Rabu, 23 Februari 2011

PENGARUH KEMISKINAN SECARA PSIKOLOGIS


A. Pengertian Kemiskinan


Secara harfiah, kemiskinan berasal dari kata dasar miskin yang artinya tidak berharta-benda (Poerwadarminta, 1976). Dalam pengertian yang lebih luas, kemiskinan dapat diartikan sebagai suatu kondisi ketidakmampuan baik secara individu, keluarga, maupun kelompok untuk memenuhi kebutuhan dasar hidup (sandang, pangan, dan papan), sehingga kondisi ini rentan terhadap timbulnya permasalahan sosial yang lain. Kemiskinan dipandang sebagai kondisi dimana individu atau kelompok yang tidak dapat memenuhi hak-hak dasarnya secara layak untuk menempuh dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat. Dengan demikian, kemiskinan tidak lagi dipahami hanya sebatas ketidak mampuan ekonomi, tetapi juga kegagalan pemenuhan hak-hak dasar dan perbedaan perlakuan bagi seseorang atau sekelompok orang, dalam menjalani kehidupan secara bermartabat. Pada saat seseorang atau kelompok tidak dihargai oleh orang lain, dan tidak dapat memenuhi kebutuhan hidupnya secara layak, akan menimbulkan gejolak dalam bathin orang yang mengalaminya.
Pada umunya kemiskinan akan menjadi sebuah budaya yang turun menurun dalam suatu keluarga atau kelompok. Karena orang miskin tidak dapat mengakses pendidikan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang memerlukan biaya untuk mendapatkanya , sehingga pada saat mereka bekerja, mereka tidak akan memiliki kemampuan untuk bersaing dalam dunia kerja, dengan orang – orang yang berpendidikan tinggi, dan akhirnya orang – orang miskin akan menempati pekerjaan – pekerjaan yang rendah pula. Misalnya : Cleaning servis. Upah yang mereka dapatkan pun sangat minim. Bahkan banyak orang miskin yang tidak bekerja alias pengannguran.
Biasanya orang miskin akan menikah dengan orang miskin juga, sehingga anak yang mereka dapatkan dari hasil pernikahanya akan memiliki pendidikan yang sama rendahnya dengan orang tua mereka, sehingga keadaan seperti ini terus berlanjut sampai generasi berikutnya.

B. Kondisi psikologis orang miskin

Orang – orang yang berpenghasilan rendah atau orang miskin merasa kurang bahagia, bahkan ada yang mengalami gangguan mental seperti depresi, gangguan kepribadian. Seperti yang dialami oleh obyek yang penulis teliti, Bapak tua itu mengatakan, Dia telah putus asa dengan keadaannya hidupnya sekarang. Bapak tua itu mengatakan akan menghalalkan segala cara untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dan kedua anaknya. Untuk memenuhi kebutuhan sehari- hari, bapak tersebut menjadi pengamen, pengemis, dan pemulung disekitar Pancoran dan sampai ke Blok M. Kedua anaknyapun melakukan hal yang sama dengan Bapak tersebut. Pengahasilan mereka hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan makan seadanya. Jangankan untuk mengakses pendidikan yang berkualitas atau kesehatan yang super mahal, menyewa kamar untuk tempat mereka berteduh saja, Bapak itu tidak mampu. Mereka hanya tinggal di jalanan, tidur di jalanan, di bawah pohon atau di emperan toko. Menghadapi keadaan yang sangat sulit seperti ini, sering terpikir di hati Bapak itu untuk mencuri, atau merampok, bahkan yang fatal Dia pernah berkeinginan untuk mengajak kedua puteranya bunuh diri. Beruntung karena alasan pribadi, niat untuk bunuh diri diurungkannya. Akan tetapi Bapak tua itu mengaku beberapa waktu lalu, karena anaknya sakit, Dia tidak dapat melakukan rutinnitasnya sehari – hari, akibatnya sampai malam hari merekapun kelaparan. Dan keesokan harinya Bapak tersebut nekat, mencuri dompet dari seorang penumpang angkot. Isi dompet tersebut berkisar Rp 15.000. Meskipun Bapak tersebut menyadari bahwa perbuatan itu adalah perbuatan yang salah, tetapi Beliau tetap nekat melakukanya karena kebutuhan yang sangat mendesak.
Rata – rata penghasilan bapak tersebut dalam sehari Rp. 25.000. Penghasilan tersebut tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup secara layak di sehari – hari bapak tua itu dan kedua anaknya. Kedua anak itu terlihat sangat kumuh dan bandel. Lingkungan hidup di jalanan dan kemiskinanlah yang mempengaruhi karter anak tersebut, sehingga tumbuh menjadi anak yang berkepribadian keras.
Kesedihan dan setress karena tidak dapat memenuhi kebutuhan hidup kedua anaknya, selalu dirasakan oleh bapak tua itu. Dengan demikian, berdasarkan uraian – uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa kemiskinan sangat erat kaitannya dengan gangguan psikologis seseorang.

