Ni Ketut Budiartini
3PA01/14510946
Psikologi Lintas Budaya
Kata atau istilah akulturasi sangat identik dengan kebudayaan. Proses akulturasi akan menyebabkan terjadinya berbagai relasi antar budaya yang satu dengan yang lain. Berikut ini akan dijelaskan pengertian dari akulturasi dan relasi internakultural berdasarkan teori Psikologi Lintas Budaya.
Akulturasi
A. Pengertian Akulturasi
Akulturasi adalah suatu proses sosial yang timbul manakala suatu kelompok manusiadengan kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur dari suatu kebudayaan asing. Kebudayaan asing itu lambat laun diterima dan diolah ke dalam kebudayaannya sendiri tanpa menyebabkan hilangnya unsur kebudayaan kelompok itu sendiri. Atau bisa juga di definisikan sebagai perpaduan antara kebudayaan yang berbeda yang berlangsung dengan damai dan serasi.
Contoh akulturasi, saat budaya rap dari negara asing digabungkan dengan bahasa Jawa, sehingga menge-rap dengan menggunakan bahasa Jawa.
Pengertian Akulturasi Dari Para Ahli:
1. Koentjaraningrat (1996:155)
Akulturasi adalah suatu proses sosial yang timbul bila suatu kelompok manusia dengan suatu kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur-unsur dari suatu kebudayaan asing dengan sedemikian rupa, sehingga unsur-unsur kebudayaan asing itu lambat laun diterima dan diolah ke dalam kebudayaan sendiri tanpa menyebabkan hilangnya kepribadian kebudayaan itu sendiri.
2. Garbarino
"Acculturation (is) the process of culture change as a result of long term, face to face contact between two societies" (Garbarino, 1983).
“Akulturasi (adalah) proses perubahan budaya sebagai akibat jangka panjang, tatap muka kontak antara dua masyarakat "(Garbarino, 1983).
3. Robert E.Park dan Ernest W.Burgess (1921:735)
Comprehends those phenomena which result when groups of individuals having different culture comes into continous first hand contact, with subsequent changes in the original cultural patterns of either or both groups".
“Memahami fenomena yang terjadi ketika kelompok individu yang memiliki budaya yang berbeda datang ke dalam kelompok lain, dengan perubahan berikutnya dalam pola-pola budaya asli dari salah satu atau kedua kelompok ".
4. Arnold M.Rose (1957:557-558)
“The adoption by a person or group of the culture of another social group."
"Adopsi oleh orang atau kelompok dari kelompok social budaya lain "
5. Redfield, Linton, Herskovits
Akulturasi meliputi fenomena yang timbul sebagai hasil, jika kelompok-kelompok manusia yang mempunyai kebudayaan yang berbeda-beda bertemu, dan mengadakan kontak secara terus menerus, yang kemudian menimbulkan perubahan dalam pola kebudayaan yang original dari salah satu kelompok atau kedua-duanya.
Dari definisi tersebut terlihat bahwa akulturasi adalah salah satu aspek daripada culture change dan asimilasi adalah salah satu fase dari akulturasi, sedang difusi adalah daripada akulturasi
6. Krober
Akulturasi itu meliputi perubahan didalam kebudayaan yang disebabkan oleh adanya pengaruh dari kebudayaan yang lain, yang akhirnya menghasilkan makin banyaknya persamaan pada kebudayaan itu. Menurut krober, difusi adalah salah satu aspek dari akulturasi.
7. Gillin & Gillin dalam bukunya “Culture Sosiology”
Sebagai proses dimana masyarakat-masyarakat yang berbeda-beda kebudayaannya mengalami perubahan oleh kontak yang sama dan langsung, tetapi dengan tidak sampai kepada pencampuran yang komplit dan bulat dari kedua kebudayaan itu.
C. Faktor-Faktor yang Menyebabkan Timbulnya Suatu Proses Akulturasi
Faktor Internal (dalam), antara lain:
1. Bertambah atau berkurangnya penduduk (kelahiran, kematian, migrasi)
Pertambahan penduduk yang sangat cepat menyebabkan terjadinya perubahan struktur dalam masyarakat, terutama lembaga kemasyarakatannya.
2. Penemuan-penemuan baru
a. Discovery: penemuan ide atau alat baru yang sebelumnya belum pernah ada
b. Invention : penyempurnaan penemuan baru
c. Innovation: pembaruan atau penemuan baru yang diterapkan dalam kehidupan masyarakat sehingga menambah, melengkapi atau mengganti yang telah ada.
3. Pertentangan (konflik) masyarakat
Pertentangan atau konflik merupakan salah satu sebab terjadinya perubahan sosial dan kebudayaan.
4. Terjadinya pemberontakan atau revolusi
Adanya revolusi atau pemberontakan dalam suatu negara akan menimbulkan perubahan.
Faktor Ekstern (luar), antara lain:
1. Lingkungan fisik yang ada di sekitar manusia
Terjadinya bencana alam, seperti gempa bumi, meletusnya gunung berapi, banjir besar, angin topan, dan semacamnya mengakibatkan masyarakat harus meninggalkan tempat tinggalnya dan pindah ke tempat tinggal yang baru
2. Peperangan
Peperangan dengan negara lain dapat pula mengakibatkan terjadinya perubahan karena biasanya negara yang menang dalam peperangan akan memaksakan kebijakannya terhadap negara yang kalah.
3. Pengaruh kebudayaan masyarakat lain
Melalui difusi (penyebaran kebudayaan), akulturasi (pembauran antar budaya yang masih terlihat masing-masing sifat khasnya), asimilasi (pembauran antar budaya yang menghasilkan budaya yang sama sekali baru batas budaya lama tidak tampak lagi) dapat mengakibatkan terjadinya perubahan kebudayaan.
INTERNAKULTURAL
A. Pengertian Internakultural
Internakultural (komunikasi antarbudaya) menurut Stewart L. Tubbs, adalahkomunikasi yang terjadi di antara orang-orang yang memiliki kebudayaan yang berbeda (baik dalam ras, etnik, atau sosioekonomi) atau gabungan dari semua perbedaan ini. Kebudayaan adalah cara hidup yang berkembang dan dianut oleh sekelompok orang serta berlangsung dari generasi ke generasi.
Hamid Mowlana menyebutkan internakultural sebagai human flow across national boundaries. Misalnya, dalam keterlibatan suatu konfrensi internasional dimana bangsa-bangsa dari berbagai negara berkumpul dan berkomunikasi satu sama lain. Sedangkan Fred E. Jandt mengartikan internakultural sebagai interaksi tatap muka di antara orang-orang yang berbeda budayanya.
Guo-Ming Chen dan William J. Sartosa mengatakan bahwa internakultural adalah proses negosiasi atau pertukaran sistem simbolik yang membimbing perilaku manusia dan membatasi mereka dalam menjalankan fungsinya sebagai kelompok.
Selanjutnyainternakultural itu dilakukan:
1. Dengan negosiasi untuk melibatkan manusia di dalam pertemuan antarbudaya yang membahas satu tema (penyampaian tema melalui simbol) yang sedang dipertentangkan.
2. Melalui pertukaran sistem simbol yang tergantung dari persetujuan antarsubjek yang terlibat dalam komunikasi, sebuah keputusan dibuat untuk berpartisipasi dalam proses pemberian makna yang sama;
3. Sebagai pembimbing perilaku budaya yang tidak terprogram namun bermanfaat karena mempunyai pengaruh terhadap perilaku kita;
4. Menunjukkan fungsi sebuah kelompok sehingga kita dapat membedakan diri dari kelompok lain dan mengidentifikasinya dengan pelbagai cara.
B. Fungsi-Fungsi Internakultural
1. Fungsi Pribadi, adalah fungsi-fungsi komunikasi yang ditunjukkan melalui perilaku komunikasi yang bersumber dari seorang individu.
a. Menyatakan identitas sosial
Dalam proses internakultural terdapat beberapa perilaku komunikasi individu yang digunakan untuk menyatakan identitas sosial. Perilaku itu dinyatakan melalui tindakan berbahasa baik secara verbal dan nonverbal. Dari perilaku berbahasa itulah dapat diketahui identitas diri maupun sosial, misalnya dapat diketahui asal-usul suku bangsa, agama, maupun tingkat pendidikan seseorang.
b. Menyatakan integrasi sosial
Inti konsep integrasi sosial adalah menerima kesatuan dan persatuan antarpribadi, antarkelompok namun tetap mengakui perbedaan-perbedaan yang dimiliki oleh setiap unsur..
c. Menambah pengetahuan
Seringkali komunikasi antarpribadi maupun antarbudaya menambah pengetahuan bersama, saling mempelajari kebudayaan masing-masing.
d. Melepaskan Diri atau Jalan Keluar
Kadang-kadang kita berkomunikasi dengan orang lain untuk melepaskan diri atau mencri jalan keluar atas masalah yang sedang kita hadapi.
