyak terdapat pada akar kesanggupan manusia, maka putusan untuk meningkatkan kesadaran diri adalah fundamental bagi pertumbuhan manusia.
2. Kebebasan tanggung jawab, kecemasan
Kesadaran atas kebebasan dan tangung jawab bisa menimbulkan kecemasan yang menjadi atribut dasar bagi manusia. Kecemasan adalah suatu karakteristik dasar manusia yang mana merupakan sesuatu yang patologis, sebab ia bisa menjadi suatu tenaga motivasional yang kuat untuk pertumbuhan kepribadian.
3. Penciptaan makna
Manusia itu unik, dalam arti bahwa dia berusaha untuk menemukan tujuan hidup dan menciptakan nilai-nilai yang akan memberikan makna bagi kehidupan. Manusia pada dasarnya selalu dalam pencarian makna dan identitas diri. Manusia memiliki kebutuhan untuk berhubungan dengan sesamanya dalam suatu cara yang bermakna, sebab manusia adalah mahluk yang rasional.
Tujuan-tujuan Terapeutik
1. Agar klien mengalami keberadaannya secara otentik dengan menjadi dasar atas
keberadaan dan potensi-potensi serta sadar bahwa ia dapat membuka diri dan
bertindak berdasarkan kemampuannya.
2. Meluaskan kesadaran diri klien, dan karenanya meningkatkan kesanggupan pilihan
nya, yakni menjadi bebas dan bertanggung jawab atas arah hidupnya.
3. Membantu klien agar mampu menghadapi kecemasan sehubungan dengan tindakan
memilih diri, dan menerima kenyataan bahwa dirinya lebih dari sekedar korban
kekuatan-kekuatan deterministik diluar dirinya.
Fungsi dan Peran Terapis
Menurut Buhler dan Allen, para ahli psikologi humanistik memiliki orientasi bersama yang mencakup hal-hal berikut :
1. Mengakui pentingnya pendekatan dari pribadi ke pribadi
2. Menyadari peran dari tanggung jawab terapis
3. Mengakui sifat timbal balik dari hubungan terapeutik
4. Berorientasi pada pertumbuhan
5. Menekankan keharusan terapis terlibat dengan klien sebagai suatu pribadi
6. Mengakui bahwa putusan dan pilihan akhir terletak ditangan klien.
7. Memandang terapis sebagai model, dalam arti bahwa terapis dengan gaya
Hidup dan pandangan humanistiknyatentang manusia secara implisit menunjukkan kepada klien potensi bagi tindakan kreatif dan positif
8. Mengakui kebebasan klien untuk mengungkapkan pandangan dan untuk
Mengembangkan tujuan-tujuan dan nilainya sendiri.
9. Bekerja ke arah mengurangi ketergantungan klien serta meningkatkan
Kebebasan klien.
Teknik Terapi
Teori humanistik eksistensial tidak memiliki teknik-teknik yang ditentukan secara ketat. Prosedur-prosedur konseling bisa dipungut dari beberapa teori konseling lainnya separti teoriGestalt dan Analisis Transaksional. Tugas konselor disini adalah menyadarkan konseli bahwa ia masih ada di dunia ini dan hidupnya dapat bermakna apabila ia memaknainya.
3PA01/14510946
PSIKOTERAPI
Teori Humanistik Eksistensial
1. Teori Abraham Maslow
Eksistensialisme sangat menekankan pada anggapan bahwa manusia memiliki kebebasan dan bertanggung jawab bagi tindakan-tindakannya, maka pandangan-pandangan eksistensialisme menarik bagi para ahli psikologi humanistik dan selanjutnya dijadikan landasan teori psikologi humanistik. Adapun pokok-pokok teori psikologi humanistik yang dikembangkan oleh Maslow adalah sebagai berikut (Koeswara, 19991 :.112-118 dan Alwisol 2005 : 252-270)
1) Prinsip holistik
Menurut Maslow, holisme menegaskan bahwa organisme selalu bertingkah laku sebagai kesatuan yang utuh, bukan sebagai rangkaian bagian atau komponen yang berbeda. Jiwa dan tubuh bukan dua unsur yang terpisah tetapi bagian dari suatu kesatuan, dan apa yang terjadi pada bagian yang satu akan mempengaruhi bagian yang lain. Pandangan holistik dalam kepribadian, yang terpenting adalah :
a. Kepribadian normal ditandai dengan unitas, integrasi, konsistensi, dan koherensi.Organisasi adalah keadaan normal dan disorganisasai adalah keadaan patologis (sakit).
b. Organisme dapat dianalisis dengan membedakan tiap bagiannya, tetapi tidak ada bagian yang dapat dipelajari dalam isolasi.
c. Organisme memiliki suatu dorongan yang berkuasa, yaitu aktualisasi diri.
d. Pengaruh lingkungan eksternal pada perkembangan normal bersifat minimal. Potensi organisme jika bisa terkuak di lingkungan yang tepat akan menghasilkan kepribadian yang sehat dan integral.
e. Penelitian yang komprehensif terhadap satu orang lebih berguna dari pada penelitian ekstensif terhadap banyak orang mengenai fungsi psikologis yang diisolasi.