C. Hubungan kriminalitas dengan kemiskinan

Kemiskinan secara materi memang kerap menjadi salah satu alasan atau pemicu terjadinya kriminalitas. Namun, tidak dapat di pungkiri masih banyak faktor – faktor lain yang menyebabkan terjadinya kriminalitas, antara lain : kurangnya keasadaran dalam hukum dan lain – lain. Orang miskin di kota – kota besar biasanya tidak memiliki rumah yang layak atau hanya menempati tempat umum sebagai tempat tinggal mereka, misalnya : kolong jembatan, emperan toko, jalan raya dan lain – lain. Seperti yang dialami oleh Bapak tua beserta kedua anaknya yang penulis teliti. Mereka tinggal di bawah pohon besar atau kadang di emperan toko. Kondisi lingkungan tempat tinggal yang tidak mendukung dan tidak bersih seperti ini, menyebabkan kesehatan mereka sering terganggu atau mereka rentan terhadap penyakit dan apabila mereka terkena penyakit, mereka tidak akan mampu untuk berobat ke Dokter. Tinggal ditempat seperti itu juga mengakibatkan mereka sering manjadi pelaku dan atau korban dari tindak krimalitas.

1. Pelaku Kriminalitas

Karena tuntutan kebutuhan hidup yang tinggi dan ditambah pula dengan tidak memiliki kemampuan (pendidikan dan keterampilan) untuk bersaing mendapatkan pekerjaan yang layak dalam dunia kerja, menyebabkan sebagian diantara mereka melakukan kejahatan untuk memenuhi kebutuhan dan keberlangsungan hidup tersebut. Misalnya mencuri, merampok dan menipu.

2. Korban Kriminalitas

Tinggal dijalanan meskipun saat malam hari, menyebabkan mereka sering menjadi korban kriminalitas, seperti dirampok, diperas, diperkosa, dan lain – lain. Apabila kejahatan terjadi pada dirinya, seringkali mereka tidak berdaya untuk melawan karena fisik yang lemah akibat asupan gisi makanan yang tidak seimbang serta merekapun tidak berdaya karena mereka tidak memiliki perlindungan yang cukup dari daerah yang mereka huni. Sehingga apabila mereka mengalaminya, mereka tidak memiliki keberanian untuk melaporkannya kepada pihak yang berwenang.

D. Pemecahan Masalah Kemisikinan : Pendekatan Psikologi Sosial

Pada umumnya orang miskin atau kemiskinan dipandang berprilaku lebih ke sisi negatif, yaitu : kotor, kumuh, malas, tidak disiplin, sulit diajak berubah, tidak mau berusaha lebih keras, suka jalan pintas, tidak menghargai waktu, dan hanya beroreintasi untuk masa kini. Maka, jika pemecahan masalah kemiskinan dihubungkan dengan pendekatan psikologis sosial dapat diartikan untuk mengubah kemiskinan kita harus dapat mengubah pola pikir (mind-set) orang miskin, namun bukan hanya pola pikir orang miskin yang harus di ubah, sebab kemiskinan terjadi bukan semata – mata hanya karena faktor individu dan kemiskinan bukan permasalahan yang berdiri sendiri, maka diperlukan pula perubahan pada pola pikir kultural dan pola pikir struktural.