2. Fungsi Sosial
a. Pengawasan
Praktek internakultural di antara komunikator dan komunikan yang berbada kebudayaan berfungsi saling mengawasi. Dalam setiap proses internakultural fungsi ini bermanfaat untuk menginformasikan "perkembangan" tentang lingkungan. Fungsi ini lebih banyak dilakukan oleh media massa.
b. Menjembatani
Dalam proses internakultural, maka fungsi komunikasi yang dilakukan antara dua orang yang berbeda budaya itu merupakan jembatan atas perbedaan di antara mereka. Fungsi menjembatani itu dapat terkontrol melalui pesan-pesan yang mereka pertukarkan, keduanya saling menjelaskan perbedaan tafsir atas sebuah pesan sehingga menghasilkan makna yang sama.
c. Sosialisasi nilai
Fungsi sosialisasi merupakan fungsi untuk mengajarkan dan memperkenalkan nilai-nilai kebudayaan suatu masyarakat kepada masyarakat lain.
d. Menghibur
Fungsi menghibur juga sering tampil dalam proses internakultural. Misalnya menonton tarian hula-hula dan "Hawaian" di taman kota yang terletak di depanHonolulu Zaw, Honolulu, Hawai. Hiburan tersebut termasuk dalam kategori hiburan antarbudaya.
C. Prinsip-Prinsip Internakultural
1. Relativitas bahasa
Pada akhir tahun 1920-an dan disepanjang tahun 1930-an, dirumuskan bahwa karakteristik bahasa memengaruhi proses kognitifkita. Dan karena bahasa-bahasa di dunia sangat berbeda-beda dalam hal karakteristiksemantik dan strukturnya, tampaknya masuk akal untuk mengatakan bahwa orang yang menggunakan bahasa yang berbeda juga akan berbeda dalam cara mereka memandang dan berpikir tentang dunia.
2. Bahasa sebagai cermin budaya
Bahasa mencerminkan budaya. Makin besar perbedaan budaya, makin perbedaan komunikasi baik dalam bahasa maupun dalam isyarat-isyarat nonverbal.
3. Mengurangi ketidakpastian
Makin besar perbedaan antarbudaya, makin besarlah ketidakpastian dan ambiguitas dalam komunikasi.
4. Kesadaran diri dan perbedaan antarbudaya
Makin besar perbedaan antarbudaya, makin besar kesadaran diri (mindfulness) para partisipan selama komunikasi. Ini mempunyai konsekuensi positif dan negatif.
5. Interaksi awal dan perbedaan antarbudaya
Perbedaan antarbudaya terutama penting dalam interaksi awal dan secara berangsur berkurang tingkat kepentingannya ketika hubungan menjadi lebih akrab. Walaupun kita selalu menghadapi kemungkinan salah persepsi dan salah menilai orang lain, kemungkinan ini khususnya besar dalam situasi komunikasi antarbudaya.
6. Memaksimalkan hasil interaksi
Dalam internakultural seperti dalam semua komunikasi, kita berusaha memaksimalkan hasil interaksi. Tiga konsekuensi yang dibahas oleh Sunnafrank (1989), pertama mengisyaratkan implikasi yang penting bagi komunikasi antarbudaya.
Kedua, bila kita mendapatkan hasil yang positif, kita terus melibatkan diri dan meningkatkan komunikasi kita. Bila kita memperoleh hasil negatif, kita mulai menarik diri dan mengurangi komunikasi.
Ketiga, kita mebuat prediksi tentang mana perilaku kita yang akan menghasilkan hasil positif.
Sumber:
Soekanto, Soerjono. 2007. Sosiologi Suatu Pengantar. Ed. Baru – 41. Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada.
Maryati, Kun dan Juju Suryawati. 2001. Sosiologi untuk SMA dan MA Kelas XII. Jakarta:
PT Gelora Aksara Pratama.
http://id.wikipedia.org/wiki/Akulturasi
http://nadiarahma10.blogspot.com/2012/10/akulturasi-dan-relasi-internakultural.html
Minggu, 04 November 2012
Kamis, 04 Oktober 2012
TRANSMISI BUDAYA DAN BIOLOGIS SERTA AWAL PERKEMBANGAN DAN PENGASUHAN
Ni Ketut Budiartini
3PA01/14510946
Budaya merupakan suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generas. Bahasa, sebagaimana juga budaya, merupakan bagian tak terpisahkan dari diri manusia sehingga banyak orang cenderung menganggapnya diwariskan secara genetis. Ketika seseorang berusaha berkomunikasi dengan orang-orang yang berbeda budaya dan menyesuaikan perbedaan-perbedaannya, membuktikan bahwa budaya itu dipelajari. mewariskan budaya dari generasi yang satu ke generasi yang lain melalui sebuah kegiatan pengiriman atau penyebaran sebuah kebiasaan/adat istiadat yang sulit untuk diubah disebut dengan transmisi budaya.
Di Indonesia terdapat bermacam-macam bentuk transmisi budaya, yaitu : sosialisasi, akulturasi, enkulturasi, dan bilogis.
Bentuk – bentuk Transmisi Budaya
1. Sosialisasi
Sosisalisasi adalah proses pemasyarakatan, yaitu seluruh proses apabila seorang individu dari masa kanak-kanak sampai dewasa, berkembang, berhubungan, mengenal, dan menyesuaikan diri dengan individu-individu lain dalam masyarakat. Menurut Soerjono Soekanto, sosialisasi adalah suatu proses di mana anggota masyarakat baru mempelajari norma-norma dan nilai-nilai masyarakat di mana ia menjadi anggota.
2. AKULTURASI
Kehadiran orang Belanada di Indonesia, yang kemudian jadi penguasa, sangat mempengaruhi gaya hidup, bentuk bangaunan tradisional, serta fungsi ruangannya. Selain itu, alat perlengkapan rumah tangga yang biasa dipakai sehari-hari oleh rakyat pribumi juga mengalami perubahan. Lalu tujuh unsur universal yaitu bahasa, peralatan&perlengkapan hidup, matapencarian dan sistem ekonomi, sistem kemasyarakatan, kesenian , ilmu pengetahuan dan religi juga ikut terpengeruh. Ketujuh unsur universal budaya itu bercampur dan percampuran antara kebudayaan Belanda dan Pribumi itulah yang disebut kebudayaan Indis.
Akulturasi yang terjadi antara budaya asing (Belanda) dan pribumi dapat dibilang cukup sukses, mengapa? Ya karena masing-masing budaya (Asing dan Pribumi) sama sekali tidak kehilangan ke khas-an nya. Contohnya pada masyarakat Jawa. Meski banyak sekali kedatangan para ‘tamu’ dari Eropa, Cina, Australia, dan India kebudayaan Pribumi Jawa dapat tetap bertahan. Local Genius pribumi Jawa mampu menanggapi kehadiran budaya asing secara aktif tanpa kehilangan kepribadiannya. Semua hal tadi menunjukan bahwa pribumi Jawa memiliki sikap open minded tolerance atau savoir vivre (lapang dada).
Bentuk bangunan.
Pengaruh budaya asing khususnya Belanda yang datang ke Indonesia cukup besar. Selain mempengaruhi tujuh unsur universal budaya, pengaruh budaya asing juga ‘menjalar’ pada tata bentuk (arsitektur) bangunan/tempat tinggal. Meskipun bentuk dasar bangunan/tempat tinggal masih tradisional, tetapi pada beberapa tata letak dan ornamen-ornamen yang terdapat di bangunan/tempat tinggal tersebut ada pengaruh dari budaya asing. Contohnya adalah sebelum masa itu rumah-rumah orang pribumi tidak dilengkapi atau ada tempat pembuangan (jamban) atau pun tempat mandi di sekitar rumah maupun di dalam lingkungan rumah atau kali pada pagi hari. Setelah masuknya kebudayaan asing dan terbentuknya kebudayaan indis, rumah-rumah para non-pribumi atau keturunannya sudah mulai memiliki tempat pembuangan dan tempat mandi yang terletak di dalam halaman rumah. Lalu pada tahun 1870 masyarakat mulai mengenal kamar mandi yang terletak di dalam rumah seperti yang kita kenal.