2) Individu adalah penentu bagi tingkah laku dan pengalamannya sendiri. Manusia adalah agen yang sada, bebas memilih atau menentukan setiap tindakannya. Dengan kata lain manusia adalah makhluk yang bebas dan bertanggung jawab.
3) Manusia tidak pernah diam, tetapi selalu dalam proses untuk menjadi sesuatu yang lain dari sebelumnya (becoming). Namun demikian perubahan tersebut membutuhkan persyaratan, yaitu adanya lingkungan yang bersifat mendukung.
4) Individu sebagai keseluruhan yang integral, khas, dan terorganisasi.
5) Manusia pada dasarnya memiliki pembawaan yang baik atau tepatnya netral. Kekuatan jahat atau merusak pada diri manusia merupakan hasil atau pengaruh dari lingkungan yang buruk, dan bukan merupakan bawaan.
6) Manusia memiliki potensi kreatif yang mengarahkan manusia kepada pengekspresian dirinya menjadi orang yang memiliki kemampuan atau keistimewaan dalam bidang tertentu.
7) Self-fulfillment merupakan tema utama dalam hidup manusia.
8) Manusia memiliki bermacam-macam kebutuhan yang secara hirarki dibedakan menjadi sebagai berikut (Boeree, 2004)
a. kebutuhan-kebutuhan fisiologis (the physiological needs)
b. kebutuhan akan rasa aman (the safety and security needs)
c. kebutuhan akan cinta dan memiliki (the love and belonging needs)
d. kebutuhan akan harga diri (the esteem needs)
e. kebutuhan akan aktualisasi diri (the self-actualization needs)
Konsep Utama Pendekatan Humanistik Eksistensial
1. Kesadaran diri
Manusia memiliki kesanggupan untuk menyadari dirinya sendiri,suatu kesanggupan yang unik dan nyata yang memungkinkan manusia mampu berpikir dan memutuskan. Kesadaran diri membedakan manusia dengan mahluk-mahluk lain. Pada hakikatnya semakin tinggi kesadaran seseorang, semakin ia hidup sebagai pribadi. Meningkatkan kesadaran berarti meningkatkan kesanggupan seseorang untuk mengalami hidup secara penuh sebagai manusia.Peningkatan kesadaran diri yang mencakup kesadaran atas alternatif-alternatif, motivasi-motivasi, faktor-faktor yang membentuk pribadi, dan atas tujuan-tujuan pribadi, adalah tujuan segenap konseling. Kesadaran diri banyak terdapat pada akar kesanggupan manusia, maka putusan untuk meningkatkan kesadaran diri adalah fundamental bagi pertumbuhan manusia.
2. Kebebasan tanggung jawab, kecemasan
Kesadaran atas kebebasan dan tangung jawab bisa menimbulkan kecemasan yang menjadi atribut dasar bagi manusia. Kecemasan adalah suatu karakteristik dasar manusia yang mana merupakan sesuatu yang patologis, sebab ia bisa menjadi suatu tenaga motivasional yang kuat untuk pertumbuhan kepribadian.
3. Penciptaan makna
Manusia itu unik, dalam arti bahwa dia berusaha untuk menemukan tujuan hidup dan menciptakan nilai-nilai yang akan memberikan makna bagi kehidupan. Manusia pada dasarnya selalu dalam pencarian makna dan identitas diri. Manusia memiliki kebutuhan untuk berhubungan dengan sesamanya dalam suatu cara yang bermakna, sebab manusia adalah mahluk yang rasional.
Tujuan-tujuan Terapeutik
1. Agar klien mengalami keberadaannya secara otentik dengan menjadi dasar atas
keberadaan dan potensi-potensi serta sadar bahwa ia dapat membuka diri dan
bertindak berdasarkan kemampuannya.
2. Meluaskan kesadaran diri klien, dan karenanya meningkatkan kesanggupan pilihan
nya, yakni menjadi bebas dan bertanggung jawab atas arah hidupnya.
3. Membantu klien agar mampu menghadapi kecemasan sehubungan dengan tindakan
memilih diri, dan menerima kenyataan bahwa dirinya lebih dari sekedar korban
kekuatan-kekuatan deterministik diluar dirinya.