1. Mind – set Individu Orang Miskin

Untuk dapat mengubah mind-set orang miskin, harus terlebih dahulu mengetahui psikologis orang miskin. Disimpulkan dari uraian – uraian diatas penulis mengenai obyek yang di teliti, orang miskin merupakan orang yang sulit untuk mengakses layanan umum, seperti kesehatan, pendidikan, tempat tinggal bersubsidi dan lain – lain. Dalam dunia sosial orang miskin memiliki posisi tawar yang rendah, sehingga mereka tidak dapat berperan aktif dalam keputusan atau kebijakan mengenai kelangsungan hidup mereka di Lembaga Negara. Hal ini diikuti pula oleh sikap orang miskin yang pasif dan acuh tak acuh terhadap lingkungan disekitarnya. Sehingga menyebabkan orang miskin tetap berada dalam kondisi miskin. Menurut Ortigas (2000), hal diatas disebut dengan lingkaran kemiskinan, dan untuk dapat mengubah mind-set orang miskin, lingkaran kemiskinan ini harus di hentikan atau di potong agar orang miskin tidak selamanya terjerat dalam kondisi miskin. Oleh sebab itu orang miskin harus diberikan bimbingan psikologis agar meraka dapat meyakini dan menanamkan dalam pikiran mereka, bahwa mereka adalah orang yang memiliki kemampuan dan keterampilan tertentu, mau berjuang/berusaha lebih keras, yang pada akhirnya akan membawa mereka dalam kehidupan yang lebih baik. Tentu hal tersebut dapat berjalan dengan baik, harus dibarengi dengan akhlak yang mulia. Apabila orang miskin telah meyakini memiliki keterampilan dan kemampuan, maka akan menumbuhkan rasa percaya diri dan memiliki harga diri yang pantas untuk bersaing secara sehat dalam dunia kerja. Sehingga pada saat orang miskin berada dalam kondisi yang sulit, diharapkan mereka akan mampu menghadapinya dan tidak mudah menyerah atau putus asa.

2. Mind – set Kultural

Kemiskinan sering kali telah menjadi budaya yang turun menurun dari satu generasi ke generasi berikutnya, sehingga harus dilakukan juga perubahan mind-set kultural. Kemiskinan yang dialami oleh Bapak tua yang diteliti oleh penulis, telah dialami sebelumnya oleh orang tuanya dan kini menimpa dirinya serta menimpa anak-anaknya. Keadaan tersebut menggambarkan betapa budaya kemiskinan telah menjerat keluarga Bapak tersebut. Sehingga apabila keturunannya tidak bersekolah, Bapak tersebut mengganggap, itu merupakan hal yang wajar saja kearena mereka adalah orang miskin,. Mereka lebih memilih bekerja mengumpulkan uang daripada sekolah membutuhkan biaya yang banyak. Sehingga kedua anaknyapun berpikiran yang sama dengan ayah mereka. Dengan demikian keseharian mereka tidak pernah berusaha menabung untuk biaya sekolah, ataupun biaya membuka usaha kecil – kecilan untuk di kehidupan yang lebih baik di masa depan.. Maka kehidupan mereka akan terus seperti itu, ketika mereka berkeluarga, anak yang dihasilkan akan memiliki taraf kehidupan yang sama dengan kedua orang tuanya.
Ini merupakan persoalan yang harus dipecahkan, orang miskin berpendidikan dan berpenghasilan rendah hidup dalam kultur yang seperti itu, maka budaya hidup mereka harus diubah dengan kultur kehidupan keluarga yang lebih bermartabat. Sejak dini, Pemerintah harus memperhatikan anak – anak dari kalangan miskin, dengan memberikan mereka bantuan sekolah gratis yang tepat sasaran dan bantuan moril dan materi agar mereka dapat membuka usaha dalam sekala kecil, lagi – lagi sejak dini harus harus ditumbuhkan keinginan dan keyakinan bahwa mereka dapat hidup lebih baik. Sehingga mereka akan berusaha untuk hidup lebih baik. Setidaknya untuk masa depan anak – anak mereka kelak.