Lalu pada rumah-rumah tersebut biasanya ada ornamen atau hiasan bergaya eropa. Contohnya pada puncak atap rumah yang terdapat hiasan seperti ukiran dan pahatan patung atau juga bentuk-bentuk seperti menara kecil yang menjulang tidak begitu tinggi.
3. ENKULTURASI
Pada masa kebudayaan Indis, enkulturasi terjadi dilingkungan pendidikan dimana pengaruh teman sekitar bagi seorang anak lah yang akan ‘membentuk’nya. Kebiasaan hidup mewah misalnya, anak-anak pada masa itu melihat cara para orang dewasa berpakaian, cara atau kebiasaan para orang dewasa merayakan sesuatu dengan berpesta (minum bir bersama contohnya).
4. BIOLOGIS
Suburnya budaya Indis pada awalnya didukung oleh kebiasaan hidup membujang para pejabat Belanda. Pada masa itu ada larangan membawa pasangan dan mendatangakan perempuan Belanda ke Hindia Belanda. Hal itu mendorong para lelaki Belanda menikahi penduduk setempat. Maka terjadilah percampuran darah yang melahirkan anak-anak campuran, serta sevara otomatis menimbulakan budaya dan gaya hidup Belanda-Pribumi/gaya Indis.
Pengaruh Enkulturasi terhadap perkembangan psikologi individu
Enkulturasi mengacu pada proses dengan mana kultur (budaya) ditransmisikan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Kita mempelajari kultur, bukan mewarisinya. Kultur ditransmisikan melalui proses belajar, bukan melalui gen. Orang tua, kelompok, teman, sekolah, lembaga keagamaan, dan lembaga pemerintahan merupakan guru-guru utama dibidang kultur.
Pengaruh Sosialisasi terhadap perkembangan psikologi individual
Beberapa teori perkembangan manusia telah mengungkapkan bahwa manusia telah tumbuh dan berkembang dari masa bayi kemasa dewasa melalui beberapa langkah jenjang. Kehidupan anak dalam menelusuri perkembangnya itu pada dasarnya merupakan kemampuan mereka berinteraksi dengan lingkungan. Pada proses integrasi dan interaksi ini faktor intelektual dan emosional mengambil peranan penting. Proses tersebut merupakan proses sosialisasi yang mendudukkan anak-anak sebagai insan yang yang secara aktif melakukan proses sosialisasi
Pengaruh akulturasi terhadap perkembangan psikologi individu
Akulturasi mempengaruhi perkembangan psikologi individu melalui suatu proses sosial yang timbul manakala suatu kelompok manusia dengan kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur dari suatu kebudayaan asing. Akulturasi terjadi karena sekelompok orang asing yang berangsur-angsur mengikuti cara atau peraturan di dalam lingkup orang Indonesia.
Awal Masa Perkembangan dan pola kelekatan pada ibu dan pengasuh
Transmisi budaya dapat terjadi sesuai dengan awal pengembangan dan pengasuhan yang terjadi pada masing-masing individu. Dimana proses seperti enkulturasi, sosialisasi ataupun akulturasi yang mempengaruhi perkembangan psikologis individu tergantung bagaimana individu mendapat pengasuhan dan bagaimana lingkungan yang diterimanya.
Kelekatan juga terbentuk dari pengasuhan yang sensitif. Ibu yang sensitif, responsif, hangat, dan menerima akan membentuk dasar rasa aman bagi anak. Pengalaman yang membentuk kelekatan yang aman akan membuat anak memiliki kerangka pikir positif untuk mengetahui dunia. Sayangnya banyak ibu yang kurang sensitif merespon kebutuhan anak.
AWAL PENGEMBANGAN DAN PENGASUHAN
Pada keluarga bangsawan dan priyayi Jawa, anak-anak diasuh oleh para pembantu yang biasanya di sebut emban. Selain emban ada juga inya yang bertugas menyusui danwuucumbu (abdi pendampng). Pembagian tugas yang seperti demikian ternyata diikuti juga oleh keluarga Belanda, Indo, dan priyayi baru. Anak-anak meraka diasuh oleh para babu, jongos, dan sopir. Para pembantu rumah tangga tersebut tidak hanya sekedar mengurus rumah tetapi juga menjaga anak-anak para majikan mereka dan pembagian kerja seperti itu tidak dikenal di negara Belanda.
Jelas dari hal tersebut, kelekatan (attachment) antara anggota keluarga misalnya anak dan orang tuanya tidak akan begitu kuat dikarenakan intensitas pertemuan dan melakukan kegiatan bersama, anak lebih sering dilakukan dengan pengasuh dan bukan orang tuanya sendiri. Perkembangan yang terjadi pada anak yang diasuh oleh para pengasuh tersebut juga akan berbeda dibanding dengan perkembangan anak pada masyarakat biasa.
Senin, 01 Oktober 2012
PSIKOLOGI LINTAS BUDAYA
Ni Ketut Budiartini
3PA01/14510946
1.1 PENGERTIAN PSIKOLOGI LINTAS BUDAYA
Negara Indonesia terdiri dari beragam suku, dimana setiap suku memiliki kebudayaannya masing – masing. kebudayaan ini memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap perilaku manusia. melalui ilmu psikologi lintas budaya kita akan mempelajari bagaimana budaya dapat mempengaruhi prilaku manusia.
berikut beberapa devinisi dari psikologi lintas budaya :
Psikologi lintas-budaya adalah cabang dari psikologi yang melihat bagaimana faktor-faktor budaya mempengaruhi perilaku manusia. The International Association of Cross-Cultural Psychology (IACCP) didirikan pada tahun 1972, terus tumbuh dan berkembang sejak saat itu. Hari ini, terjadi peningkatan jumlah psikolog yang menyelidiki perbedaan perilaku antara berbagai budaya di seluruh dunia.
Psikologi lintas budaya adalah kajian mengenai persamaan dan perbedaan dalam fungsi individu secara psikologis, dalam berbagai budaya dan kelompok etnik; mengenai hubungan-hubungan di antara ubaha psikologis dan sosio-budaya, ekologis, dan ubahan biologis; serta mengenai perubahan-perubahan yang berlangsung dalam ubahan-ubahan tersebut.
Budaya mengacu pada banyak karakteristik dari sekelompok orang, termasuk sikap, perilaku, adat istiadat dan nilai-nilai yang ditransmisikan dari satu generasi ke generasi berikutnya (Matsumoto, 2000). Tujuan dari psikologi lintas-budaya adalah untuk melihat kedua perilaku universal dan perilaku yang unik untuk mengidentifikasi di mana dampak perilaku kita, kehidupan keluarga, pendidikan, pengalaman sosial dan daerah lainnya.
Banyak psikolog lintas-budaya yang memilih untuk fokus pada satu dari dua pendekatan:
1. Pendekatan etik berfokus pada mempelajari bagaimana budaya yang berbeda adalah serupa.
2. Pendekatan emik berfokus pada mempelajari perbedaan antara budaya.
Beberapa pengertian psikologi lintas budaya dari tokoh lain adalah :
- penelitian lintas budaya dalam psikologi adalah perbandingan variabel psikologis secara sistematis yang jelas dalam kondisi budaya yang berbeda dalam rangka untuk menentukan pendahulu dan proses yang menengahi munculnya perbedaan perilaku(Ecksenberger, 1972 ).
- psikologi lintas budaya adalah studi empiris pada anggota berbagai kelompok kebudayaan yang mempunyai perbedaan pengalaman yang mengarah pada tanda dan perilaku berbeda yang dapat diprediksi. mayoritas penelitian yang dilakukan adalah penelitian pada kelompok yang berbicara dengan bahasa yang berbeda dan diatur oleh unit politik yang berbeda ( Brislin, Lonner, Thorndike, 1973 ).
- penelitian tentang psikologi lintas budaya adalah berbagai macam tipe penelitian tentang perilaku manusia yang memperbandingkan antara dua atau lebih budaya yg ada ( Matsumoto, 1996 ).