Fungsi dan Peran Terapis
Menurut Buhler dan Allen, para ahli psikologi humanistik memiliki orientasi bersama yang mencakup hal-hal berikut :
1. Mengakui pentingnya pendekatan dari pribadi ke pribadi
2. Menyadari peran dari tanggung jawab terapis
3. Mengakui sifat timbal balik dari hubungan terapeutik
4. Berorientasi pada pertumbuhan
5. Menekankan keharusan terapis terlibat dengan klien sebagai suatu pribadi
6. Mengakui bahwa putusan dan pilihan akhir terletak ditangan klien.
7. Memandang terapis sebagai model, dalam arti bahwa terapis dengan gaya
Hidup dan pandangan humanistiknyatentang manusia secara implisit menunjukkan kepada klien potensi bagi tindakan kreatif dan positif
8. Mengakui kebebasan klien untuk mengungkapkan pandangan dan untuk
Mengembangkan tujuan-tujuan dan nilainya sendiri.
9. Bekerja ke arah mengurangi ketergantungan klien serta meningkatkan
Kebebasan klien.
Teknik Terapi
Teori humanistik eksistensial tidak memiliki teknik-teknik yang ditentukan secara ketat. Prosedur-prosedur konseling bisa dipungut dari beberapa teori konseling lainnya separti teoriGestalt dan Analisis Transaksional. Tugas konselor disini adalah menyadarkan konseli bahwa ia masih ada di dunia ini dan hidupnya dapat bermakna apabila ia memaknainya.
Minggu, 17 Maret 2013
Teknik Terapi Psikoanalisis
mata kuliah : psikoterapi
1. Pengertian Terapi Psikoanalisis
Adalah teknik atau metoda pengobatan yang dilakukan oleh terapis dengan cara menggali permasalahan dan pengalaman yang direpresnya selama masa kecil serta memunculkan dorongan-dorongan yang tidak disadarinya selama ini. Psikoanalisa sendiri dipelopori oleh tokoh psikologi yang terkenal yaitu Sigmund Freud. Seperti konsep psikoanalisa Sigmund Freud, terapi dengan metode ini juga mempunyai konsep yang didasari oleh struktur kepribadian dasar manusia yaitu id, ego, dan super ego. Metode ini sendiri merupakan upaya perawatan terhadap perilaku abnormal atau gangguan dengan cara mengidentifikasikan penyebab-penyebab ‘tak sadar’ dari perilaku atau gangguan yang terjadi (diderita klien). Hal ini sangat berkaitan dengan konsep struktur pikiran yang diungkapkan oleh Freud. Freud mengungkapkan bahwa penyebab ‘tak sadar’ itu merupakan konflik yang disebabkan adanya kekuatan-kekuatan yang saling berlawanan dalam diri tiap individu dan memberi pengaruh besar terhadap perkembangan kepribadian individu sehingga menimbulkan stres dalam kehidupan.
Tujuan dari terapi ini adalah untuk mengubah kesadaran individu, sehingga segala sumber permasalahan yang ada didalam diri individu yang semulanya tidak sadar menjadi sadar, serta memperkuat ego individu untuk dapat menghadapi kehidupan yang realita.
Didalam terapi psikoanalisis ini sangat dibutuhkan sifat dari terapeutik, maksudnya adalah adanya hubungan interpersonal dan kerja sama yang professional antara terapis dan klien, terapis harus bisa menjaga hubungan ini agar klien dapat merasakan kenyamanan, ketenangan dan bisa rileks menceritakan permasalahan serta tujuannya untuk menemui terapis. Karena focus utama dalam proses terapi ini adalah menggali seluruh informasi permasalahan dan menganalisis setiap kata-kata yang diungkapkan oleh klien.
2. Konsep-konsep Terapi Psikoanalisis
Anxiety/Kecemasan
• Anxiety realita
Adalah rasa takut akan bahaya dari dunia luar dimana individu tidak dapat menerima kenyataan.
• Anxiety neurotic
Adalah rasa takut yang muncul ketika insting tidak dapat dikendalikan dan menyebabkan seseorang melakukan sesuatu yang nantinya akan mendapat hukuman
• Anxiety moral
Adalah rasa takut yang muncul pada orang-orang yang memilki superego yang tinggi, orang-orang dengan perkembangan moral yang baik akan merasa berdosa ketika merka melakukan suatu hal yang bertentangan dengaan nilai moral.
Struktur Kepribadian
• Id
Id (berkembang sejak lahir hingga usia dua tahun) merupakan lapisan psikis yang paling dasar di mana cinta dan kematian berkuasa. Id bersifat primitif, tidak terkendali, dan emosional: “sebuah dunia yang tidak logis”. Naluri bawaan seperti seks, agresif, dan keinginan-keinginan yang direpresi berada di sini. Prinsip kesenangan mendominasi bagian ini sedangkan ruang, waktu, beserta logika yang berkenaan dengan hukum kontradiksi tidak berlaku. Dalam Id energi dipergunakan untuk memuaskan naluri melalui tindakan refleksi dan pemuasan keinginan segera. (jurnal “Mengkaji Lucia Hartini Dan Lukisannya Dari Perspektif Psikoanalisis)
Id adalah struktur paling mendasar dari kepribadian, seluruhnya tidak disadari dan bekerja menurut prinsip kesenangan, tujuannya pemenuhan kepuasan yang segera.