3. Mind – set Struktural

Kita sebagai mahluk sosial ataupun Pemerintah, tidak bisa berasumsi bahwa orang miskin tersebut terjerat dalam kondisi seperti itu, semata – mata karena mereka adalah orang – orang yang malas, tidak disiplin, tidak mau berusaha lebih keras, berorientasi hanya untuk masa kini, dan lain – lain seperti yang telah disebutkan diatas. Tetapi kemiskinan juga terjadi karena struktur dalam masyarakat yang menyebabkan yang kaya semakin kaya dan yang miskin semakin menderita. Misalnya pembangunan pasar modern yang tersebar dimana – mana, membuat pasar tradisional, warung – warung kecil sepi pembeli bahkan mati, akan menyebabkan orang kaya mendapat keuntungan yang berlimpah dan sebaliknya dengan orang miskin. Maka agar orang miskin tidak tenggelam dalam kondisi yang mempihatinkan tersebut. Mereka harus diberikan askses yang luas dan mudah terhadap pendidikan yang bermutu, kesehatan yang berkualitas, perumahan yang layak, lapangan pekerjaan yang memadai dan lain-lain, sehingga orang miskin dapat terbebas dari belenggu kemiskinan. Dan hidup yang lebih baik akan diperoleh atau dirasakan oleh mereka.

Dapat disimpulkan bahwa :

1. Kemiskinan merupakan suatu kondisi ketidakmampuan baik secara individu, keluarga, maupun kelompok untuk memenuhi kebutuhan dasar hidup yaitu : sandang, pangan, dan papan, sehingga kondisi ini rentan terhadap timbulnya permasalahan sosial yang lain.
2. Permasalahan kemiskinan memberikan dampak yang sangat besar terhadap kondisi pskilogis seseorang. Kemiskinan menyebabkan seseorang menghalalkan segala cara untuk dapat memenuhi kebutuhan hidupnya.
3. Kemiskinan menyebabkan seseorang rentan menjadi korban dan perilaku kriminalitas, serta orang miskin rentan terhadap penyakit.
4. Pada umunya kondisi kejiwaan orang miskin kurang bahagia karena tidak dapat memenuhi kebutuhan hidupnya secara layak.
5. Secara psikologis untuk mengubah kemiskinan diperlukan perubahan pada mind-set individu orang miskin, perubahan mind-set kultural dan perubahan mind-set struktural.


Saran

Sebaiknya Pemerintah dapat bekerjasama dengan pihak – pihak yang terkait untuk secara berkala memberikan bimbingan psikologis kepada masyarakat miskin dan memberikan akses yang mudah kepada masyarakat miskin dalam bidang pendidikan, kesehatan dan lain – lain. Sebagai warga negara yang baik, kita pula wajib ikut bersama dalam usaha pengentasan kemiskinan di Indonesia, dengan meningkatkan kepedulian dan kepekaan sosial kita untuk membantu saudara kita yang masih mengalami kemiskinan.


DAFTAR PUSTAKA

1. Mulyo, Sumedi Andono. 2005. Strategi Nasional Penanggulangan Kemiskinan. Jakarta: Komite Penanggulangan Kemiskinan.
2. MARKUM, M. ENOCH, "Pengentasan Kemiskinan dan Pendekatan Psikologi Sosial," 1(1), 1-12, Juni 2009.
3. http://id.wikipedia.org/wiki/Kemiskinan.

2 komentar:

  1. :-bd
    Ni,ada paper lengkanya gak ya..?
    saya juga lagi bikin karya tulis psikologi orang miskin..

    BalasHapus
  2. minta ijin, boleh ya copy paste tulisan ini bu, saya sedang mengumpulkan tulisan tema semacam ini

    BalasHapus