- psikologi lintas budaya adalah studi tentang persamaan dan perbedaan fungsi psikologis individu dalam berbagai budaya dan kelompok etnis, serta hubungan antara variabel psikologis dan budaya sosial, ekologi, variabel biologi, serta perubahan variabel-variabel tersebut. ( Berry, 1992 )
Menurut Segall, Dasen dan Poortinga, psikologi lintas-budaya adalah kajian mengenai perilaku manusia dan penyebarannya, sekaligus memperhitungkan cara perilaku itu dibentuk dan dipengaruhi oleh kekuatan-kekuatan sosial dan budaya. Definisi ini mengarahkan perhatian pada dua hal pokok: keragaman perilaku manusia di dunia dan kaitan antara perilaku terjadi. Definisi ini relatif sederhana dan memunculkan banyak persoalan
Salah satu definisi konsep budaya adalah yang dikemukakan Koentjaraningrat (2002) yang mendefinisikannya sebagai seluruh total dari pikiran, karya, dan hasil karya manusia yang tidak berakar kepada nalurinya, dan yang karena itu hanya bisa dicetuskan oleh manusia sesudah proses belajar. Definisi tersebut mendominasi pemikiran dalam kajian-kajian budaya di Indonesia sejak tahun 70an, sejak buku ‘Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan’ diterbitkan. Koentjaraningrat (2002) memecahnya ke dalam 7 unsur, yakni sistem religi dan upacara keagamaan, sistem dan organisasi kemasyarakatan, sistem pengetahuan, bahasa, kesenian, sistem mata pencaharian hidup dan sistem teknologi dan peralatan. Ketujuh unsur itulah yang membentuk budaya secara keseluruhan
1.2 TUJUAN PSIKOLOGI LINTAS BUDAYA
Tujuan dari lintas-budaya psikolog adalah untuk melihat manusia dan perilakunya dengan kebudayaan yang ada sangat beragam dengan kebudayaan yang ada disekitar kita . untuk melihat kedua perilaku universal dan perilaku yang unik untuk mengidentifikasi cara di mana budaya dampak perilaku kita, kehidupan keluarga, pendidikan, pengalaman sosial dan daerah lainnya.
1.3 HUBUNGAN PSIKOLOGI LINTAS BUDAYA DENGAN PSIKOLOGI BUDAYA & ANTROPOLOGI
Hubungan Psikologi dan Budaya
Pada awal perkembangannya, ilmu psikologi tidak menaruh perhatian terhadap budaya. Baru sesudah tahun 50-an budaya memperoleh perhatian. Namun baru pada tahun 70-an ke atas budaya benar-benar memperoleh perhatian. Pada saat ini diyakini bahwa budaya memainkan peranan penting dalam aspek psikologis manusia. Oleh karena itu pengembangan ilmu psikologi yang mengabaikan faktor budaya dipertanyakan kebermaknaannya. Triandis (2002) misalnya, menegaskan bahwa psikologi sosial hanya dapat bermakna apabila dilakukan lintas budaya. Hal tersebut juga berlaku bagi cabang-cabang ilmu psikologi lainnya.
Hubungan psikologi dengan antropologi
Kategori yang sering digunakan untuk merujuk kelompok budaya adalah etnisitas dan bahasa. Sebuah kelompok etnik diposisikan sebagai satu kelompok budaya. Demikian juga masyarakat yang menggunakan bahasa khasnya sendiri diperlakukan sebagai satu kelompok budaya khusus. Asumsinya mendasarkan pada pendapat Jacques Lacan, yang menyatakan bahwa manusia terkungkung pada bahasa yang digunakannya. Bahasa adalah penentu budaya manusia. Dunia dipahami manusia dari kelompok budaya berbeda secara berbeda karena bahasa yang digunakan untuk memahaminya juga berbeda. Oleh karena itu orang minang, meskipun dilahirkan di luar Sumatera Barat, namun sepanjang ia dibesarkan dengan bahasa ibu bahasa minangkabau, maka ia semestinya dimasukkan dalam kelompok budaya minangkabau. Sebaliknya apabila dia dibesarkan dengan bahasa ibu bahasa jawa, maka semestinya ia dikelompokkan ke dalam kelompok budaya jawa, meskipun ibu bapanya orang minang. Lantas bagaimana bila ibu minang, bapak jawa dan sang anak dibesarkan dengan bahasa indonesia, apakah kemudian sang anak menjadi kelompok budaya indonesia dan tidak menjadi minang ataupun jawa?
Pada umumnya penelitian psikologi lintas budaya dilakukan lintas negara atau lintas etnis. Artinya sebuah negara atau sebuah etnis diperlakukan sebagai satu kelompok budaya. Dari sisi praktis, hal itu sangat berguna. Meskipun hal tersebut juga menimbulkan persoalan, apakah sebuah negara bisa diperlakukan sebagai satu kelompok budaya bila didalamnya ada ratusan etnik seperti halnya indonesia? Dalam posisi seperti itu, penggunaan bahasa nasional yakni bahasa indonesia menjadi dasar untuk menggolongkan seluruh orang indonesia ke dalam satu kelompok budaya.
Pada akhirnya tidak ada kategori kaku yang bisa digunakan untuk melakukan pengelompokan budaya. Apakah batas-batas budaya itu ditandai dengan ras, etnis, bahasa, atau wilayah geografis, semuanya bisa tumpang tindih satu sama lain atau malah kurang relevan.
Daftar Pustaka
Koentjaraningrat (2002). Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan. Jakarta : Gramedia
Matsumoto, D. (2002). Culture, psychology, and education. In W. J. Lonner, D. L. Dinnel, S. A.
Hayes, & D. N. Sattler (Eds.), Online Readings in Psychology and Culture (Unit 2, Chapter 5), (http://www.ac.wwu.edu/~culture/index-cc.htm), Center for Cross-Cultural Research, Western Washington University, Bellingham, Washington USA
Triandis, H.C. (1994). Culture and Social Behavior. New York : McGraw-Hill.
Etika Individual Pola Dasar Filsafat Moral. Karangan Drs. H. Burhanuddin,MM. Penerbit Rineka Cipta ISBN : 979-518-761-9 Tahun terbit 1997
http://mhikkyu.blogspot.com/2011/10/psikologi-lintas-budaya.html
Ni Ketut Budiartini
3PA01/14510946
1.1 PENGERTIAN PSIKOLOGI LINTAS BUDAYA
Negara Indonesia terdiri dari beragam suku, dimana setiap suku memiliki kebudayaannya masing – masing. kebudayaan ini memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap perilaku manusia. melalui ilmu psikologi lintas budaya kita akan mempelajari bagaimana budaya dapat mempengaruhi prilaku manusia.
berikut beberapa devinisi dari psikologi lintas budaya :
Psikologi lintas-budaya adalah cabang dari psikologi yang melihat bagaimana faktor-faktor budaya mempengaruhi perilaku manusia. The International Association of Cross-Cultural Psychology (IACCP) didirikan pada tahun 1972, terus tumbuh dan berkembang sejak saat itu. Hari ini, terjadi peningkatan jumlah psikolog yang menyelidiki perbedaan perilaku antara berbagai budaya di seluruh dunia.
Psikologi lintas budaya adalah kajian mengenai persamaan dan perbedaan dalam fungsi individu secara psikologis, dalam berbagai budaya dan kelompok etnik; mengenai hubungan-hubungan di antara ubaha psikologis dan sosio-budaya, ekologis, dan ubahan biologis; serta mengenai perubahan-perubahan yang berlangsung dalam ubahan-ubahan tersebut.
Budaya mengacu pada banyak karakteristik dari sekelompok orang, termasuk sikap, perilaku, adat istiadat dan nilai-nilai yang ditransmisikan dari satu generasi ke generasi berikutnya (Matsumoto, 2000). Tujuan dari psikologi lintas-budaya adalah untuk melihat kedua perilaku universal dan perilaku yang unik untuk mengidentifikasi di mana dampak perilaku kita, kehidupan keluarga, pendidikan, pengalaman sosial dan daerah lainnya.
Banyak psikolog lintas-budaya yang memilih untuk fokus pada satu dari dua pendekatan:
1. Pendekatan etik berfokus pada mempelajari bagaimana budaya yang berbeda adalah serupa.
2. Pendekatan emik berfokus pada mempelajari perbedaan antara budaya.
Beberapa pengertian psikologi lintas budaya dari tokoh lain adalah :
- penelitian lintas budaya dalam psikologi adalah perbandingan variabel psikologis secara sistematis yang jelas dalam kondisi budaya yang berbeda dalam rangka untuk menentukan pendahulu dan proses yang menengahi munculnya perbedaan perilaku(Ecksenberger, 1972 ).
- psikologi lintas budaya adalah studi empiris pada anggota berbagai kelompok kebudayaan yang mempunyai perbedaan pengalaman yang mengarah pada tanda dan perilaku berbeda yang dapat diprediksi. mayoritas penelitian yang dilakukan adalah penelitian pada kelompok yang berbicara dengan bahasa yang berbeda dan diatur oleh unit politik yang berbeda ( Brislin, Lonner, Thorndike, 1973 ).
- penelitian tentang psikologi lintas budaya adalah berbagai macam tipe penelitian tentang perilaku manusia yang memperbandingkan antara dua atau lebih budaya yg ada ( Matsumoto, 1996 ).