• Ego
Ego (berkembang sejak berusia dua tahun) beraktivitas di semua lapisan; bersifat sadar manakala melakukan aktivitas sadar seperti persepsi lahiriah, persepsi batiniah, dan proses-proses intelektual; berlaku prasadar saat melakukan fungsi ingatan; dan aktivitas tak sadar Ego dijalankan dengan mekanisme pertahanan (defence mechanisms). Mekanisme pertahanan diri dapat dilakukan dengan cara sublimasi (misalnya mengatasi stres dengan melukis atau olah raga), represi, regresi, fiksasi, identifikasi, proyeksi, penolakan, dan pengalihan (displacement). Mempertahankan keutuhan kepribadian dan adaptasi dengan lingkungan melalui prinsip realitas adalah peran utama Ego. (jurnal “Mengkaji Lucia Hartini Dan Lukisannya Dari Perspektif Psikoanalisis)
• Superego
Superego (berkembang saat berusia tiga tahun dan dipengaruhi orang tua) dibentuk melalui internalisasi larangan atau perintah yang berasal dari luar hingga menjadi sesuatu yang menjadi milik subjek sendiri. Aktivitas Superego sebagai dasar hati nurani saat menyatakan diri dalam konflik dengan Ego yang dirasakan dalam emosi seperti rasa bersalah, menyesal, dan sebagainya. Termasuk di sini observasi diri, kritik diri inhibisi. Jika Superego mempertimbangkan orang lain, maka Id dan Ego bersifat egois. Konsekuensi teori ini terhadap psikoanalisis adalah konflik tidak lagi dianalisis sebagai pertentangan antarnaluri, melainkan pertahanan Ego terhadap dorongan naluriah
B. Proses Terapi Psikoanalisis
1. Asosiasi Bebas
Tugas penting dari psikoanalisis adalah untuk membawa keluar apa yang tersembunyi, harapan ketidaksadaran, konflik, dan berbagai keinginan tidak sadar yang terwujud sebagai gejala penyimpangan dan terwujud pada perilaku individu. Tujuan akhir dari berbagai tujuan itu adalah asosiasi bebas. Klien diharapkan dapat menerima aturan dasar, untuk meminimalisasi kontrol kesadarannya, tanpa melakukan sensor atau seleksi apa yang terlintas pada pikirannya. Agar proses asosiasi bebas dapat berjalan lancar; maka kemungkinan datangnya stimulus diperkecil, dan klien didukung melakukan kondisi yang rileks.Para analis meminta klien untuk melakukan asosiasi bebas, berbicara dengan bebas tentang dirinya, menceritakan tentang seluruh mimpi-mimpinya; baik tentang isinya, dan mengatakan segala sesuatunya pada analis. Ia mengatakan berbagai hal dan menguraikannya satu persatu apa saja yang ada di dalam pikirannya dan menghubungkannya dengan bagian-bagian dari asosiasi yang ada. Apakah asosiasi? Asosiasi merupakan keberkaitan antara hubungan antara gagasan, ingatan, dan kegiatan dari pancaindera (Pustaka, 1990).Pada bagian ini, asosiasi-asosiasi bebas mengarah pada pembicaraan bebas yang terlintas dalam pikiran klien. Analis harus mampu mendorong agar klien mau bebas berbicara,pengacauan stimuli diperkecil dan relaksasi didukung. Selama sesi-sesi ilmu pengobatan, klien berbaring didepan.Freud biasanya duduk dekat kepala depan, karena Freud dapat mengamati pandangan pasien. Freud percaya bahwa dengan tata letak seperti ini, dapat mengatur energi yang tidak berguna dari klien. Energi yang tidak berguna dari klien itu berupa pemikiran, perasaan, dan sejumlah fantasi. Pada mulanya, Freud meminta klien untuk menutup matanya sebagai tambahan.Hanya hal ini dapat menyebabkan klien tidak melakukan kontak dengan terapisnya. Format terapi bagi psikoanalisis klasik meminimkan keterlibatan rangsangan fisik dan sosial, agar tidak menghambat kahyalan internal dan berbagai keinginan. Kondisi-kondisi tersebut menyebabkan komunikasi klien untuk menyatakan pikiran-pikiran tidak sadar, emosional, dan tidak masuk akal. Proses tersebut agar semakin dekat dengan pada proses utama, yaitu penggalian pengamatan pada pikiran masa anak-anak, mimpi, dan pikiran tidak rasional. Pikiran pikiran itu memang dicari pada proses asosiasi bebas, dibandingkan pikiran kedewasaan, orientasi realitas, dan kondisi siaga.Beberapa ahli analis jiwa tradisional masih meminta klien mereka berbaring di dipan, namun pada saat ini banyak juga para analis dan klien duduk berhadapan di kursi yang nyaman.Pembicaraan tentang apa yang terlintas di pikiran bukanlah suatu tugas yang mudah.Individu bisa saja tidak siap atau tidak akan menyanggupi pernyataan-pernyataan yang rasional,justru sebaliknya ia mungkin akan memotong dan melarang pikiran-pikiran irasional tersebut timbul. Niat yang baik (yang secara sosial telah menjadi suatu hal yang baku), seseorang tidak akan suka untuk membicarakan hal-hal yang nampaknya sepele, tidak perlu, tidak masuk akal,mempermalukan orang lain, atau hal yang tidak relevan. Beberapa isu yang dengan sadar dihindarkan, menyebabkan kesadaran melakukan pertahanan; menyebabkan pikiran tak sadar justru menjadi pemicu proses sakit saraf individu. Timbulnya penutupan untuk berbagai hal yang sifatnya, seperti: hal yang sederhana, penghindaran topik, dan perilaku yang mencerminkan pembalasan dalam proses perawatan; seperti melupakan atau datang menjelang akhir dari janji temu.