- psikologi lintas budaya adalah studi tentang persamaan dan perbedaan fungsi psikologis individu dalam berbagai budaya dan kelompok etnis, serta hubungan antara variabel psikologis dan budaya sosial, ekologi, variabel biologi, serta perubahan variabel-variabel tersebut. ( Berry, 1992 )
Menurut Segall, Dasen dan Poortinga, psikologi lintas-budaya adalah kajian mengenai perilaku manusia dan penyebarannya, sekaligus memperhitungkan cara perilaku itu dibentuk dan dipengaruhi oleh kekuatan-kekuatan sosial dan budaya. Definisi ini mengarahkan perhatian pada dua hal pokok: keragaman perilaku manusia di dunia dan kaitan antara perilaku terjadi. Definisi ini relatif sederhana dan memunculkan banyak persoalan
Salah satu definisi konsep budaya adalah yang dikemukakan Koentjaraningrat (2002) yang mendefinisikannya sebagai seluruh total dari pikiran, karya, dan hasil karya manusia yang tidak berakar kepada nalurinya, dan yang karena itu hanya bisa dicetuskan oleh manusia sesudah proses belajar. Definisi tersebut mendominasi pemikiran dalam kajian-kajian budaya di Indonesia sejak tahun 70an, sejak buku ‘Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan’ diterbitkan. Koentjaraningrat (2002) memecahnya ke dalam 7 unsur, yakni sistem religi dan upacara keagamaan, sistem dan organisasi kemasyarakatan, sistem pengetahuan, bahasa, kesenian, sistem mata pencaharian hidup dan sistem teknologi dan peralatan. Ketujuh unsur itulah yang membentuk budaya secara keseluruhan
1.2 TUJUAN PSIKOLOGI LINTAS BUDAYA
Tujuan dari lintas-budaya psikolog adalah untuk melihat manusia dan perilakunya dengan kebudayaan yang ada sangat beragam dengan kebudayaan yang ada disekitar kita . untuk melihat kedua perilaku universal dan perilaku yang unik untuk mengidentifikasi cara di mana budaya dampak perilaku kita, kehidupan keluarga, pendidikan, pengalaman sosial dan daerah lainnya.
1.3 HUBUNGAN PSIKOLOGI LINTAS BUDAYA DENGAN PSIKOLOGI BUDAYA & ANTROPOLOGI
Hubungan Psikologi dan Budaya
Pada awal perkembangannya, ilmu psikologi tidak menaruh perhatian terhadap budaya. Baru sesudah tahun 50-an budaya memperoleh perhatian. Namun baru pada tahun 70-an ke atas budaya benar-benar memperoleh perhatian. Pada saat ini diyakini bahwa budaya memainkan peranan penting dalam aspek psikologis manusia. Oleh karena itu pengembangan ilmu psikologi yang mengabaikan faktor budaya dipertanyakan kebermaknaannya. Triandis (2002) misalnya, menegaskan bahwa psikologi sosial hanya dapat bermakna apabila dilakukan lintas budaya. Hal tersebut juga berlaku bagi cabang-cabang ilmu psikologi lainnya.
Hubungan psikologi dengan antropologi
Kategori yang sering digunakan untuk merujuk kelompok budaya adalah etnisitas dan bahasa. Sebuah kelompok etnik diposisikan sebagai satu kelompok budaya. Demikian juga masyarakat yang menggunakan bahasa khasnya sendiri diperlakukan sebagai satu kelompok budaya khusus. Asumsinya mendasarkan pada pendapat Jacques Lacan, yang menyatakan bahwa manusia terkungkung pada bahasa yang digunakannya. Bahasa adalah penentu budaya manusia. Dunia dipahami manusia dari kelompok budaya berbeda secara berbeda karena bahasa yang digunakan untuk memahaminya juga berbeda. Oleh karena itu orang minang, meskipun dilahirkan di luar Sumatera Barat, namun sepanjang ia dibesarkan dengan bahasa ibu bahasa minangkabau, maka ia semestinya dimasukkan dalam kelompok budaya minangkabau. Sebaliknya apabila dia dibesarkan dengan bahasa ibu bahasa jawa, maka semestinya ia dikelompokkan ke dalam kelompok budaya jawa, meskipun ibu bapanya orang minang. Lantas bagaimana bila ibu minang, bapak jawa dan sang anak dibesarkan dengan bahasa indonesia, apakah kemudian sang anak menjadi kelompok budaya indonesia dan tidak menjadi minang ataupun jawa?
Pada umumnya penelitian psikologi lintas budaya dilakukan lintas negara atau lintas etnis. Artinya sebuah negara atau sebuah etnis diperlakukan sebagai satu kelompok budaya. Dari sisi praktis, hal itu sangat berguna. Meskipun hal tersebut juga menimbulkan persoalan, apakah sebuah negara bisa diperlakukan sebagai satu kelompok budaya bila didalamnya ada ratusan etnik seperti halnya indonesia? Dalam posisi seperti itu, penggunaan bahasa nasional yakni bahasa indonesia menjadi dasar untuk menggolongkan seluruh orang indonesia ke dalam satu kelompok budaya.
Pada akhirnya tidak ada kategori kaku yang bisa digunakan untuk melakukan pengelompokan budaya. Apakah batas-batas budaya itu ditandai dengan ras, etnis, bahasa, atau wilayah geografis, semuanya bisa tumpang tindih satu sama lain atau malah kurang relevan.
Daftar Pustaka
Koentjaraningrat (2002). Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan. Jakarta : Gramedia
Matsumoto, D. (2002). Culture, psychology, and education. In W. J. Lonner, D. L. Dinnel, S. A.
Hayes, & D. N. Sattler (Eds.), Online Readings in Psychology and Culture (Unit 2, Chapter 5), (http://www.ac.wwu.edu/~culture/index-cc.htm), Center for Cross-Cultural Research, Western Washington University, Bellingham, Washington USA
Triandis, H.C. (1994). Culture and Social Behavior. New York : McGraw-Hill.
Etika Individual Pola Dasar Filsafat Moral. Karangan Drs. H. Burhanuddin,MM. Penerbit Rineka Cipta ISBN : 979-518-761-9 Tahun terbit 1997
http://mhikkyu.blogspot.com/2011/10/psikologi-lintas-budaya.html
Selasa, 20 Maret 2012
DAMPAK BURUK KEMACETAN TERHADAP KESEHATAN MENTAL
Nama : Ni Ketut Budiartini
Kelas : 2PA01
NPM : 14510946
Macet memang tidak dapat dihindarkan dari kota – kota besar di Indonesia. Terlebih lagi di ibu kota Jakarta, kemacetan seakan telah menjadi gaya hidup masyarakat, saat menuju dan pulang dari tempat kerja kemacetan selalu menjadi pemandangan yang harus dirasakan oleh masyarakat. Kemacetan menyebabkan polusi udara yang dapat berdampak buruk terhadap kesehatan fisik anda dan berdampak buruk pula terhadap kesehatan mental (fungsi otak).
Beberapa dampak macet bagi otak yang dikutip dari Buzzle, yaitu :
1. Penurunan kemampuan mental
Para ilmuwan di Belanda menuturkan terpapar asap kendaraan akibat macet selama 30 menit mengarah ke intensifikasi aktivitas listrik di otak. Hal ini bisa menyebabkan perubahan dan kerusakan perilaku serta kepribadian akibat kerusakan logika dan pengambilan keputusan serta tingkat stres yang tinggi. Paparan macet selama 90 hari sudah cukup untuk mengubah DNA.
2. Alzheimer, gangguan memori dan Parkinson
Peneliti di Boston mengungkapkan paparan asap knalpot dan partikel-partikel dari polusi bisa menyebabkan peradangan di bagian-bagian tertentu otak yang bisa memicu Alzheimer, gangguan memori dan Parkinson.
3. Masalah akibat karbon monoksida
Karbon monoksida bisa mengikat diri dengan hemoglobin sehingga mengurangi volume oksigen yang mencapai jantung dan otak, sehingga secara signifikan mempengaruhi fungsi otak dan refleks tubuh.
4. Intermittent Explosive Disorder
Psikolog menuturkan kondisi ini adalah ekspresi kemarahan yang ekstrem, salah satu penyebabnya akibat kemacetan di jalan. Hal ini bisa mempengaruhi kondisi tubuh secara menyeluruh termasuk otak.
5. Traffic Stress Syndrome
Situasi ini ditandai dengan beberapa gejala fisik seperti telapak tangan berkeringat, peningkatan denyut jantung, sakit kepala dan mual, sehingga mempengaruhi seseorang dalam mengambil keputusan.
6. Gangguan neuroplasticity
Polusi udara yang buruk secara signifikan menjadi penghalang asupan darah ke otak, korteks serebral dan sel glia di otak, yang semuanya bisa menyebabkan gangguan jangka panjang. Paparan polusi udara cenderung berdampak parah pada IQ anak-anak serta meningkatkan risiko epilepsi.
Semoga Pemerintah dapat segera mengatasi kemacetan di Jakarta.
Sumber Detikhealth
Kelas : 2PA01
NPM : 14510946
Macet memang tidak dapat dihindarkan dari kota – kota besar di Indonesia. Terlebih lagi di ibu kota Jakarta, kemacetan seakan telah menjadi gaya hidup masyarakat, saat menuju dan pulang dari tempat kerja kemacetan selalu menjadi pemandangan yang harus dirasakan oleh masyarakat. Kemacetan menyebabkan polusi udara yang dapat berdampak buruk terhadap kesehatan fisik anda dan berdampak buruk pula terhadap kesehatan mental (fungsi otak).
Beberapa dampak macet bagi otak yang dikutip dari Buzzle, yaitu :
1. Penurunan kemampuan mental
Para ilmuwan di Belanda menuturkan terpapar asap kendaraan akibat macet selama 30 menit mengarah ke intensifikasi aktivitas listrik di otak. Hal ini bisa menyebabkan perubahan dan kerusakan perilaku serta kepribadian akibat kerusakan logika dan pengambilan keputusan serta tingkat stres yang tinggi. Paparan macet selama 90 hari sudah cukup untuk mengubah DNA.
2. Alzheimer, gangguan memori dan Parkinson
Peneliti di Boston mengungkapkan paparan asap knalpot dan partikel-partikel dari polusi bisa menyebabkan peradangan di bagian-bagian tertentu otak yang bisa memicu Alzheimer, gangguan memori dan Parkinson.
3. Masalah akibat karbon monoksida
Karbon monoksida bisa mengikat diri dengan hemoglobin sehingga mengurangi volume oksigen yang mencapai jantung dan otak, sehingga secara signifikan mempengaruhi fungsi otak dan refleks tubuh.
4. Intermittent Explosive Disorder
Psikolog menuturkan kondisi ini adalah ekspresi kemarahan yang ekstrem, salah satu penyebabnya akibat kemacetan di jalan. Hal ini bisa mempengaruhi kondisi tubuh secara menyeluruh termasuk otak.
5. Traffic Stress Syndrome
Situasi ini ditandai dengan beberapa gejala fisik seperti telapak tangan berkeringat, peningkatan denyut jantung, sakit kepala dan mual, sehingga mempengaruhi seseorang dalam mengambil keputusan.
6. Gangguan neuroplasticity
Polusi udara yang buruk secara signifikan menjadi penghalang asupan darah ke otak, korteks serebral dan sel glia di otak, yang semuanya bisa menyebabkan gangguan jangka panjang. Paparan polusi udara cenderung berdampak parah pada IQ anak-anak serta meningkatkan risiko epilepsi.
Semoga Pemerintah dapat segera mengatasi kemacetan di Jakarta.
Sumber Detikhealth
Minggu, 18 Maret 2012
PENGERTIAN KESEHATAN MENTAL
Nama : Ni Ketut Budiartini
Kelas : 2PA01
NPM : 14510946
A. PENGERTIAN KESEHATAN MENTAL
1. Menurut Dr. Jalaluddin bahwa:
“Kesehatan mental merupakan suatu kondisi batin yang senantiasa berada dalam keadaan tenang, aman dan tentram, dan upaya untuk menemukan ketenangan batin dapat dilakukan antara lain melalui penyesuaian diri secara resignasi (penyerahan diri sepenuhnya kepada Tuhan)”.
2. Menurut paham ilmu kedokteran :
Kesehatan mental merupakan suatu kondisi yang memungkinkan perkembangan fisik, intelektual dan emosional yang optimal dari seseorang dan perkembangan itu berjalan selaras dengan keadaan orang lain.
3. Zakiah Daradjat mendefenisikan bahwa mental yang sehat adalah terwujudnya keserasian yang sungguh-sungguh antara fungsi-fungsi kejiwaan dan terciptanya penyesuaian diri antara individu dengan dirinya sendiri dan lingkungannya berdasarkan keimanan dan ketakwaan serta bertujuan untuk mencapai hidup bermakna dan bahagia di dunia dan akhirat. Jika mental sehat dicapai, maka individu memiliki integrasi, penyesuaian dan identifikasi positif terhadap orang lain. Dalam hal ini, individu belajar menerima tanggung jawab, menjadi mandiri dan mencapai integrasi tingkah laku.
Dari beberapa defenisi yang telah dikemukakan di atas, maka dapat dipahami bahwa orang yang sehat mentalnya adalah terwujudnya keharmonisan dalam fungsi jiwa serta tercapainya kemampuan untuk menghadapi permasalahan sehari-hari, sehingga merasakan kebahagiaan dan kepuasan dalam dirinya. Seseorang dikatakan memiliki mental yang sehat, bila ia terhindar dari gejala penyakit jiwa dan memanfatkan potensi yang dimilikinya untuk menyelaraskan fungsi jiwa dalam dirinya.
GOLONGAN YANG KURANG SEHAT MENTALNYA
Golongan yang kurang sehat adalah orang yang merasa terganggu ketentraman hatinya. Adanya abnormalitas mental ini biasanya disebabkan karena ketidakmampuan individu dalam menghadapi kenyataan hidup, sehingga muncul konflik mental pada dirinya . Gejala-gejala umum yang kurang sehat mentalnya, yakni dapat dilihat dalam beberapa segi, antara lain:
1. Perasaan
Orang yang kurang sehat mentalnya akan selalu merasa gelisah karena kurang mampu menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapinya.
2. Pikiran
Orang yang kurang sehat mentalnya akan mempengaruhi pikirannya, sehingga ia merasa kurang mampu melanjutkan sesutu yang telah direncanakan sebelumnya, seperti tidak dapat berkonsentrasi dalam melakukan sesuatu pekerjan, pemalas, pelupa, apatis dan sebgainya.
3. Kelakuan
Pada umumnya orang yang kurang sehat mentalnya akan tampak pada kelakuan-kelakuannya yang tidak baik, seperti keras kepala, suka berdusta, mencuri, menyeleweng, menyiksa orang lain, dan segala yang bersifat negatif.
Dari penjelasan tersebut di atas, maka dalam hal ini tentunya pembinaan yang dimaksud adalah pembinaan kepribadian secara keseluruhan. Pembinaan mental secara efektif dilakukan dengan memperhatikan faktor kejiwaan sasaran yang akan dibina. Pembinaan yang dilakukan meliputi pembinaan moral, pembentukan sikap dan mental yang pada umumnya dilakukan sejak anak masih kecil. Pembinaan mental merupakan salah satu cara untuk membentuk akhlak manusia agar memiliki pribadi yang bermoral, berbudi pekerti yang luhur dan bersusila, sehingga seseorang dapat terhindar dari sifat tercela sebagai langkah penanggulangan terhadap timbulnya kenakalan remaja.
Pembentukan sikap, pembinaan moral dan pribadi pada umumnya terjadi melalui pengalaman sejak kecil. Agar anak mempunyai kepribadian yang kuat dan sikap mental yang sehat serta akhlak yang terpuji, semuanya dapat diusahakan melalui penglihatan, pendengaran, maupun perlakuan yang diterimanya dan akan ikut menentukan pembinaan pribadinya. Pembinaan mental/jiwa merupakan tumpuan perhatian pertama dalam misi Islam. Untuk menciptakan manusia yang berakhlak mulia, Islam telah mengajarkan bahwa pembinaan jiwa harus lebih diutamakan daripada pembinaan fisik atau pembinaan pada aspek-aspek lain, karena dari jiwa yang baik inilah akan lahir perbuatan-perbuatan yang baik yang pada gilirannya akan menghasilkan kebaikan dan kebahagiaan pada seluruh kehidupan manusia lahir dan batin .
Istilah "KESEHATAN MENTAL" di ambil dari konsep mental hygiene. Kata mental di ambil dari bahasa Yunani, pengertiannya sama dengan psyche dalam bahasa latin yang artinya psikis, jiwa atau kejiwaan. Jadi istilah mental hygiene dimaknakan sebagai kesehatan mental atau jiwa yang dinamis bukan statis karena menunjukkan adanya usaha peningkatan. (Notosoedirjo & Latipun,2001:21).