2. Analisa Mimpi
Selama tidur, ada kondisi yang santai dari pengendalian ego normal dibandingkan pada waktu asosiasi bebas. Hal ini disebabkan proses tak sadar menjadi lebih bebas beraksi dibandingkan pada waktu pikiran sadar. Mimpi menyediakan suatu sumber informasi yang kaya tentang kebutuhan tak sadar; Freud menguraikan bahwa mimpi sebagai “pernyataan yang paling mudah dari alam tidak sadar”. Klien dalam psikoanalisa standar didukung untuk mengingat dan menceriterakan mimpi mereka, serta dibahas lalu dianalisa lebih lanjut. Tema dan gambaran mimpi ini diselidiki sebagai stimulus atau bahan eksplorasi untuk asosiasi bebas.Mimpi yang timbul dilaporkan oleh Freud merupakan wujud dari isi yang tersembunyi (material tak sadar yang tersembunyi). Material yang tersembunyi untuk muncul secara jelas, justru dapat menyebabkan ketidakmampuan individu untuk tidur, karenanya proses itu diubah bentuknya dari konflik dan berbagai keinginan yang tak sadar, menjadi sesuatu yang tidak bersalah dan dimunculkan dalam bentuk gambaran. Pekerjaan mimpi bertanggung jawab untuk perubahan ini,melibatkan suatu rangkaian operasi mental yang kompleks, seperti penggantian jarak, pemadatan,dan simbolisasi. Banyak dari lambang ini secara pribadi unik, meskipun demikian, mimpi pada orang lain jadilah lebih universal. Suatu obyek simbol, berupa penis, dalam mimpi dapat berupa bermacam-macam simbol. Simbol tersebut akan nampak menghadirkan pengalaman manusia yang tersebar luas dan mempunyai keadaan umum pada lambang mitologi, seni, atau puisi. Bagi psikoterapis pemaknaan ini harus diselidiki untuk maksud dam arti bagi setiap pribadi pada setiap kasus.
3. Pemindahan (Transference)
Analisa pemindahan (transference) adalah inti dari terapi psikonalisis. Proses ini merupakan kondisi klien, di mana ia memiliki perasaan pribadi yang kuat pada analis.Perasaan itu tidak bisa dipahami berkaitan dengan peristiwa terapi yang nyata atau dari karakters analis atau perilaku yang timbul.Rasa hormat dan cinta (pemindahan yang positif) atau kebalikannya; seperti,rasa benci, penghinaan atau marah (bersifat negatif)menjadi nampak demikian berlebihan. Hal ini yang sering dilakukan pada anak-anak dan merupakan pola yang primif. Tidak sesuai dengan statusnya sebagai orang dewasa dan hubungan profesional antara klien dengan terapis.
4. Penafsiran (Interpretation)
Hal yang pokok saat melakukan proses analisa pada klien adalah penafsiran yang menjadi bagian dari asosiasi bebas menjadi bagian dari teknik dari psikoanalisis. Gambaran yang mengarahkan pada psikoterapi adanya orientasi untuk pembahasan panjangnya penafisan berkaitan dengan model terapi yang digunakan.Penafsiran psikoanalisa memiliki arti secara spesifik bagaimana ketidak sadaran.
D. Terapi Psikonalisis Jangka Pendek
Proses psikoanalisa melibatkan empat hingga lima kali pertemuan selama satu jam untuk perminggu,selama dua atau tiga tahun.penyimpangan waktu hingga empat atau lima tahun bukanlah sesuatu yang luar biasa.banyak pertimbangan,biaya yang lebih sedikit,waktu yang panjang dan akhir dari sesi yang seolah tidak terbatas.saat ini waktu proses psikoanalisis dapat dilakukan lebih singkat,tanpa mengurangi atau kehilangan kekayaan uniknya.beberapa psikoterapis praktis yang mempraktikkan psikoanalisa hingga memakan waktu bertahun-tahun.banyak orang yang memasuki proses psikoterapi psikoanalisa yang tradisional.psikoterapi untuk memperoleh bantuan pada permasalahan yang spesifik.
1. Pengertian Terapi Psikoanalisis
Adalah teknik atau metoda pengobatan yang dilakukan oleh terapis dengan cara menggali permasalahan dan pengalaman yang direpresnya selama masa kecil serta memunculkan dorongan-dorongan yang tidak disadarinya selama ini. Psikoanalisa sendiri dipelopori oleh tokoh psikologi yang terkenal yaitu Sigmund Freud. Seperti konsep psikoanalisa Sigmund Freud, terapi dengan metode ini juga mempunyai konsep yang didasari oleh struktur kepribadian dasar manusia yaitu id, ego, dan super ego. Metode ini sendiri merupakan upaya perawatan terhadap perilaku abnormal atau gangguan dengan cara mengidentifikasikan penyebab-penyebab ‘tak sadar’ dari perilaku atau gangguan yang terjadi (diderita klien). Hal ini sangat berkaitan dengan konsep struktur pikiran yang diungkapkan oleh Freud. Freud mengungkapkan bahwa penyebab ‘tak sadar’ itu merupakan konflik yang disebabkan adanya kekuatan-kekuatan yang saling berlawanan dalam diri tiap individu dan memberi pengaruh besar terhadap perkembangan kepribadian individu sehingga menimbulkan stres dalam kehidupan.
Tujuan dari terapi ini adalah untuk mengubah kesadaran individu, sehingga segala sumber permasalahan yang ada didalam diri individu yang semulanya tidak sadar menjadi sadar, serta memperkuat ego individu untuk dapat menghadapi kehidupan yang realita.
Didalam terapi psikoanalisis ini sangat dibutuhkan sifat dari terapeutik, maksudnya adalah adanya hubungan interpersonal dan kerja sama yang professional antara terapis dan klien, terapis harus bisa menjaga hubungan ini agar klien dapat merasakan kenyamanan, ketenangan dan bisa rileks menceritakan permasalahan serta tujuannya untuk menemui terapis. Karena focus utama dalam proses terapi ini adalah menggali seluruh informasi permasalahan dan menganalisis setiap kata-kata yang diungkapkan oleh klien.
2. Konsep-konsep Terapi Psikoanalisis
Anxiety/Kecemasan
• Anxiety realita
Adalah rasa takut akan bahaya dari dunia luar dimana individu tidak dapat menerima kenyataan.
• Anxiety neurotic
Adalah rasa takut yang muncul ketika insting tidak dapat dikendalikan dan menyebabkan seseorang melakukan sesuatu yang nantinya akan mendapat hukuman
• Anxiety moral
Adalah rasa takut yang muncul pada orang-orang yang memilki superego yang tinggi, orang-orang dengan perkembangan moral yang baik akan merasa berdosa ketika merka melakukan suatu hal yang bertentangan dengaan nilai moral.
Struktur Kepribadian
• Id
Id (berkembang sejak lahir hingga usia dua tahun) merupakan lapisan psikis yang paling dasar di mana cinta dan kematian berkuasa. Id bersifat primitif, tidak terkendali, dan emosional: “sebuah dunia yang tidak logis”. Naluri bawaan seperti seks, agresif, dan keinginan-keinginan yang direpresi berada di sini. Prinsip kesenangan mendominasi bagian ini sedangkan ruang, waktu, beserta logika yang berkenaan dengan hukum kontradiksi tidak berlaku. Dalam Id energi dipergunakan untuk memuaskan naluri melalui tindakan refleksi dan pemuasan keinginan segera. (jurnal “Mengkaji Lucia Hartini Dan Lukisannya Dari Perspektif Psikoanalisis)
Id adalah struktur paling mendasar dari kepribadian, seluruhnya tidak disadari dan bekerja menurut prinsip kesenangan, tujuannya pemenuhan kepuasan yang segera.