Zakiah Daradjat(1985:10-14) mendefinisikan kesehatan mental dengan beberapa pengertian :
1. Terhindarnya orang dari gejala - gejala gangguan jiwa (neurose) dan dari gejala - gejala penyakit jiwa(psychose).
2. Kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan diri sendiri, dengan orang lain dan masyarakat serta lingkungan dimana ia hidup.
3. Pengetahuan dan perbuatan yang bertujuan untuk mengembangkan dan memanfaatkan segala potensi, bakat dan pembawaan yang ada semaksimal mungkin, sehingga membawa kepada kebahagian diri dan orang lain; serta terhindar dari gangguan - gangguan dan penyakit jiwa.
4. Terwujudnya keharmonisan yang sungguh - sungguh antara fungsi - fungsi jiwa, serta mempunyai kesanggupan untuk menghadapi problem - problem biasa yang terjadi, dan merasakan secara positif kebahagian dan kemampuan dirinya.
Zakiah Daradjat
1. Kesehatan mental adalah terhindarnya orang dari gejala gangguan jiwa
(neurose) dan dari gejala-gejala penyakit jiwa (psichose). Definisi ini
banyak dianut di kalangan psikiatri (kedokteran jiwa) yang memandang
manusia dari sudut sehat atau sakitnya.
2. Kesehatan mental adalah kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan
dirinya sendiri, dengan orang lain dan masyarakat serta lingkungan tempat
ia hidup. Definisi ini tampaknya lebih luas dan lebih umum daripada
definisi yang pertama, karena dihubungkan dengan kehidupan sosial
secara menyeluruh. Kemampuan menyesuaikan diri diharapkan akan
menimbulkan ketenteraman dan kebahagiaan hidup.
3. Kesehatan mental adalah terwujudnya keharmonisan yang sungguhsungguh
antara fungsi-fungsi jiwa, serta mempunyai kesanggupan untuk
menghadapi problema-problema yang biasa terjadi, serta terhindar dari
kegelisahan dan pertentangan batin (konflik). Definisi ini menunjukkan
bahwa fungsi-fungsi jiwa seperti pikiran, perasaan, sikap, pandangan dan
keyakinan harus saling menunjang dan bekerja sama sehingga
menciptakan keharmonisan hidup, yang menjauhkan orang dari sifat raguragu
dan bimbang, serta terhindar dari rasa gelisah dan konflik batin.
4. Kesehatan mental adalah pengetahuan dan perbuatan yang bertujuan untuk
mengembangkan dan memanfaatkan potensi, bakat dan pembawaan yang
ada semaksimal mungkin, sehingga membawa kepada kebahagiaan diri
dan orang lain, serta terhindar dari gangguan dan penyakit jiwa.
5. Kesehatan mental adalah terwujudnya keserasian yang sungguhsungguh
antara fungsi-fungsi kejiwaan dan terciptanya penyesuaian
diri antara manusia dengan dirinya dan lingkungannya, berlandaskan
keimanan dan ketaqwaan, serta bertujuan untuk mencapai hidup yang
bermakna dan bahagia di dunia dan bahagia di akhirat.
Dalam buku lainnya yang berjudul Islam dan Kesehatan Mental,
Zakiah Daradjat mengemukakan, kesehatan mental adalah terhindar seseorang
dari gangguan dan penyakit kejiwaan, mampu menyesuaikan diri, sanggup
menghadapi masalah-masalah dan kegoncangan-kegoncangan biasa, adanya
keserasian fungsi-fungsi jiwa (tidak ada konflik) dan merasa bahwa dirinya
berharga, berguna dan bahagia, serta dapat menggunakan potensi yang ada
padanya seoptimal mungkin.
Mental yang sehat tidak akan mudah terganggu oleh Stressor (Penyebab terjadinya stres) orang yang memiliki mental sehat berarti mampu menahan diri dari tekanan-tekanan yang datang dari dirinya sendiri dan lingkungannya. (Noto Soedirdjo, 1980) menyatakan bahwa ciri-ciri orang yang memilki kesehatan mental adalah Memilki kemampuan diri untuk bertahan dari tekanan-tekanan yang datang dari lingkungannya. Sedangkan menurut Clausen Karentanan (Susceptibility) Keberadaan seseorang terhadap stressor berbeda-beda karena faktor genetic, proses belajar dan budaya yang ada dilingkungannya, juga intensitas stressor yang diterima oleh seseorang dengan orang lain juga berbeda .
Pada abad 17 kondisi suatu pasien yang sakit hanya diidentifikasi dengan medis, namun pada perkembangannya pada abad 19 para ahli kedokteran menyadari bahwa adanya hubungan antara penyakit dengan kondisi dan psikis manusia. Hubungan timbal balik ini menyebabkan manusia menderita gangguan fisik yang disebabkan oleh gangguan mental dan sebaliknya gangguan mental dapat pesatnya namun apabila ditinjau lebih mendalam teori-teori yang berkembang tentang kesehatan mental masih bersifat sekuler, pusat perhatian dan kajian dari kesehatan mental tersebut adalah kehidupan di dunia, pribadi yang sehat dalam menghadapi masalah dan menjalani kehidupan hanya berorientasi pada konsep sekarang ini dan disini, tanpa memikirkan adanya hubungan antara masa lalu, masa kini dan masa yang akan datang.
Gangguan Mental dapat dikatakan sebagai perilaku abnormal atau perilaku yang menyimpang dari norma-norma yang berlaku dimasyarakat, perilaku tersebut baik yang berupa pikiran, perasaan maupun tindakan. Stress, depresi dan alkoholik tergolong sebagai gangguan mental karena adanya penyimpangan, hal ini dapat disimpulkan bahwa gangguan mental memiliki titik kunci yaitu menurunnya fungsi mental dan berpengaruhnya pada ketidak wajaran Adapun gangguan mental yang dijelaskan.
Sumber : http://bpi-uinsuskariau3.blogspot.com/2010/12/pengertian-kesehatan-mental-dan-konsep.html
Kelas : 2PA01
NPM : 14510946
A. PENGERTIAN KESEHATAN MENTAL
1. Menurut Dr. Jalaluddin bahwa:
“Kesehatan mental merupakan suatu kondisi batin yang senantiasa berada dalam keadaan tenang, aman dan tentram, dan upaya untuk menemukan ketenangan batin dapat dilakukan antara lain melalui penyesuaian diri secara resignasi (penyerahan diri sepenuhnya kepada Tuhan)”.
2. Menurut paham ilmu kedokteran :
Kesehatan mental merupakan suatu kondisi yang memungkinkan perkembangan fisik, intelektual dan emosional yang optimal dari seseorang dan perkembangan itu berjalan selaras dengan keadaan orang lain.
3. Zakiah Daradjat mendefenisikan bahwa mental yang sehat adalah terwujudnya keserasian yang sungguh-sungguh antara fungsi-fungsi kejiwaan dan terciptanya penyesuaian diri antara individu dengan dirinya sendiri dan lingkungannya berdasarkan keimanan dan ketakwaan serta bertujuan untuk mencapai hidup bermakna dan bahagia di dunia dan akhirat. Jika mental sehat dicapai, maka individu memiliki integrasi, penyesuaian dan identifikasi positif terhadap orang lain. Dalam hal ini, individu belajar menerima tanggung jawab, menjadi mandiri dan mencapai integrasi tingkah laku.
Dari beberapa defenisi yang telah dikemukakan di atas, maka dapat dipahami bahwa orang yang sehat mentalnya adalah terwujudnya keharmonisan dalam fungsi jiwa serta tercapainya kemampuan untuk menghadapi permasalahan sehari-hari, sehingga merasakan kebahagiaan dan kepuasan dalam dirinya. Seseorang dikatakan memiliki mental yang sehat, bila ia terhindar dari gejala penyakit jiwa dan memanfatkan potensi yang dimilikinya untuk menyelaraskan fungsi jiwa dalam dirinya.
GOLONGAN YANG KURANG SEHAT MENTALNYA
Golongan yang kurang sehat adalah orang yang merasa terganggu ketentraman hatinya. Adanya abnormalitas mental ini biasanya disebabkan karena ketidakmampuan individu dalam menghadapi kenyataan hidup, sehingga muncul konflik mental pada dirinya . Gejala-gejala umum yang kurang sehat mentalnya, yakni dapat dilihat dalam beberapa segi, antara lain:
1. Perasaan
Orang yang kurang sehat mentalnya akan selalu merasa gelisah karena kurang mampu menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapinya.