• Ego
Ego (berkembang sejak berusia dua tahun) beraktivitas di semua lapisan; bersifat sadar manakala melakukan aktivitas sadar seperti persepsi lahiriah, persepsi batiniah, dan proses-proses intelektual; berlaku prasadar saat melakukan fungsi ingatan; dan aktivitas tak sadar Ego dijalankan dengan mekanisme pertahanan (defence mechanisms). Mekanisme pertahanan diri dapat dilakukan dengan cara sublimasi (misalnya mengatasi stres dengan melukis atau olah raga), represi, regresi, fiksasi, identifikasi, proyeksi, penolakan, dan pengalihan (displacement). Mempertahankan keutuhan kepribadian dan adaptasi dengan lingkungan melalui prinsip realitas adalah peran utama Ego. (jurnal “Mengkaji Lucia Hartini Dan Lukisannya Dari Perspektif Psikoanalisis)
• Superego
Superego (berkembang saat berusia tiga tahun dan dipengaruhi orang tua) dibentuk melalui internalisasi larangan atau perintah yang berasal dari luar hingga menjadi sesuatu yang menjadi milik subjek sendiri. Aktivitas Superego sebagai dasar hati nurani saat menyatakan diri dalam konflik dengan Ego yang dirasakan dalam emosi seperti rasa bersalah, menyesal, dan sebagainya. Termasuk di sini observasi diri, kritik diri inhibisi. Jika Superego mempertimbangkan orang lain, maka Id dan Ego bersifat egois. Konsekuensi teori ini terhadap psikoanalisis adalah konflik tidak lagi dianalisis sebagai pertentangan antarnaluri, melainkan pertahanan Ego terhadap dorongan naluriah
B. Proses Terapi Psikoanalisis
1. Asosiasi Bebas
Tugas penting dari psikoanalisis adalah untuk membawa keluar apa yang tersembunyi, harapan ketidaksadaran, konflik, dan berbagai keinginan tidak sadar yang terwujud sebagai gejala penyimpangan dan terwujud pada perilaku individu. Tujuan akhir dari berbagai tujuan itu adalah asosiasi bebas. Klien diharapkan dapat menerima aturan dasar, untuk meminimalisasi kontrol kesadarannya, tanpa melakukan sensor atau seleksi apa yang terlintas pada pikirannya. Agar proses asosiasi bebas dapat berjalan lancar; maka kemungkinan datangnya stimulus diperkecil, dan klien didukung melakukan kondisi yang rileks.Para analis meminta klien untuk melakukan asosiasi bebas, berbicara dengan bebas tentang dirinya, menceritakan tentang seluruh mimpi-mimpinya; baik tentang isinya, dan mengatakan segala sesuatunya pada analis. Ia mengatakan berbagai hal dan menguraikannya satu persatu apa saja yang ada di dalam pikirannya dan menghubungkannya dengan bagian-bagian dari asosiasi yang ada. Apakah asosiasi? Asosiasi merupakan keberkaitan antara hubungan antara gagasan, ingatan, dan kegiatan dari pancaindera (Pustaka, 1990).Pada bagian ini, asosiasi-asosiasi bebas mengarah pada pembicaraan bebas yang terlintas dalam pikiran klien. Analis harus mampu mendorong agar klien mau bebas berbicara,pengacauan stimuli diperkecil dan relaksasi didukung. Selama sesi-sesi ilmu pengobatan, klien berbaring didepan.Freud biasanya duduk dekat kepala depan, karena Freud dapat mengamati pandangan pasien. Freud percaya bahwa dengan tata letak seperti ini, dapat mengatur energi yang tidak berguna dari klien. Energi yang tidak berguna dari klien itu berupa pemikiran, perasaan, dan sejumlah fantasi. Pada mulanya, Freud meminta klien untuk menutup matanya sebagai tambahan.Hanya hal ini dapat menyebabkan klien tidak melakukan kontak dengan terapisnya. Format terapi bagi psikoanalisis klasik meminimkan keterlibatan rangsangan fisik dan sosial, agar tidak menghambat kahyalan internal dan berbagai keinginan. Kondisi-kondisi tersebut menyebabkan komunikasi klien untuk menyatakan pikiran-pikiran tidak sadar, emosional, dan tidak masuk akal. Proses tersebut agar semakin dekat dengan pada proses utama, yaitu penggalian pengamatan pada pikiran masa anak-anak, mimpi, dan pikiran tidak rasional. Pikiran pikiran itu memang dicari pada proses asosiasi bebas, dibandingkan pikiran kedewasaan, orientasi realitas, dan kondisi siaga.Beberapa ahli analis jiwa tradisional masih meminta klien mereka berbaring di dipan, namun pada saat ini banyak juga para analis dan klien duduk berhadapan di kursi yang nyaman.Pembicaraan tentang apa yang terlintas di pikiran bukanlah suatu tugas yang mudah.Individu bisa saja tidak siap atau tidak akan menyanggupi pernyataan-pernyataan yang rasional,justru sebaliknya ia mungkin akan memotong dan melarang pikiran-pikiran irasional tersebut timbul. Niat yang baik (yang secara sosial telah menjadi suatu hal yang baku), seseorang tidak akan suka untuk membicarakan hal-hal yang nampaknya sepele, tidak perlu, tidak masuk akal,mempermalukan orang lain, atau hal yang tidak relevan. Beberapa isu yang dengan sadar dihindarkan, menyebabkan kesadaran melakukan pertahanan; menyebabkan pikiran tak sadar justru menjadi pemicu proses sakit saraf individu. Timbulnya penutupan untuk berbagai hal yang sifatnya, seperti: hal yang sederhana, penghindaran topik, dan perilaku yang mencerminkan pembalasan dalam proses perawatan; seperti melupakan atau datang menjelang akhir dari janji temu.