2. Pikiran
Orang yang kurang sehat mentalnya akan mempengaruhi pikirannya, sehingga ia merasa kurang mampu melanjutkan sesutu yang telah direncanakan sebelumnya, seperti tidak dapat berkonsentrasi dalam melakukan sesuatu pekerjan, pemalas, pelupa, apatis dan sebgainya.
3. Kelakuan
Pada umumnya orang yang kurang sehat mentalnya akan tampak pada kelakuan-kelakuannya yang tidak baik, seperti keras kepala, suka berdusta, mencuri, menyeleweng, menyiksa orang lain, dan segala yang bersifat negatif.
Dari penjelasan tersebut di atas, maka dalam hal ini tentunya pembinaan yang dimaksud adalah pembinaan kepribadian secara keseluruhan. Pembinaan mental secara efektif dilakukan dengan memperhatikan faktor kejiwaan sasaran yang akan dibina. Pembinaan yang dilakukan meliputi pembinaan moral, pembentukan sikap dan mental yang pada umumnya dilakukan sejak anak masih kecil. Pembinaan mental merupakan salah satu cara untuk membentuk akhlak manusia agar memiliki pribadi yang bermoral, berbudi pekerti yang luhur dan bersusila, sehingga seseorang dapat terhindar dari sifat tercela sebagai langkah penanggulangan terhadap timbulnya kenakalan remaja.
Pembentukan sikap, pembinaan moral dan pribadi pada umumnya terjadi melalui pengalaman sejak kecil. Agar anak mempunyai kepribadian yang kuat dan sikap mental yang sehat serta akhlak yang terpuji, semuanya dapat diusahakan melalui penglihatan, pendengaran, maupun perlakuan yang diterimanya dan akan ikut menentukan pembinaan pribadinya. Pembinaan mental/jiwa merupakan tumpuan perhatian pertama dalam misi Islam. Untuk menciptakan manusia yang berakhlak mulia, Islam telah mengajarkan bahwa pembinaan jiwa harus lebih diutamakan daripada pembinaan fisik atau pembinaan pada aspek-aspek lain, karena dari jiwa yang baik inilah akan lahir perbuatan-perbuatan yang baik yang pada gilirannya akan menghasilkan kebaikan dan kebahagiaan pada seluruh kehidupan manusia lahir dan batin .
Istilah "KESEHATAN MENTAL" di ambil dari konsep mental hygiene. Kata mental di ambil dari bahasa Yunani, pengertiannya sama dengan psyche dalam bahasa latin yang artinya psikis, jiwa atau kejiwaan. Jadi istilah mental hygiene dimaknakan sebagai kesehatan mental atau jiwa yang dinamis bukan statis karena menunjukkan adanya usaha peningkatan. (Notosoedirjo & Latipun,2001:21).
Zakiah Daradjat(1985:10-14) mendefinisikan kesehatan mental dengan beberapa pengertian :
1. Terhindarnya orang dari gejala - gejala gangguan jiwa (neurose) dan dari gejala - gejala penyakit jiwa(psychose).
2. Kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan diri sendiri, dengan orang lain dan masyarakat serta lingkungan dimana ia hidup.
3. Pengetahuan dan perbuatan yang bertujuan untuk mengembangkan dan memanfaatkan segala potensi, bakat dan pembawaan yang ada semaksimal mungkin, sehingga membawa kepada kebahagian diri dan orang lain; serta terhindar dari gangguan - gangguan dan penyakit jiwa.
4. Terwujudnya keharmonisan yang sungguh - sungguh antara fungsi - fungsi jiwa, serta mempunyai kesanggupan untuk menghadapi problem - problem biasa yang terjadi, dan merasakan secara positif kebahagian dan kemampuan dirinya.
Zakiah Daradjat
1. Kesehatan mental adalah terhindarnya orang dari gejala gangguan jiwa
(neurose) dan dari gejala-gejala penyakit jiwa (psichose). Definisi ini
banyak dianut di kalangan psikiatri (kedokteran jiwa) yang memandang
manusia dari sudut sehat atau sakitnya.
2. Kesehatan mental adalah kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan
dirinya sendiri, dengan orang lain dan masyarakat serta lingkungan tempat
ia hidup. Definisi ini tampaknya lebih luas dan lebih umum daripada
definisi yang pertama, karena dihubungkan dengan kehidupan sosial
secara menyeluruh. Kemampuan menyesuaikan diri diharapkan akan
menimbulkan ketenteraman dan kebahagiaan hidup.
3. Kesehatan mental adalah terwujudnya keharmonisan yang sungguhsungguh
antara fungsi-fungsi jiwa, serta mempunyai kesanggupan untuk
menghadapi problema-problema yang biasa terjadi, serta terhindar dari
kegelisahan dan pertentangan batin (konflik). Definisi ini menunjukkan
bahwa fungsi-fungsi jiwa seperti pikiran, perasaan, sikap, pandangan dan
keyakinan harus saling menunjang dan bekerja sama sehingga
menciptakan keharmonisan hidup, yang menjauhkan orang dari sifat raguragu
dan bimbang, serta terhindar dari rasa gelisah dan konflik batin.
4. Kesehatan mental adalah pengetahuan dan perbuatan yang bertujuan untuk
mengembangkan dan memanfaatkan potensi, bakat dan pembawaan yang
ada semaksimal mungkin, sehingga membawa kepada kebahagiaan diri
dan orang lain, serta terhindar dari gangguan dan penyakit jiwa.
5. Kesehatan mental adalah terwujudnya keserasian yang sungguhsungguh
antara fungsi-fungsi kejiwaan dan terciptanya penyesuaian
diri antara manusia dengan dirinya dan lingkungannya, berlandaskan
keimanan dan ketaqwaan, serta bertujuan untuk mencapai hidup yang
bermakna dan bahagia di dunia dan bahagia di akhirat.
Dalam buku lainnya yang berjudul Islam dan Kesehatan Mental,
Zakiah Daradjat mengemukakan, kesehatan mental adalah terhindar seseorang
dari gangguan dan penyakit kejiwaan, mampu menyesuaikan diri, sanggup
menghadapi masalah-masalah dan kegoncangan-kegoncangan biasa, adanya
keserasian fungsi-fungsi jiwa (tidak ada konflik) dan merasa bahwa dirinya
berharga, berguna dan bahagia, serta dapat menggunakan potensi yang ada
padanya seoptimal mungkin.
Mental yang sehat tidak akan mudah terganggu oleh Stressor (Penyebab terjadinya stres) orang yang memiliki mental sehat berarti mampu menahan diri dari tekanan-tekanan yang datang dari dirinya sendiri dan lingkungannya. (Noto Soedirdjo, 1980) menyatakan bahwa ciri-ciri orang yang memilki kesehatan mental adalah Memilki kemampuan diri untuk bertahan dari tekanan-tekanan yang datang dari lingkungannya. Sedangkan menurut Clausen Karentanan (Susceptibility) Keberadaan seseorang terhadap stressor berbeda-beda karena faktor genetic, proses belajar dan budaya yang ada dilingkungannya, juga intensitas stressor yang diterima oleh seseorang dengan orang lain juga berbeda .
Pada abad 17 kondisi suatu pasien yang sakit hanya diidentifikasi dengan medis, namun pada perkembangannya pada abad 19 para ahli kedokteran menyadari bahwa adanya hubungan antara penyakit dengan kondisi dan psikis manusia. Hubungan timbal balik ini menyebabkan manusia menderita gangguan fisik yang disebabkan oleh gangguan mental dan sebaliknya gangguan mental dapat pesatnya namun apabila ditinjau lebih mendalam teori-teori yang berkembang tentang kesehatan mental masih bersifat sekuler, pusat perhatian dan kajian dari kesehatan mental tersebut adalah kehidupan di dunia, pribadi yang sehat dalam menghadapi masalah dan menjalani kehidupan hanya berorientasi pada konsep sekarang ini dan disini, tanpa memikirkan adanya hubungan antara masa lalu, masa kini dan masa yang akan datang.
Gangguan Mental dapat dikatakan sebagai perilaku abnormal atau perilaku yang menyimpang dari norma-norma yang berlaku dimasyarakat, perilaku tersebut baik yang berupa pikiran, perasaan maupun tindakan. Stress, depresi dan alkoholik tergolong sebagai gangguan mental karena adanya penyimpangan, hal ini dapat disimpulkan bahwa gangguan mental memiliki titik kunci yaitu menurunnya fungsi mental dan berpengaruhnya pada ketidak wajaran Adapun gangguan mental yang dijelaskan.
Sumber : http://bpi-uinsuskariau3.blogspot.com/2010/12/pengertian-kesehatan-mental-dan-konsep.html
Langganan:
Postingan (Atom)