2. Analisa Mimpi
Selama tidur, ada kondisi yang santai dari pengendalian ego normal dibandingkan pada waktu asosiasi bebas. Hal ini disebabkan proses tak sadar menjadi lebih bebas beraksi dibandingkan pada waktu pikiran sadar. Mimpi menyediakan suatu sumber informasi yang kaya tentang kebutuhan tak sadar; Freud menguraikan bahwa mimpi sebagai “pernyataan yang paling mudah dari alam tidak sadar”. Klien dalam psikoanalisa standar didukung untuk mengingat dan menceriterakan mimpi mereka, serta dibahas lalu dianalisa lebih lanjut. Tema dan gambaran mimpi ini diselidiki sebagai stimulus atau bahan eksplorasi untuk asosiasi bebas.Mimpi yang timbul dilaporkan oleh Freud merupakan wujud dari isi yang tersembunyi (material tak sadar yang tersembunyi). Material yang tersembunyi untuk muncul secara jelas, justru dapat menyebabkan ketidakmampuan individu untuk tidur, karenanya proses itu diubah bentuknya dari konflik dan berbagai keinginan yang tak sadar, menjadi sesuatu yang tidak bersalah dan dimunculkan dalam bentuk gambaran. Pekerjaan mimpi bertanggung jawab untuk perubahan ini,melibatkan suatu rangkaian operasi mental yang kompleks, seperti penggantian jarak, pemadatan,dan simbolisasi. Banyak dari lambang ini secara pribadi unik, meskipun demikian, mimpi pada orang lain jadilah lebih universal. Suatu obyek simbol, berupa penis, dalam mimpi dapat berupa bermacam-macam simbol. Simbol tersebut akan nampak menghadirkan pengalaman manusia yang tersebar luas dan mempunyai keadaan umum pada lambang mitologi, seni, atau puisi. Bagi psikoterapis pemaknaan ini harus diselidiki untuk maksud dam arti bagi setiap pribadi pada setiap kasus.
3. Pemindahan (Transference)
Analisa pemindahan (transference) adalah inti dari terapi psikonalisis. Proses ini merupakan kondisi klien, di mana ia memiliki perasaan pribadi yang kuat pada analis.Perasaan itu tidak bisa dipahami berkaitan dengan peristiwa terapi yang nyata atau dari karakters analis atau perilaku yang timbul.Rasa hormat dan cinta (pemindahan yang positif) atau kebalikannya; seperti,rasa benci, penghinaan atau marah (bersifat negatif)menjadi nampak demikian berlebihan. Hal ini yang sering dilakukan pada anak-anak dan merupakan pola yang primif. Tidak sesuai dengan statusnya sebagai orang dewasa dan hubungan profesional antara klien dengan terapis.
4. Penafsiran (Interpretation)
Hal yang pokok saat melakukan proses analisa pada klien adalah penafsiran yang menjadi bagian dari asosiasi bebas menjadi bagian dari teknik dari psikoanalisis. Gambaran yang mengarahkan pada psikoterapi adanya orientasi untuk pembahasan panjangnya penafisan berkaitan dengan model terapi yang digunakan.Penafsiran psikoanalisa memiliki arti secara spesifik bagaimana ketidak sadaran.
D. Terapi Psikonalisis Jangka Pendek
Proses psikoanalisa melibatkan empat hingga lima kali pertemuan selama satu jam untuk perminggu,selama dua atau tiga tahun.penyimpangan waktu hingga empat atau lima tahun bukanlah sesuatu yang luar biasa.banyak pertimbangan,biaya yang lebih sedikit,waktu yang panjang dan akhir dari sesi yang seolah tidak terbatas.saat ini waktu proses psikoanalisis dapat dilakukan lebih singkat,tanpa mengurangi atau kehilangan kekayaan uniknya.beberapa psikoterapis praktis yang mempraktikkan psikoanalisa hingga memakan waktu bertahun-tahun.banyak orang yang memasuki proses psikoterapi psikoanalisa yang tradisional.psikoterapi untuk memperoleh bantuan pada permasalahan yang spesifik.
Langganan:
Postingan (Atom)